Bab 14. (C) Kejadian Pada Siang Hari (Selesai)

614 875 26
                                    


Pukul 12.17 WIB-Masih di Rumah Aulia.

Kami sudah asyik mengobrol panjang sampai berhenti pada saat azan zuhur, setelah itu kami salat zuhur berjamaah dulu di suatu ruang di rumah ini, yang menjadi imamnya adalah papahnya Aulia. Kini pukul 12.17 WIB setelah salat zuhur, kami berada di ruang makan. Sebenarnya acara reuni ini bukan cuma mengobrol saja, tapi kami juga akan makan siang. Semua makanannya baru saja selesai dimasak oleh seorang pembantu rumah tangga, namun dia tidak sempat mengantarkan masakannya ke meja makan, karena mamahnya Aulia terburu menyuruhnya untuk belanja ke super market.

" ... jadi, Iya bantu Mamah, yuk buat bawa semua hidangannya ke sini!" perintah mamahnya Aulia pada anaknya.

Posisi kami sedang duduk di kursi-meja makan. Aulia sedang asyik bermain ponsel.

"Ah, males banget, Mah ... lagian Mamah kenapa, sih pake nyuruh Bu Eem ke supermarket, padahal biarin aja dulu dia bawa masakannya ke sini." Aulia dengan nada manja. Mamahnya pun menggeleng dan mengembuskan napas kuat, tampaknya beliau merasa jengkel.

Fitriani menggeleng. "Iya ... Iya, ternyata dari dulu kamu gak berubah, ya. Malesnya naudzubillah, ih."

Sedangkan Aulia tidak menghiraukan perkataan Fitriani itu. Dia malah fokus pada ponselnya.

Aku baru tahu, ternyata Iya begitu orangnya. Duh ... aku jadi gak tega, deh lihat mamahnya diperlakukan begitu sama Iya.

"Hemmm, Tante. Gimana kalau saya aja yang bantuin." Aku refleks mengatakan itu.

"Nah, bener tuh, Tante. Biar kita yang bantuin aja." Fitriani antusias.

"Tidak usah repot-repot, Anak-anak," jawab papahnya Aulia sambil tersenyum. Tiba-tiba papahnya Aulia membawa nampan berisi makanan berupa sayuran dan daging. Beliau lalu meletakkannya di meja, kemudian balik lagi ke dapur.

"Biar Om sama Tante aja yang bawa hidangannya, ya. Kalian mah duduk aja di sini." Mamahnya Aulia sambil tersenyum.

"Tapi, itu kan banyak, Tante," tutur Desi.

Mamahnya Aulia tersenyum. "Udah gak usah. Kita berdua bisa menanganinya, kok. Lagian cuma bawa hidangan dari dapur doang, gak jauh kok." Lalu mamahnya Aulia beranjak ke dapur.

Setelah semua hidangan tersedia di meja, papahnya Aulia berbisik pada anak gadisnya itu, kemudian Aulia menjawab, "Bentar lagi, Pah." Dengan nada yang pelan, tapi terdengar jelas.

Setelah itu tiba-tiba bel rumah berbunyi.

"Heum, biar Iya aja, Mah yang buka pintunya."

Mamahnya pun mengangguk.

Aulia langsung beranjak dengan wajah semringah dan tampak semangat.

Tak lama kemudian ada beberapa orang yang mengucapkan salam. Kemudian kami menjawab salamnya, dan ternyata dugaanku benar, bahwa yang datang itu adalah ...

Wajahku seketika berseri-seri-Kak Tegar. Haaa ... aku seneng banget dia ada di sini. (Aku tersenyum ceria yang begitu ekspresif). Tapi, langsung kukerutkan senyumku itu, karena takut mereka melihatku dan bertanya-tanya kenapa aku bisa tersenyum seceria ini.

Lalu mamahnya Aulia menyalami Ibu Nenden dan berbasa-basi begitu, lalu aku dan yang lainnya menyalami Ibu Nenden juga. Sikap Ibu Nenden padaku memang begitu manis, aku pun tambah senang.

Setelah menyapa ibunya Tegar dan berbasa-basi dengannya. Lalu dokter Imron beralih ke Tegar. "Ahlanwasahlan. Kaifahaluka, Tegar? Sehat, heum?" Mereka berdua lalu bersalaman dan berpelukan khas pria.

Cahaya untuk Tegar (SEASON 2) - TAMAT ✔️ | BELUM TERBIT.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang