Bab 5. (C) Lekas Sembuh, Tegar (Selesai)

772 1K 23
                                    


30 Maret Sekitar Pukul 12:17 WIB-di RSUD Kecamatan Baleendah, Kabupaten Bandung-di Ruang ICU.

Setelah pulang sekolah, aku, Aulia, Desi, dan Fitriani membesuk Tegar lagi. Tegar masih berada di ruang ICU, ternyata dia masih membutuhkan perawatan yang ketat, masih belum melewati masa kritisnya, tapi pengunjung sudah diizinkan membesuk pasien. Tapi, setiap kunjungan berdurasi 5 menit dan maksimal harus dua orang yang masuk ruang tersebut, tidak boleh lebih.

Sekarang kami sedang duduk di bangku luar ruang ICU, menunggu kunjungan ibunya Tegar dan pamannya.

"Aku bener-bener gak habis pikir, deh. Kenapa yes hidupnya Kak Tegar itu gak pernah lepas dari rumah sakit, gitu. Selalu ... aja bentar-bentar masuk rumah sakit, bentar-bentar masuk rumah sakit. Kayak rumah sakit ini tuh habitatnya dia, gitu. Ibarat ikan sama air, deh," ujar Desi dengan gaya khasnya.

"Ini emang udah jadi skenario mutlak yang harus dia lakoni, Des. Kamu tahu, skenario yang udah Allah tentukan itu tidak bisa terbaca oleh hamba-hamba-Nya. Kak Tegar juga pasti gak mau semua itu terjadi pada dirinya, dia juga pasti gak mau sakit terus dan bolak-balik rumah sakit. Namun, Allah telah memberikan kemampuan lebih untuk dia dalam mengerjakan ujian-ujian hidupnya. Allah akan mengangkat derajat hamba-Nya itu serta mengampuni dosa-dosanya, itu sebagai penghargaan atas prestasi dia yang udah mengerjakan ujian-ujiannya dengan sabar dan gak pernah putus asa," perkataan Fitriani ini benar-benar bijak.

"Kamu bener, Fit. Seharusnya kita bersyukur bisa kenal akrab dengan orang yang sering tertimpa ujian dari-Nya. Kenapa harus bersyukur? Ya, karena ciri-ciri orang yang kadar keimanannya sangat kuat itu adalah orang yang selalu dikasih cobaan yang bertubi-tubi dan dia selalu bersabar menghadapinya. Aku rasa Kak Tegar juga termasuk orang yang demikian. Ya, kita tahulah dia gimana orangnya," ujar Aulia.

"Kak Tegar itu orangnya luar biasa ya, udah di-bully dan bahkan sering dicelakain sama si Gino CS, tetap aja dia mau maafin mereka dan gak ada gitu perasaan mau balas dendam sama mereka, padahal Kak Tegar sendiri sebenernya udah tahu mereka licik dan jahat banget, kan," ujar Fitriani.

"Yes, syukurlah para durjana sekolah itu udah dibui, tuh. Oh, yes. Andra dan Hamzah barusan mereka bilang di SMS, bahwa mereka sekarang lagi OTW menuju rumah sakit ini," ujar Desi.

Kemudian Ibu Nenden dan pamannya Tegar keluar dari ruang ICU itu, lalu ibunya Tegar itu memberikan izin kepada kami untuk masuk membesuk anaknya. Tapi, yang membuat aku tak menyangka adalah ketika Ibu Nenden mempersilakan aku terlebih dahulu untuk masuk ke ruang tersebut, entah kenapa, ya? Mungkin karena aku sudah mendonorkan darah kepada anaknya, ya. Tapi, aku tidak mau sendirian. Aku lalu mengajak Aulia, dan dia pun langsung mau. Kemudian kami masuk ke ruang tersebut.

*******

Sebelum menemui pasien, kami disuruh cuci tangan dulu dengan sabun sampai bersih, setelah itu dilap dengan tisu kering yang bersih, lalu menyemprotkan hand gel sanitizer antiseptik diratakan ke kedua tangan, kemudian kami memakai seragam khusus ruang ICU, terus menghampiri Tegar.

"Assalamualaikum, Kak," ucap kami secara bersamaan, begitu baru sampai di sisi bangsalnya. Tetap mengucapkan salam, walaupun kami tahu bahwa Tegar tidak mampu membalas salamnya, tapi kami yakin bahwa Tegar bisa mendengar suara kami.

Entah kenapa tiba-tiba hatiku merasa seolah-olah bergetar ketika melihat Tegar yang terbaring lemah di bangsal itu? Hati bergetar disertai rasa linu, entah kenapa?

Kondisi Tegar memang begitu memilukan. Cukup banyak alat-alat medis yang menempel di tubuhnya. Tapi, selain alat-alat medis itu, di jemari tangan kanannya pun terdapat tasbih yang tak tergenggam karena Tegar masih belum sadar, mungkin ibu atau pamannya yang meletakkan tasbih tersebut di tangannya. Kedua tangannya itu juga diperban, pasti karena luka bakar bara api dari rokok itu, serta cukup banyak luka memar di wajahnya itu kelihatan jelas, walaupun sebagian luka lebam itu diselubungi masker oksigen. Suasana di sini memang sepi, tapi bising oleh suara monitor EKG (Elektrokardiogram) yang kabel-kabelnya terhubung dengan dadanya Tegar. Aku pun secara refleks melihat monitor EKG itu yang layarnya bergambar grafik-grafik naik-turun disertai bunyi khasnya yang terdengar beraturan.

"Ri, kita harus support dan semangatin Kak Tegar, ya," kata Aulia.

Aulia lalu menatap Tegar dengan fokus. "Kak, cepet sehat ya, Kak. Aku tahu, kamu pasti denger apa yang aku omongin ini, kan walaupun kamu belum membuka matamu. Tapi, kamu gak perlu ngomong untuk merespons perkataanku ya, gak papa, kok. Tapi, cukup didengerin aja. Karena kita ngerti kondisi kamu. Oh ya, aku dan Nuri di sini cuma sebentar, kok. Kita cuma ingin lihat kondisi kamu dan ngomong sedikit aja buat semangatin kamu."

"Kak, kamu emang lelaki terkuat yang pernah aku kenal. Orang lain mungkin gak akan kuat menanggung aral hidupmu. Kak, selama persahabatan kita, sejauh ini kamu gak pernah jeda menerima ujian-ujian hidup, itu berarti kamu adalah lelaki yang berkualitas tinggi. Jadi, gak heran ada banyak orang yang mencintai dan menyayangimu, ya karena Allah aja sangat menyayangimu. Kak, kamu emang jagoan sejatiku. Karena kamu begitu jago melawan semua aral dan juga kecerdasan serta akhlak muliamu begitu menginspirasi banyak orang. Jadi, terus bangkit dan selalu semangat ya, Kak. Aku ingin kamu panjang umur, ingin lebih lama bersahabat denganmu. Juga ingin kamu lebih lama menebarkan kebaikan dan inspirasi kepada kita." Mata Aulia berkaca-kaca.

Aulia lalu menoleh aku. "Ri, di sini kita gak punya waktu banyak. Mungkin ada yang mau kamu sampein sama Kak Tegar?"

Seketika itu air mataku tumpah, aku tak kuasa mengendalikannya-Ya Allah, aku bener-bener gak tega lihat Kak Tegar begitu. Tapi, aku bingung mau bilang apa ya sama Kak Tegar? Pasti kata-kataku gak seindah kata-katanya Iya.

"Hemmm, Kak Tegar. Aku ingin ngasih tahu Kakak tentang suatu hal. Entah kenapa, setiap kali aku mengetahui kejadian buruk yang menimpa Kak Tegar, hatiku tiba-tiba berasa sakit dan jantungku berdegup cepat, rasanya gak tenang, gitu. Terkadang, aku memikirkanmu ketika mengetahui kamu lagi menderita sakit, ya hal itu yang membuat aku gelisah dan sedih, aku pun selalu menangis. Ya, emang aku tipe orang yang berhati sensitif, kadar rasa empatiku begitu tinggi. Tapi, aku bisa berperasaan begitu juga terhadap banyak orang," terjeda tangis, lalu melanjutkan, "lekas sembuh ya, Kak. Masa depan cerah dan masa-masa indah sedang menantimu setelah kesulitanmu berakhir. Aku tahu, kesengsaraan dan kebahagiaan selalu datang silih berganti, karena itu sudah jadi hukum duniawi. Tapi, aku yakin, kebahagiaan abadi akan kamu dapatkan suatu saat nanti. Maka, tetaplah menjadi lelaki yang tangguh dan berhati tegar, sesuai dengan namamu. Teruslah tebarkan kebaikan dan inspirasi kepada kita," ucapku dengan nada sendu sambil menatap Tegar. Aku lalu beralih menatap Aulia, tapi kenapa dia menatapku dengan tatapan aneh, ya? Aku lalu menghapus air mata.

Apa aku salah ngomong, ya? Makanya Iya menatapku begitu. Tapi, aku bener-bener gak sadar dengan apa yang udah aku katakan barusan.

Belum sempat aku bertanya, kenapa Aulia menatapku seperti itu, tapi dia malah mengajakku keluar.

"Ta-tapi, Ya. A-aku ..." Aku menatap Aulia dan Tegar secara bergiliran.

"Kenapa, Ri? Kamu masih mau di sini? Kan kita harus gantian sama yang lain. Mereka juga pasti lagi nunggu kita." Lalu bola mata Aulia bergerak-berisyarat mengajak keluar.

Duh ... ini kenapa, sih? Kenapa aku masih ingin berada di sampingnya Kak Tegar? Ah, nggak Nuri, kamu gak boleh bersikap begini, deh. Gak boleh.

"Kok malah bengong sih, Ri. Nanti kita ditegur, lho. Kalau kita masih di sini, sedangkan durasi besuknya sebentar lagi habis," Aulia mengingatkan.

"Oke, Ya. Kita sekarang keluar. Kak, kita pamit dulu, ya. Segera sembuh ya, Kak." Aku sambil menoleh Tegar.

Kemudian kami kompak mengucapkan salam kepada Tegar, lalu kami beranjak keluar meninggalkan ruang ICU itu.

Cahaya untuk Tegar (SEASON 2) - TAMAT ✔️ | BELUM TERBIT.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang