7 🍒

6.2K 499 34
                                    

Arin menatap kosong taman di depannya. Acara ulang tahun Daffa memang di rayakan di kediaman Melinda. Rumah besar ini jelas menampung seluruh keluarga besar mertuanya.

Ingatan tentang kebahagiaan Arin dan Rio berputar seperti kaset rusak di kepala Arin. Kemudian wanita itu bertanya-tanya dalam benaknya, apakah kebahagiaan itu akan hilang begitu saja?

Arin merasa terguncang mengetahui aroma parfum yang ia kenali di pakai juga oleh Andini Prameswari. Apa hubungannya antara kemeja marun itu dengan parfum Andini? Apa semuanya berkaitan?

Memikirkan antara Rio dan Andini membuat dada Arin terasa sesak. Bagaimana jika dugaannya benar bahwa Rio dan Andini diam-diam pernah bertemu di belakangnya lalu mereka bermalam?

Arin, berpikirlah yang jernih! Batin Arin menggerutu. Rio nggak mungkin seperti itu. Suaminya itu—sangat mencintainya!

Wanita itu mencoba menarik nafasnya yang terasa sesak. Ia harus membuang jauh-jauh pemikiran tersebut. Kata Nindy, Livi yang ikut ke Semarang waktu itu, bisa jadi wangi di kemeja marun Rio memang benar-benar aroma parfume Livi kan?

Lagipula bukankah tidak hanya ada satu parfume di dunia ini? Ada banyak orang yang menggunakan parfum yang sama seperti yang di pakai oleh Andini. Seharusnya Arini bisa berpikir lebih positif lagi, iya kan?

"Mobil sport, Mas? Beneran buat aku?"

Rio mengangguk setelah berhasil membuat adiknya berdecak kagum. Bagaimana tidak, mobil impiannya sekarang ada di depan mata Daffa. Hadiah dari Rio.

"Mbak Arin mana?" Daffa menoleh mencari-cari keberadaan Arin. Sementara Rio juga baru menyadari bahwa Arin hilang dari pandangannya. "Dia harus tahu kalau mobilku baru..."

Daffa menyibak kerumunan yang berbisik-bisik tentang nominal fantastis yang di berikan Rio setelah membeli mobil ini.

Rio dan Daffa mencari Arin ke dalam rumah, dan menemukan wanita itu di dapur.

"Sayang, kamu kemana aja sih?" Rio menghampiri istrinya itu.

Arin sedang duduk di kursi makan dan terlihat termenung sendirian.

"Mbak kenapa sih?"

"Eh, kalian... kenapa cari aku?"

"Kamu kenapa?"

"Aku cuma kecapean berdiri jadi cari tempat duduk yang nyaman..."

"Mbak tahu nggak hadiahku apa?"

"Mobil sport?" Jawab Arin sambil mengulas senyum. Sedangkan Daffa mengangguk senang. "Mas mu pasti berikan apa yang terbaik buat kamu, Daff... sekolahnya yang bener, nanti kalau sudah lulus kuliah, kamu bisa bantu Mas di Perusahaan..."

"Siap, Mbak. Asal sediakan selalu kue kering kesukaanku..."

Arin mencebik kemudian tertawa. Saat suaminya mengulurkan tangan, Arin menyambut jemari suaminya.

"Pestanya belum selesai, ayo...."

Ketika mereka berjalan beriringan, Arin menatap Rio dari samping. Menyelami wajah suaminya sambil terus bertanya-tanya dalam hati, tegakah pria yang terlihat begitu mencintainya ini bermain hati?

***

Katanya, seorang anak bisa menjadi perekat dalam rumah tangga. Arin dan Rio pernah mempunyai opsi untuk mengadopsi anak dari panti asuhan, namun di tentang keras oleh Melinda. Mereka cukup menjadi donatur di sebuah panti asuhan tanpa perlu mengambil salah satu dari mereka. Bagaimana tanggapan orang-orang jika mereka mengadopsi anak padahal keduanya masih sangat muda?

Arin dan Rio mundur, bukan karena ucapan maminya benar. Tapi mempertimbangkan ulang tentang adopsi bayi. Kemudian mendoktrin kembali pikirannya bahwa tanpa mengadopsi bayi sekalipun, mereka akan tetap dapat bagian dari Tuhan untuk menggendong bayinya sendiri.

Bittersweet Marriage Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang