"Mas, aku mau ke Panti Asuhan ya siang ini..." setiap kali akan pergi kemanapun, Arin akan minta izin pada suaminya. Meski hanya ke supermarket sekalipun.
"Kamu jangan terlalu lelah, lho!" Kata Rio mengingatkan. "Dokter Rangga bilang gimana? Hmm...."
"Iya sih. Tapi aku bete..."
"Jangan bikin kue dulu ya? Pokoknya selama proses ini, kamu jangan sampai kecapean..."
Mereka memang belum melakukan proses inseminasi karena kata Dokter Rangga, mereka harus memantau ovulasi yang terjadi di rahim Arin. Dokter Rangga memberikan pilihan antara ovulasi alami atau menggunakan penyubur kandungan. Tapi, melihat kondisi rahim Arin yang tidak mempunyai masalah, Arin memilih ovulasi alami.
"Iya, Mas..."
Rio mengusap puncak kepala istrinya penuh sayang. "Hari ini aku mau makan ayam goreng. Kita pesan saja, ya? Kamu jangan capek-capek... aku berangkat dulu." Ucap Rio sambil mengecup puncak kepala istrinya penuh sayang.
Kepergian Rio sedikit membuat Arin bingung. Ia tidak boleh pergi kemanapun, juga tidak boleh melakukan kegiatan yang membuatnya lelah.
Tapi ada satu hal yang akan ia lakukan, yaitu mencuci pakaian Rio. Sepertinya pekerjaan itu juga tidak menguras tenaganya. Bagian celana akan dia masukkan ke dalam mesin cuci, kemeja yang warnanya cerah akan dia kucek. Tapi, minggu ini... Rio sepertinya menggunakan kemeja-kemeja warna gelap, yang artinya Arin tidak perlu mencuci menggunakan tangan.
Arin menyukai aroma parfume Rio yang bercampur dengan keringat pria itu, rasanya menyenangkan saat bisa mencium bau tubuh pria itu pada bekas pakaian yang di pakai Rio.
Rasanya seperti candu. Arin menyukai apapun yang berkaitan dengan suaminya. Aroma parfume, sabun bahkan shampoo yang di pakai pria itu.
Sebelum memasukkan kemeja ke dalam mesin cuci, Arin mempunyai kebiasaan untuk menciumi satu per satu kemeja suaminya. Aroma khasnya sangat Arin sukai. Entahlah.. bagi Arin kegiatan mencuci tanpa menghidu aroma keringat Rio tidak menyenangkan.
Ketika ia menghidu salah satunya, Arin berhenti saat aroma yang tidak ia kenali menyapa indera penciumannya. Kemeja maroon itu membuat hatinya terusik. Aroma parfume siapa ini?
Arin kembali mencocokkan kemeja yang satu ke yang lainnya. Tapi tidak menemukan satupun kemeja Rio yang aroma parfumnya sama seperti wangi pada kemeja marun. Arin terduduk lemas, ia mengingat kembali kemana Rio pergi minggu lalu. Rasanya tidak ada yang aneh?
Waktu itu Rio berpamitan pergi ke luar kota untuk bertemu klien. Kemudian kembali esok harinya dengan pakaian yang berbeda. Iya, begitu... tapi wangi parfum siapa yang menempel di kemeja Rio?
Harumnya segar tapi lembut. Khas parfum perempuan. Tiba-tiba saja jantung Arin berdebar kencang. Apakah Rio selingkuh?
Waniya itu cepat-cepat menggeleng, mengenyahkan pikiran buruk yang hinggap dalam otaknya. Tidak mungkin... Rio nggak mungkin mengkhianati cintanya?! Mereka berjanji untuk sehidup semati. Arin mengenyahkan pemikiran buruk yang sempat terlintas dalam benaknya. Jangan karena parfum hubungan mereka kacau.
Arin akan menanyakan langsung tentang parfum siapa yang ada di kemejanya? Bukankah akan lebih jelas dan tidak menimbulkan kesalah pahaman?
"Non Arin.... Lukman tanya, jadi ke Panti atau enggak?"
Suara Mbok Siti membuat Arin menyembunyikan kemeja marun di belakang tubuhnya.
"Jadi, Mbok. Bilang Lukman suruh tunggu saya di bawah...."
Usai kepergian Mbok Siti, Arin membawa kemeja marun tersebut ke kamarnya, meninggalkan pakaian kotor yang lain tanpa di cuci. Sebelumnya Arin kembali mengecek beberapa pakaian yang memiliki aroma yang sama, tapi tidak ada.. hanya kemeja marun ini saja.
***
Pikiran Arin jauh berkelana dengan kemungkinan yang terjadi. Perasaannya menjadi tidak enak karena memikirkan tentang aroma parfum di kemeja suaminya. Apa Mas Rio mengkhianatinya? Apakah pria itu bermain hati di belakangnya?
Jika benar, apa ini semua karena kekurangannya? Apa karena Mas Rio belum juga mendapatkan keturunan darinya, maka pria itu mencari pelampiasan di luar sana?
"Mbak Arin kok melamun," sentuhan di bahu Arin menyadarkan wanita itu.
Sejak tadi Arin tenggelam dalam lamunan hingga sadar kalau Winda, duduk di sebelahnya.
"Apa ada yang menganggu pikiran Mbak Arin?"
Winda bertanya karena aneh melihat wanita yang sudah ia anggap sebagai kakaknya itu melamun. Arin di kenal wanita ceria dan energik. Rasanya aneh melihat wanita itu seakan terdiam memikirkan sesuatu.
"Nggak ada, Win..."
"Mbak," panggil Winda. "Aku boleh bicara nggak?"
"Soal apa, Win?"
"Mbak sudah tahu belum kalau Kiki mengidap Leukimia?"
Arin mengangguk. Beberapa menit yang lalu, ibu panti memberitahunya.
"Ibu sebenernya nggak ngizinin aku ngomong ini, tapi aku yakin... beliau juga memikirkannya cuma nggak enak saja sama Mbak Arin."
"Soal biaya?"
Winda mengangguk. "Akan aku pikirkan, Win. Aku harus bicara dulu sama Mas Rio...."
"Maaf ya mbak kalau lagi-lagi kami merepotkan."
"Aku akan bantu kalau ada, Win. Nggak usah sungkan..."
"Sebenarnya Ibu nggak mau merepotkan Mbak Arin lagi setelah tahu kalau ibunya Mas Rio masih bersikap nggak menyenangkan sama Mbak. Takut kalau membebani Mbak Arin..."
Arin menyentuh punggung tangan Winda. "Doakan saja kami mampu membantu. Aku juga di besarkan disini, yang artinya aku akan berusaha semampuku untuk membantu kalian."
"Makasih, Mbak. Tapi jangan bilang ya kalau Mbak tahunya dari aku."
"Nggak... nanti aku bicarakan dulu, oke..."
"Oiya, aku denger-denger kalau Mbak sedang program Inseminasi? Benar, Mbak?"
Arin mengangguk. "Kita sedang mencoba cara yang lain, Win..."
"Semoga berhasil, Mbak..."
"Oiya, Mbak Arin udah tahu belum?"
"Soal apalagi, Win?"
"Kemarin model Andini Prameswari, model terkenal itu datang bersama ibunya kesini."
Kening Arin saling bertaut mendengarnya.
"Ngapain?"
Winda mengangkat bahunya. "Tapi denger-denger dari Ibu, kalau ternyata dulunya Bu Wulandari Putri pernah menitipkan putrinya di Panti ini. Yaitu, Mbak Andini... nggak nyangka lho, ya kalau Mbak Andini satu Panti Asuhan sama kita..."
Arin bergeming. Sedikit bingung.
"Pasti Mbak Arin nggak percaya kan?" Winda semakin mendekat sambil mengeluarkan ponselnya. Jemarinya dengan lincah membuka galeri dan menunjukkan sebuah foto padanya. "Ini foto Mbak Arin dan Mbak Andini. Kalian pernah satu frame karena usia kalian seumuran."
Arin tahu foto bocah bayi yang seumuran dengannya ini. Benar memang namanya Andini, tapi dari sekian banyak nama itu, kenapa Andini yang sama yang pernah ia temui di pesta Riko.
"Nggak nyangka ya Mbak. Anak panti sini ada yang jadi orang terkenal kayak Mbak Andini."
"Memangnya dia ngapain kesini, Win?"
"Oh... dia sekarang jadi donatur tetap Mbak. Tapi ya, nggak sebanyak Mas Rio dan Mbak Arin sih."
Arin mengangguk-anggukan kepalanya. Di satu sisi ia merasa aneh. Kenapa akhir-akhir ini banyak sekali kejutan yang datang silih berganti di hidupnya, termasuk kedatangan Andini.
***
Maaf slow update yaa 😁 akan ttp di garap walaupun peminatnya sedikit sekali. Mungkin karena tema nya ☺
Terima kasih buat yg ttp vote dan komen😘😘
Semoga kalian tetap suka dg tema ceritanya.. bismillah, semoga bisa membuat karakter kuat dan nggak menye2 🤗
KAMU SEDANG MEMBACA
Bittersweet Marriage
RomansaRio Dewangga yakin bahwa ia tidak pernah berkhianat, meski nyatanya seorang Andini hadir di kehidupan rumah tangganya bersama Arin untuk memporak-porandakan hidup pasangan itu. Wanita itu mengaku hamil anaknya saat Arin-wanita yang dia nikahi selam...