Part 53: Dendam Yang Terpendam

4.5K 175 7
                                    

Pov Kaila

Sejak dua bulan ini, aku selalu sabar menahan amarah dalam jiwa ku. Apalagi saat ada berita yang membuat hatiku panas luar biasa saat mendengar kalau Nasyah sedang mengandung anak kedua.

Benar, hubungan keduanya Sekarang sudah baik-baik saja. Namun aku tidak akan biarkan itu terjadi, karena bagaimanapun Khanza adalah milik ku seorang. Pria yang menjadi cinta pertama dan sekaligus pria yang ku pernah sia-siakan.

"Bagaimana nona? Apa semua harus di jalankan sekarang?" Tanya pria yang berprofesi sebagai asisten pribadi ku.

Aku mengangguk sekilas "iya! Bawa Nasyah ke hadapan ku sekarang" jawabku tanpa menatap nya

Hembusan nafasnya terdengar kasar dan sepertinya kurang setuju dengan perintah ku.

"Maaf nona Kaila, tapi Nasyah sedang hamil~" ucapan Dodi terhenti saat aku menyelanya dengan kasar

PRANGGG

"AKU TIDAK PEDULI! JANGAN SOK PERHATIAN PADANYA" teriak ku dan melempar gelas di tangan ku ke lantai.

"Maaf bukannya perhatian tapi~"

"PERGI SEKARANG ATAU KAMU YANG KU MUTILASI" ancam ku dengan menggebrak meja yang membuat nya terkejut

Dodi kemudian mengangguk lalu menunduk dan segera pergi dari hadapan ku.

"Ck! Kurang ajar" sinis ku

Aku kembali duduk dan mengambil pisau belati dari dalam laci lalu melemparnya dan tepat mengenai wajah Nasyah.

"Aku tidak sabar melukis di pipi mu Nasyah" gumam ku sambil tersenyum simpul.

Pintu ruangan terdengar di ketuk dari luar dan aku segera menyahut. Pintu terbuka menampilkan bawahan ku yang tergesa-gesa.

"Apa yang membuat mu tergesa-gesa seperti itu?" Tanya ku penasaran

"Tuan Muda" jawab nya singkat sambil mengatur nafasnya

Sebelah alis ku terangkat "Ada apa dengan Rafael?"

"Tuan muda jatuh dari tangga" tutur nya

Aku membulatkan mataku dan berlari dari ruangan pribadi mencari keberadaan Rafael.

Jujur saja, aku tidak ingin terjadi apapun terhadap anak satu-satuku itu. Hanya Rafael yang selalu ada menemani ku dalam keadaan terpuruk seperti ini.

Ku percepat langkah ku saat melihat Rafael yang tak sadar diri.

"KENAPA KALIAN LIHAT SAJA? SIAP KAN MOBIL CEPAT" bentak ku pada bodyguard dan beberapa maid lainnya yang cengo menatap ku menggendong Rafael.

Di perjalanan, aku tak henti-hentinya merapalkan doa yang di iringi air mata. Berharap agar tidak ada cidera serius, darah terus mengalir dari pelipisnya membuat aku terus bertambah khawatir.

"Ck! Kamu bisa bawa mobil nggak sih?! Lambat banget" ucap ku sedikit membentak

Pria paruh yang berprofesi sebagai supir itu terkejut lalu mengangguk.

"Iya nyonya" jawabnya

Kecepatan mobil melaju di atas rata-rata, kepala ku menunduk menatap wajah mungil Rafael yang pucat. Ini semua gara-gara aku yang lalai memperhatikan nya karena pikiran yang di penuhi rencana untuk merebut Khanza kembali sehingga tak sempat memperhatikan putra ku.

"Bagaimana bisa Rafael seperti ini?" Tanya ku pada baby sitter Rafael yang duduk di jok depan.

"Maaf Bu, sekali saya minta maaf. Tadi saya tinggalkan Rafa di tangga karena saya kelupaan tas nya di kamar" balas Sia. Baby sitter Rafael

"Bodoh" desis ku

Sia meringis mendengar umpatan ku dan tak mampu menatap ku.

"Ada lift kenapa harus menuruni tangga, dan saya sudah peringatkan kamu agar tidak membawa Rafa di tangga. Sialan memang" mataku merah menatap Sia yang menunduk takut

"Jadi kalau sudah begini, kamu mau tanggung jawab?"

Sia kembali menoleh "Maaf Bu, saya juga telah menyesal dan berjanji tidak akan pernah mengulanginya"

"Sialan! Aku tidak butuh maaf mu. Jika Rafa kenapa-kenapa, kamu yang akan menjadi sasaran ku" ancam ku.

Sia melotot dan menggeleng ketakutan "Bu, saya minta~"

"Diam!" Sarkas ku menyela ucapan nya

Tidak ada percakapan lagi dalam mobil, semuanya diam sedangkan aku mendumel dengan nada yang hampir tidak terdengar.

Di rumah sakit, Rafa masuk ke dalam ruang IGD karena darah yang sedari tadi mengalir.

Aku menyandarkan punggungku di tembok samping pintu sambil membaca doa dalam hati agar Rafa tidak terlalu parah.

Sia sedari tadi menatap ku dengan iba, dirinya menawarkan untuk duduk di sampingnya namun aku menolaknya mentah-mentah dan menitipkan Rafa sebentar.

Kulangkahkan kaki ku pergi ke taman Rumah sakit untuk sekedar meredakan emosi dan stres yang kini menjadi satu di kepala ku.

Menangis? Rasanya sia-sia saja. Terlalu memikirkan pria hingga putra ku sendiri ku abaikan. Ibu macam apa aku ini.

Mata ku menyipit saat melihat sepasang kekasih yang berjalan tak jauh dari ku. Emosi ku kembali mengusaiku saat mata ku menatap jelas seseorang di sebrang sana.

"Cek kandungan ternyata. Kurang ngajar, lihat saja aku akan tetap meneror kalian"

"Anjing Lo!" Umpat ku dan pergi dari sana

Aku menyusuri koridor rumah sakit, banyak pasang mata yang menatap ku. Mulai dari tatapan biasa hingga sinis, mungkin dari gaya fashionable ku yang terbuka.

Tidak peduli, aku hanya menganggap nya angin lalu. Saat sampai di depan ruang Rafa, Sia tidak ada di sana dan aku langsung masuk ke ruangan Rafa. Disana Sia duduk di samping brankar Rafa yang terpejam seakan sulit untuk terbuka.

"Pulanglah, dan siap kan malam untuk ku" Ujar ku yang di angguki oleh Sia

"Baik Bu"

Setelah Sia keluar, aku membawa diriku ke kursi dan duduk sambil mengelus kepala Rafa yang di perban.

"I am sorry my son" gumam ku

Tak sadar, air mata mulai tergenang dan menetes satu persatu ke pipi.

Tapi ada yang lebih sakit dari pada melihat Rafa terbaring seperti ini. Keluarga ku tidak ada satupun yang datang untuk sekedar melihat Rafael.

Perih banget! Namun aku tetap kuat untuk Rafa, aku tidak boleh terlihat lemah di depan putra ku.

Ku rebahkan kepalaku di samping Rafa sambil memeluk nya dan tak lupa Isak yang mengiringi malam ini.




My Baby Aira [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang