6 🍒

6.5K 531 46
                                    

Happy read 🤗🤗

***

"Lho, kemeja ini kok disini?"

Arin lupa tidak menyembunyikan kemeja marun tersebut saat Rio mengangkat kemeja itu.

"Oh, itu mas. Aku lupa belum cuci. Oiya, kok parfumnya asing ya, Mas?" Arin tidak sabar ingin tahu bagaimana jawaban Rio hingga menanyakannya langsung.

Mendengar itu, Rio langsung mencium baju tersebut untuk memastikan ucapan Arin.

"Oh, ini Parfumnya Nindy, kebetulan pas meeting aku lupa nggak pakai parfume," jelas Rio.

Tiba-tiba Arin merasa lega mendengar jawaban pria itu. Ia menepis jauh-jauh pemikiran bahwa Rio telah mengkhianatinya. Mana mungkin, pria yang memiliki cinta begitu besar untuknya bermain hati? Bukankah, tidak mudah mereka mempertahankan keutuhan rumah tangga ini dari badai yang kian menerpa?

Arin akan tetap menerima setiap rasa sakit atas ucapan-ucapan ibu mertuanya, tapi tidak dengan pengkhianatan. Ia tidak peduli bahwa dunia menolaknya, asal cinta Rio masih utuh untuknya, Arin akan bertahan bersama pria itu.

Usai Rio menyimpan kemeja marun tersebut, Arin memeluk Rio dari belakang hingga membuat pria itu terperanjat dengan sikap tersebut.

"Hei, kamu kenapa sih?"

"Maafin aku, Mas..." bisik Arin lirih, Rio semakin tak mengerti apalagi saat Arin semakin mengeratkan pelukannya. "Aku sudah mencurigai kamu tanpa alasan," kata Arin jujur. Usai mengungkapkan isi hatinya, Arin mengendurkan pelukannya. Di saat itu, barulah Rio memutar tubuhnya untuk menatap sang istri.

"Jadi, itu yang menganggu harimu?" Rio sudah menaruh curiga pada istrinya yang lebih pendiam dari biasanya. Jika saja tadi tidak ada Daffa, mungkin mereka makan dalam sunyi. Sebab, Arin tipe perempuan yang akan memilih diam jika memiliki banyak sekali pikiran di kepalanya.

Arin mengangguk. "Aku takut, Mas... aku takut kalau kamu bermain hati," ungkap Arin jujur. Bola mata Arin yang bergerak gelisah membawa wanita itu dalam pelukan Rio saat pria itu mendekapnya.

"Apa dekapan ini membuatmu tenang?" Rio merasakan Arin mengangguk sambil menyembunyikan wajah wanita itu di dadanya. Rio menyelami ketakutan Arin yang juga sempat merasuk dalam benak pria itu.

Pria itu juga takut jika waktu membuatnya mengkhianati cinta mereka.

***

Nindy adalah sekertaris Rio. Siang ini, Arin sengaja datang ke Kantor untuk mengirim makan siang. Jadi, sebelum memasuki ruangan suaminya, Arin ingin menyapa wanita cantik tersebut.

"Bu Arin," Nindy menyapa istri bossnya itu. Arin memang sengaja berhenti di depan meja Nindy.

"Hai, Nin.. sehat?"

Nindy tersenyum lembut. "Sehat, Bu. Mau ketemu Bapak?"

"Ada di dalam kan?" Arin melirik pintu kayu yang merupakan ruangan Rio.

"Ada, Bu..."

"Hmmm, Nin... saya boleh tanya sesuatu?"

"Oh, boleh, Bu. Mau tanya apa, ya?"

Arin itu terkenal ramah, baik dan sopan. Arin juga wanita yang gampang akrab meski pada karyawan sekalipun. Meski begitu, semua karyawan Rio segan pada wanita itu.

"Waktu ke Semarang, kamu ikut kan?"

"Oh, itu saya... saya nggak ikut, Bu. Lagi halangan..."

Arin mengernyitkan alisnya dengan wajah tertegun.

"Kamu nggak ikut?" Tanya Arin meyakinkan.

Nindy lagi-lagi menggeleng. "Nggak, Bu. Tapi bapak pergi sama Livi, dia menggantikan saya..."

Bittersweet Marriage Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang