Bab 18. (A) Cinta Tanpa Karena

411 510 8
                                    


Sabtu, 16 Mei 2015-di Kediaman Tegar-di Ruang Tamu-Pukul 10.48 WIB.

Saat ini aku baru tiba di kediaman Tegar. Sebelumnya pada kemarin malam aku sudah mengatakan rencana kedatanganku ini pada Tegar lewat chat whatsapp. Aku bilang padanya bahwa aku mau menjenguknya lagi, dan memang baru kemarin dia pulang dari rumah sakit. Dia pun mengizinkan, karena kebetulan ia dan ibunya juga mau berbicara suatu hal yang penting padaku, seketika itu aku jadi penasaran, sekarang pun masih penasaran.

Begitu sampai, Ibu Nenden menyambutku dengan ramah. Beliau sengaja menunggu kedatanganku di halaman rumahnya karena sudah mengetahui akan kedatanganku dari anaknya. Tegar belum bisa menyambutku karena lagi menerima tamu seorang terapis yang sedang menerapi kakinya yang cedera itu di kamarnya.

Begitu masuk rumahnya, seperti biasa aku mengucapkan salam, walaupun barusan aku sudah mengucapkan salam pada Ibu Nenden. Namun, kali ini yang jawab salamku bukan cuma Ibu Nenden, tapi juga Andra. Tentu aku tak menyangka dengan keberadaan Andra di sini.

"Andra, kamu ada di sini juga?" Tanyaku dengan tatapan heran pada Andra.

"Atuh heu'euh, Ri. Kan aku yang bawa tukang terapis itu ke sini," jawab Andra lalu cengengesan.

"Oh, gitu," ucapku sambil mengangguk-angguk.

"Sok mangga, duduk dulu atuh, Neng. Ibu mau ke dapur dulu ya mau pindahin masakanmu ini," ucap Ibu Nenden sambil melirik rantang yang dijinjingnya, "terus Ibu mau nyiapin makanan ringan juga untuk disuguhkan ke kamu. Tunggu, ya."

"Hatur nuhun, Bu. Atuh meuni gak usah repot-repot."

"Gak papa atuh, Neng. Gak merepotkan sama sekali, kok. Tunggu, ya." Ibu Nenden sambil tersenyum.

Aku pun mengangguk. Lalu Ibu Nenden beranjak ke dapur.

Kemudian aku duduk di kursi ruang tamu itu-posisinya berseberangan dengan posisi duduk Andra.

Andra menyeruput kopi, setelah itu berkata. "Cie ... masakin buat cami dan camer, nih. Baru pertama kali ya, Ri?"

"Iya, Dra. Tapi, masakan aku kayaknya gak seenak masakan kamu, deh. Apalagi kamu sering masakin buat mereka, kan?"

"Sebenernya gak sering juga, sih. Ya, yang sering masakin buat Tegar mah ya ibunya-lah, Ri. Aku mah kadang-kadang aja. Malah sekarang mah aku lagi males masak. Jadi, tadi niatnya mau numpang makan siang di sini, makan pasakannya Wa Nenden. Ya, maklumlah, Ri. Karena, secara logika, hubungan aku sama Tegar dan Wa Nenden itu udah kayak keluarga, jadi aku gak merasa malu dan canggung lagi, deh sama mereka." Andra lalu cengengesan.

"Oh, oke," ucapku sambil mengangguk-angguk, "kalau gitu nanti kamu juga boleh makan masakan aku, ya."

Andra semringah. "Atuh heu'euh, dengan senang hati atuh, Ri. Malah sekarang aku teh udah niat banget pengen makan masakan kamu. Emang lauknya apa aja, tah?"

"Lihat aja nanti. Suprise, dong," aku lalu tertawa sebentar, terus melanjutkan, "Oh ya, Dra. Kak Tegar kan sekarang lagi diterapi kaki yang cederanya, emang itu udah berapa lama, ya?"

"Udah lumayan lama, sih. Tapi, gak tahu deh kelarnya kapan. Ya, kita tunggu aja. Kenapa, Ri? Udah gak tahan, ya? Cie ...!"

Aku mengernyit. "Hah, gak tahan apanya?"

"Gak tahan menahan rindunya. Gak kuat kan kangen banget sama si KangLur? Cie .... adeuh ...!" Andra dengan nada menggoda.

Kalau udah cinta dan sayang mah pasti sepaketlah sama rindu atau kangen. Gak usah ditanya lagi. Kamu juga merasa gitu kan sama Fit, Dra.

Cahaya untuk Tegar (SEASON 2) - TAMAT ✔️ | BELUM TERBIT.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang