Bab 21. (D) Kenapa Harus Ada Penyakit di Antara Kita?

414 508 0
                                    


Kamis, 24 Agustus 2017-di Kamar Kami-Pukul 19.39 WIB.


Kini kehamilanku telah berusia 6 bulan lebih. Dan di malam ini, sudah ke-sekian kalinya aku menyaksikan Tegar kesakitan. Dari tadi suamiku itu mimisan dan darahnya sampai sekarang pun belum berhenti menetes. Memang sudah biasa beliau mengalami mimisan dari dulu juga, tapi kalau dulu jarang mimisan, tapi belakangan ini hampir setiap hari mimisan, apalagi selagi beliau meriset bahan-bahan itu, mungkin terlalu pusing berpikir dan bisa saja karena beliau terlalu sering kelelahan. Dan baru saja, beliau mimisan lagi setelah pulang dari masjid untuk mengimami salat isya, pulangnya diantarkan oleh dua orang jemaah salat, karena suamiku merasa lemas dan pusing, juga sempat muntah,sehingga butuh dua orang untuk memapahnya. Padahal dari kemarin-kemarin aku sudah mengajak suami untuk periksa ke dokter lagi, tapi beliau enggan karena takutnya akan dirawat lagi di rumah sakit kalau belum tiba jadwal medisnya, alasannya karena beliau sangat sibuk kalau harus dirawat di rumah sakit selama berhari-hari sebelum jadwal medisnya, maka itu bisa membuang-buang waktunya, karena beliau sangat berambisi mengerjakan penelitiannya dan ingin cepat menyelesaikannya. Jadi, setiap mimisan dan kesakitan itu, beliau hanya bisa meminum obat-obatannya seperti biasa.


Sekarang kami sedang duduk dengan posisi bersampingan di sofa dekat jendela kamar, tapi jendelanya tertutup.

Aku sedang membantunyauntuk menghentikan pendarahan di hidungnya, dengan cara menempelkan es batu yang dibungkus dengan kain bersih di tengkuk dan lehernya dengan tangan kiriku-ini gunanya untuk membekukan darah supaya pendarahannya berhenti.Sementara tangankananku merangkul tubuhnya dan menahannya supaya tidak jatuh, karena tubuhnya sangat lemas, lalu kucondongkan tubuhnya ke depan supaya darah yang keluar dari hidung tidak masuk ke tenggorokan. Sedangkan Tegar memencet rongga hidung dengan tangan kanannya. Terlebih darahnya keluar cukup banyak, sehingga ditampung dulu di suatu wadah di bawah sofa. Nah, itulah pertolongan pertama yang biasa dilakukan di setiap kali beliau mimisan. Tapi, sekarang, mimisannya sudah lebih dari 15 menit, namun pendarahannya masih belum berhenti, lalu aku menyumbat rongga hidungnya dengan kain kasa agar menghasilkan tekanan pada area pembuluh darah. Setelah itu aku menempelkan kain es batu tadi ke batang hidungnya sambil kulihat matanya nanar serta meremmelekdan mengerutkankening, wajahnya sangat pucat, serta tangan kirinya yang memar pun mengepal tasbih sambil berucap takbir.


Aku menangis tersedu-sedu karena merasa iba dan tidak tega melihatnya begitu terus, apalagi ketika melihat banyak darahnya di wadah itu. Tapi, walau Tegar sedang merem, ternyata beliau mendengar isak tangisku.


"Aku nggak papa kok, Sayang. Tolong, kamu jangan nangis, ya!" ucapnya serak dengan nada kesakitan.


"Nggak papa gimana? Kamu lagi kesakitan gitu, darahnya gak berhenti keluar. Gimana aku gak sedih? Sayang, aku mohon, kamu mau atuh ya dibawa ke rumah sakit. Kalau emang harus dirawat, ya nggak papa atuh. Kayaknya kamu emang harus ditransfusi darah sekarang juga, karena belakangan ini kamu sering pendarahan dan banyak mengeluarkan darah," ucapku dengan nada sedih dan dengan disertai deraian air mata.


"Kalau sekarang belum saatnya. Udah, deh. Sekarang kamu bawa aku ke kasur, ya. Seluruh badanku sakit semua, nih," ucapnya serak dengan nada kesakitan.


Kemudian aku meletakkan es batu yang dibungkus kain tadi di suatu wadah di atas meja samping sofa di sebelahku dan juga membuang darahnya itu ke wastafel, setelah itu mengambil air hangat untuk mengompres. Lalu aku memapahnya ke kasur dengan aku mengikuti langkahnya yang lemah secara pelan-pelan, terlebih aku juga merasa keberatan dengan perutku yang kian membesar. Setelah di kasur, tampaknya Tegar sudah bisa duduk tegak, meski seluruh badannya sakit. Aku lalu mengambil kasa yang baru untuk menggantikan kasa yang sudah berlumuran darah di hidungnya. Dan setelah kasa tersebut dicopot, Alhamdulillah, kini pendarahannya sudah berhenti dan kurasa pertolongan pertama dan obat-obatan yang diminumnya tadi sudah membuahkan hasil, ya setidaknya sudah menghentikanpendarahannya, meskipun masih sakit di sekujur badannya walaupun sudah minum obat pereda nyeri. Jadi, aku tinggal membersihkan sisa-sisa pendarahannya saja dengan kasa baru itu.

Cahaya untuk Tegar (SEASON 2) - TAMAT ✔️ | BELUM TERBIT.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang