Bab 3. (D) Ada apa dengan Aulia? (Selesai)

829 1K 37
                                    


Masih di hari yang sama-Senin, 4 Februari 2013-Pukul 12.37 WIB-di rumah Aulia.




Kini sepulang sekolah, kami berada di rumah Aulia yang memang rumahnya megah, di daerah Baleendah-jaraknya lumayan dekat dengan rumah sakit. Kami di sini untuk membahas kejadian tadi di kantin sekolah. Aulia menceritakan kejadian tersebut kepadaku dan Desi. Ternyata lelaki yang mengancam Aulia itu bilang bahwa dia akan menghabisi setiap lelaki yang dekat dengannya. Karena ia tidak mau ada lelaki lain yang memiliki gadis itu selain dirinya. Oleh sebab itu, Aulia ketakutan dan resah dari tadi.


"Jadi begitu Des, Ri. Dari tadi aku mikirin itu. Sebenernya yang aku khawatirkan adalah Kak Tegar, karena satu-satunya cowok yang paling deket dan akrab sama aku itu ya cuma dia. Kamu tahu itu kan, Des. Kamu juga tahu, si Gino itu suka jahatin Kak Tegar, kan?" Aulia menghela dan mengembuskan napas sembari memegang kepalanya, dia tampak gelisah.




"Bener, Ya. Ancaman si Gino itu emang gak bisa disepelein, pasti dia gak main-main sama ancamannya itu. Heuh, aku heran deh, kenapa sih cowok itu gak pernah nyerah? Selalu ... aja ngejar-ngejar kamu mulu padahal udah ditolak beberapa kali. Ih, kalau aku jadi dia sih pasti malu banget, apalagi tingkah memalukannya itu selalu dilihatin sama banyak orang, tuh. Emang yes tuh cowok udah putus urat malunya kali, yes. Harga dirinya udah didiskon besar-besaran kali, tuh. Heuh, sebeul aku," Desi bernada kesal, lalu menghela dan mengembuskan napas, "terus yang parah banget itu dia and the gank suka bully Kak Tegar. Nah, yang aku takutin mereka akan bully Kak Tegar lagi dengan lebih sadis, pasti itu kan yang kamu takutin, Ya?"




"Bener gitu, Des. Ri, ya asal kamu tahu, si Gino itu jahat banget sama Kak Tegar. Dia gak pernah kapok, padahal udah dikonseling sama guru BK beberapa kali, tapi tetep ngelakuin pem-bully-an terus. Sampe akhirnya dia hampir aja dikeluarin dari sekolah. Ya, hampir. Karena apa? Karena ..." Dialog Aulia ini terpotong.




"Karena Kak Tegar malah membela si Gino, dia malah maafin si Gino dan mencegah pak kepsek buat gak ngeluarin si Gino dari sekolah, coba. Nah, itu yang aku gak ngerti sama jalan pikirannya Kak Tegar." Desi melanjutkan dialog Aulia.




"Emang Kak Tegar itu terlalu baik. Dia bersikap begitu karena ingin ngasih kesempatan sama Gino buat berubah menjadi orang yang baik. Bahkan Gino sempet berjanji gak akan mengulangi kesalahannya lagi dan mau bertobat. Eh, tapi ternyata itu cuma tipu muslihatnya, nyatanya dia sekarang malah semakin gila zalimnya. Hemmm, sial," Aulia menggebrak meja dengan penuh emosi, "kalau aja ya, ancaman tadi direkam, pasti aku sekarang udah punya bukti yang nyata untuk dilaporkan ke pak kepsek, biar dia bener-bener dikeluarin dari sekolah."




Oh, ya. Aku baru inget kejadian yang waktu Kak Tegar dikeroyok di taman belakang sekolah itu. Hemmm, jadi begitu ya alasannya Kak Tegar. Ya, aku ngerti sekarang.




"Iya, aku mau ngomong sesuatu sama kamu," kataku secara refleks.




"Mau ngomong sesuatu apa, Ri?" tanya Aulia.




Eh, oh iya ya. Aku kan udah janji sama Kak Tegar, bahwa aku gak akan menceritakan soal itu sama siapa pun, khususnya sama Iya. Eh, tapi ... ini kan demi kebaikan Kak Tegarnya sendiri, biar dia gak dizalimi terus sama Gino. Eh, tapi aku juga gak punya bukti nyata, kalau aku katakan hal ini sama Aulia dan Desi, maka mereka pun cuma sekadar tahu, tapi mereka juga gak bisa melaporkannya kalau tanpa bukti yang real. Ya, kalau begitu sama aja, dong.




"Ri, kok kamu malah bengong, sih? Katanya mau ngomong sesuatu?" desak Aulia.


Eh, aduh ... gimana nih. Ceritain gak, ya? Kalau diceritain yang sejujurnya, berarti aku ngingkarin janji, dong. (Aku menggigit bibir)




"Eu ... gini, Ya. Emang, motifnya apa Gino itu jahatin Kak Tegar terus? Apakah cuma gara-gara cemburu?" tanyaku dengan bingung.




"Sebenernya bukan cuma itu, karena Gino selalu kalah dalam kompetisi, sedangkan Kak Tegar selalu menang. Nah, karena dia selalu kalah saing sama Kak Tegar, maka hatinya diselimuti rasa iri dan dendam, serta rasa cemburu yang gak logis."




Hah, rasa cemburu yang gak logis? Apa maksud Aulia, ya.




"Tapi, kamu beneran punya perasaan lebih kan sama Kak Tegar? Selama ini aku lihat kamu memperlakukan Kak Tegar itu gak biasa, Ya. Perhatian kamu ke Kak Tegar itu, seolah-olah menyiratkan rasa cinta dan sayang gitu, Ya. Tapi, bukan berarti aku ikut-ikutan sama asumsinya si Gino, yes. Karena aku berpendapat gitu berdasarkan dari penalaranku sendiri," pendapat Desi yang menurutku logis, karena aku juga berpikiran demikian.




Aulia fokus mendengar pendapat Desi tersebut, lalu ia tersenyum kemudian bilang, "Jadi gini, Des. Orang-orang bebas berpikir atau berasumsi apa pun tentang aku. Tapi, aku juga berhak membenarkan atau tidak membenarkan asumsi mereka, dan mereka juga berhak percaya atau gak percaya dengan alasanku. Yang penting aku udah mengklarifikasi dengan jujur. Ya, udah. Setelah itu terserah mereka mau percaya atau nggak," jawaban Aulia.




"Maaf, Ya. Kalau aku lancang nanya gini. Hemmm, emang hubungan Iya sama Kak Tegar itu apa, sih? Kalau emang sebatas sahabat, Desi sama Fit juga gak segitunya, padahal mereka juga sama sahabatnya Kak Tegar. Tapi, mereka biasa-biasa aja terhadap Kak Tegar." Pertanyaanku yang memang jarang dilontarkan. Karena itu impulsif, sebab dari awal mengenal Aulia, aku sudah dibuat penasaran dengan perasaannya terhadap Tegar.




Desi pun mengomentari tindakanku itu. "Pertanyaan yang good. Nah, gitu dong, Ri. Nanya yes, jangan diem mulu," Desi menyenggol lenganku dengan tersenyum.




Aulia pun tersenyum dan menjawab, "Ri, aku dan Kak Tegar itu punya hubungan cuma sebatas sahabat, gak lebih dari itu. Bahkan kita itu udah bersahabat dari SMP," jelas Aulia.




"Bersahabat dari SMP?" tanyaku heran.




"Ya, jadi gini, Ri. Aku dan Kak Tegar itu udah bersahabat sejak SMP, dia itu udah jadi kakak kelasku dari SMP, makanya sampe sekarang jadi akrab, kan." Aulia minum dulu lalu melanjutkan, "terus dikira orang, kita ada hubungan spesial atau hubungan sepasang kekasihlah istilahnya, padahal itu gak bener. Ya, emang aku perhatian sama dia karena aku udah nganggap dia seperti kakak kandungku sendiri, dan dia juga sama kok udah nganggap aku adik kandungnya. Kita udah bersepakat akan terus berada di jalur persahabatan dan tidak akan keluar dari jalur itu, kalaupun keluar dari jalur persahabatan, ya kemungkinan besar kita bisa masuk ke jalur persaudaraan, persaudaraan sesama muslim. Ya, sebenernya motivasi kita sama yaitu mau fokus ke pendidikan dulu tanpa melirik yang namanya percintaan atau pacar-pacaranlah, ya paling bisa persahabatan dan persaudaraan itu, dan sampe sekarang pun kita tetep memegang komitmen itu, kok."




"Oh, gitu," kataku.




"Tapi, Ya. Masa kamu gak bisa jatuh cinta sih sama Kak Tegar. Secara yes, cewek mana coba yang gak jatuh cinta sama Kak Tegar, cowok yang saleh, baik, sabar, pinter, tajir, terus jago bela diri, lagi. Cowok yang nyaris perfect gitu, Ya. Jarang banget tahu, sulit nemuinnya, itu pria idaman seluruh wanita, tahu. Terus lagian kan kamu dan Kak Tegar itu udah kenal lama dan pastinya kemistri antara kalian itu udah dapet, gitu. Terus kalian itu ada kesamaan. Kak Tegar pinter, kamu juga pinter, Ya. Terus Kak Tegar ganteng, dan kamu cantik, Ya. So, kalian itu cocok. Nih, kalau boleh jujur, yes. Sikapku terhadap Kak Tegar itu emang biasa aja, yes gak seperhatian Iya terhadap Kak Tegar. Tapi, Ri. Sebenernya aku juga jatuh cinta sama Kak Tegar, yes jujur aja we aku mah. Rasanya cuma wanita yang bodoh yang gak suka dan jatuh cinta sama pria yang hight quality kayak Kak Tegar, deh." Desi begitu blak-blakan.




"Desi ... kita gak boleh mencintai cowok lain yang bukan suami kita. Kalau cuma sekadar suka atau kagum sama seorang cowok sih ya boleh-boleh aja, ya. Tapi ... usahakan jangan terlalu diambil hati. Kalau kita mengagumi seseorang, maka yang harus kita tahu bukan cuma kelebihannya aja, tapi juga kita harus tahu kekurangannya, biar kita menyadari bahwa setiap orang itu memiliki cela, jadi jangan terlalu mengaguminya, gitu. Terus jatuh cinta juga boleh, tapi memendam cinta lebih baik daripada mengungkapkan perasaan cinta pada cowok yang belum tentu dia jodoh kita," jawaban Aulia ini membuat aku dan Desi tidak bisa menyangkal lagi.



Cahaya untuk Tegar (SEASON 2) - TAMAT ✔️ | BELUM TERBIT.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang