Bab 11. (A) Kabar Duka di Pagi Hari

631 899 5
                                    


Minggu, 21 Desember 2014-Pukul 06.33 WIB-di Ruang Tamu.

Pagi ini, aku meraba kursi ini yang kemarin didudukinya. Sebetulnya tidak ada yang istimewa, tapi memicu sebersit rasa yang abstrak. Lihatlah! Bercak darahnya masih membekas di kursi—itulah jejak yang memilukan.

Hah, memilukan? Masa iya aku sedih gara-gara melihat noda merah ini. Duh ... mellow banget aku. (Aku tepuk jidat).

Jujur, aku sungguh tidak tahu makna perasaan ini. Terlalu rumpil diungkapkan dengan kata-kata. Otakku berat memikirkannya.
Tiba-tiba ponselku berbunyi, lalu aku mengangkatnya.

Hah, Kak Tegar lagi? Kok bisa, ya. Dia selalu telepon aku pas saat aku lagi memikirkannya.

Kemudian aku menjawab teleponnya. Seperti biasa, dia mengucapkan salam dahulu, lalu aku menjawab salamnya. Tapi, kali ini suaranya terasa beda, nadanya pilu.

"Aku mau ngasih tahu kamu, Nur. Bahwa ...," dialognya terhenti. Aku mendengar dia terisak.

"Bahwa, bahwa apa, Kak? Kakak kenapa, sih? Kok kayak habis nangis gitu?" sontak aku jadi merasa khawatir lagi sama dia.

"Ma-Ma Nini meninggal, Nur," nadanya pilu dan lirih.

Otomatis aku terperangah. "Apa! Nenek Asih meninggal? Inna lillahi wa inna ilaihi raji'un." Aku sontak berdiri begitu mendengarnya.

"Kalau kamu berkenan, kamu datang ke sini, ya. Biar gimanapun, Ma Nini pernah kenal dan deket sama kamu."

"I-iya, Kak, iya. In Syaa Allah, aku akan ke sana sekarang juga."

"Makasih. Ya, udah. Assalamualaikum?"

"Waalaikumussalam."

Lalu teleponnya terputus.

Setelah aku selesai mengganti pakaian, lalu membawa tas kecil untuk segera berangkat.

"Aku ke sananya sama Bibi kali, ya. Oh, iya ya. Aku lupa, sekarang kan Bibi ada di rumah mertuanya yang lagi hajatan, terus pulangnya nanti malam. Ya, udah deh, aku pergi sendiri aja, biar pintunya digembok."

Setelah menggembok pintu, lalu aku berangkat.

Cahaya untuk Tegar (SEASON 2) - TAMAT ✔️ | BELUM TERBIT.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang