Bab 7. (B) Akhir Kisah Putih Abu-abu

709 948 24
                                    

Selasa, 20 Mei 2014-di Sekolah.

Sudah satu tahun berlalu aku bersekolah di SMAN ini, rasanya begitu cepat. Masa SMA-ku akan segera berakhir. Rasanya masih tak menyangka, aku bisa melangkah sejauh ini. Kilas balik, awalnya sebelum pindah sekolah ke SMAN Cahaya Asa ini, aku merasa sedih karena dipaksa pindah sekolah oleh orang tua, memang dulu rasanya berat banget meninggalkan sekolah yang lama, walaupun di sana tidak punya teman yang akrab. Awalnya aku takut tidak punya teman juga jika bersekolah di SMA yang baru. Tapi, kenyataannya malah sebaliknya, aku justru bukan hanya langsung dapat teman, melainkan sahabat. Ketiga sahabat yang baik, walaupun karakter kami sangat berlawanan, tapi kami bisa saling melengkapi satu sama lain.

Baiklah, ke cerita sekarang. Hari ini adalah jadwal pengumuman kelulusan ujian nasional tahun 2014 untuk tingkat SMA/SMK/MA. Tepat pada pukul 08.07 WIB, kini kami (para siswa) jurusan IPA, IPS, dan bahasa sedang berdiri berbaris di lapangan sekolah untuk menunggu pengumuman kelulusan UN.

Aku benar-benar tegang hari ini, tapi ketegangan dan ketakutan ini bukan berarti penyakit psikologisku kambuh lagi, tidak! Tapi, ini wajar saja kan karena dulu aku pernah mengalami kegagalan dalam pendidikan yaitu pernah tidak naik kelas sedari SMP kelas tujuh. Sekarang di penghujung SMA, aku takut tidak lulus, terlebih nilai-nilai raporku mulai dari semester 1 sampai dengan semester 5 tidak begitu bagus, bahkan di semester terakhir ini ada suatu pelajaran yang nilainya di bawah standar atau di bawah nilai KKM.

Duh ... gimana, ya. Kelulusan UN kan yang menentukan kelulusan sekolah, berarti kalau gak lulus UN, otomatis gak lulus sekolah juga, dong. Duh ... kalau aku beneran gak lulus, mau taro di mana mukaku? Pasti itu lebih memalukan daripada gak naik kelas kala di SMP itu. Duh ... gimana, ya? (Aku sambil menggigit bibir).

"Ri, jangan nervous, dong. Tenang aja. Lagian semuanya bakalan lulus, kok. Yakin, deh," ucap Desi, posisinya di dekatku sebelah kanan, sementara Aulia di sebelah kiri, berarti posisiku di tengah. Kami berempat berada di barisan pertama.

Sedangkan Fitriani di sebelah kanan dekat Desi. Lalu dia bilang, "Iya, Ri. Jangan takut gak lulus. Lagian ya, jarang kok ada kasus siswa dan siswi yang gak lulus. Paling yang gak lulus mah yang gak ikut ujian. Kalau kamu kan selalu ikut ujian. Ikut ujian sekolah maupun yang ujian nasional, kan."

"Tenang, Ri. Semuanya akan baik-baik aja kok, ya. Jangan dibawa pikiran." Aulia sambil menyentuh pundakku.

Kalau kamu sih bisa tenang, Ya. Karena kamu emang siswi langganan yang suka mendapatkan nilai tertinggi. Bahkan bukan orang-orang di kelas kita aja, orang-orang di kelas yang lain yang beda jurusan juga udah pada yakin dan berasumsi bahwa kamulah yang akan menjadi siswi lulusan terbaik di sekolah ini dalam jurusan IPS.

Sekarang Pak Hudaya-bapak kepala sekolah berpidato dengan menggunakan mikrofon. Intinya begini, "... Anak-anak sekalian, baru tahun ini penentuan kelulusan bikin pusing banget. Maka yang berhasil bersyukur, yang tidak berhasil bersyukur juga. Memang, Anak-anak. Bapak katakan, yang menentukan kelulusan adalah berdasarkan hasil rapat guru, tetapi dengan kriteria ketentuan yang telah ditetapkan oleh kementerian pendidikan. Jadi, apa pun yang kamu lakukan ya kamulah yang menikmatinya. Namun, sekali lagi, apa pun hasilnya, jangan menyalahkan sekolah. Jangan galau dan jangan marah-marah, apalagi merasa putus asa karena frustrasi, dia jadi menangis melulu tidak mau lagi melakukan aktivitasnya. Terus yang lebih parahnya, dia sampai tidak mau sekolah lagi, malah mengasingkan diri dari lingkungannya dan menjauhi teman-temannya, lantaran merasa malu banget karena tidak lulus sekolah. Lah, apaan begitu? Memangnya itu bisa menyelesaikan masalah? Tentu tidak. Jadi, jangan begitu, jangan meratapi kegagalan, itu tidak ada gunanya sama sekali. Misalnya, kamu mengalami kegagalan dalam suatu hal, nah semenjak itu apakah ada orang yang melarang kamu untuk berusaha meraih keberhasilan lagi? Ya, tidak. Karena mereka tidak berhak melarang kamu begitu. Lalu ada pun orang-orang yang mengejek atas kegagalan kamu, dan kalau begitu bagaimana cara kamu menyikapinya? Ya, anggaplah ejekan atau yang istilahnya zaman sekarang itu apa? Bully, ya. Ya, anggaplah itu sebagai shock therapy. Maka anggaplah itu sebagai shock?" pak kepsek mengajak para siswa untuk menimbrung ucapannya tersebut.

Cahaya untuk Tegar (SEASON 2) - TAMAT ✔️ | BELUM TERBIT.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang