Bab 18. (B) Rindu Tak Menepi

383 499 0
                                    


Minggu, 10 Mei 2015-di Rumah Sakit Jl. Moh. Toha, Ciseureuh-Kecamatan Regol, Kota Bandung, di Ruang Rawat Bangsal Biasa-Pukul 06.37 WIB.


Sudah 1 bulan lebih berlalu, kini aku berada di rumah sakit. Kenapa aku bisa berada di tempat yang tidak kusukai ini? Oh, bukan ya, bukan karena aku sedang membesuk Tegar lagi. Namun, aku sendiri yang dirawat di sini. Kok bisa? Bagaimana ceritanya kok aku bisa dirawat di rumah sakit? Baiklah, aku akan ceritakan apa yang telah terjadi selama ini, selama satu bulan lebih kemarin. Ya, aku dirawat di rumah sakit ini karena aku sakit mag, asam lambungku naik dan tensiku rendah, sebenarnya penyebab utamanya itu stres atau banyak pikiran, karena mengalami tekanan batin dari keluarga. Bagaimana tidak, karena aku selalu dikekang dan ruang gerakku dibatasi oleh Bapak. Ya, semenjak Minggu, 12 April 2015 lalu, Bapak membawaku untuk tinggal sementara di rumah uak di Gunung Leutik Ciparay, Bandung selama 2 bulan, rumahnya itu kosong karena uak sedang pergi ke kampung istrinya untuk tetirah guna memulihkan kesehatan istrinya di sana, sehingga beliau meminta bapakku untuk mengisi rumahnya untuk sementara. Nah, dengan begini bisa membuka jalan untuk Bapak memisahkan aku dari Tegar, beliau pun mengajak aku untuk menemaninya di rumah uak.


Kenapa Bapak mengajakku untuk menemaninya tinggal sementara di rumah uak? Karena beliau tidak mau aku bertemu dengan Tegar. Terlebih lelaki itu di setiap Sabtu selalu datang ke rumah orang tuaku, karena dia masih terus berusaha, tapi keluargaku tetap tidak baik memperlakukannya dan aku sama sekali tidak diizinkan menemui lelaki itu sebentar pun. Ya, sudah sekian lama aku tidak berjumpa lagi dengan Tegar, apalagi semenjak Bapak dibelikan motor oleh A Ubai pada Selasa 31 Maret 2015 itu, Bapak yang selalu mengantarkan aku berangkat dan pulang kerja, bahkan Bapak selalu mengawasi aku untuk memastikan apakah aku sudah benar-benar masuk kerja, karena beliau tidak mau aku mampir dulu ke rumahnya Tegar. Dan pada saat pulang kerja, Bapak tidak pernah telat menjemput aku di tempat kerja, bahkan selalu datang lebih awal sebelum jam pulang kerja. Ya, terlebih sekarang Bapak sudah berhenti bekerja. Kalau untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, maka Bapak ingin mengandalkan pendapatan A Ubai dan penghasilan kerjaku.


Pada saat mau mulai tinggal sementara di rumah uak, maka kakakku menyita ponselku beserta kartu sim-nya. Sehingga semenjak itu komunikasiku dengan sahabat-sahabatku dan juga Tegar terputus. Aku dilarang berkomunikasi dengan siapa pun. Jangankan dengan Tegar, dengan sahabat-sahabat dan bahkan dengan Bibi dan Mamang pun dilarang, karena takutnya aku memberikan informasi tempat kediamanku yang di rumah uak kepada sahabat-sahabatku, apalagi Tegar, bahkan pada Bibi dan Mamang pun, ya karena orang tua dan kakakku tahu bahwa Bibi dan Mamang memihak padaku, mereka sangat mendukung hubunganku dengan Tegar. Kecuali, kakakku memberi kebijakan sedikit, yaitu aku boleh berkomunikasi dengan atasanku soal pekerjaan, dan itu pun harus memakai ponsel Bapak. Sedangkan ponselku dibawa kabur oleh kakakku ke tempat kerjanya yang proyeknya baru pindah lagi ke luar kota. Aku tidak bisa membeli ponsel yang baru, karena uang hasil jerih payahku itu diserahkan semua pada Mamah. Sebenarnya aku bisa secara diam-diam menghubungi Tegar di ponselnya Bapak, ya karena aku cuma ingat nomor lelaki itu. Tetapi, tidak berani karena itu tindakan yang tidak sopan. Bahkan, Bapak mengancam kalau aku berani melanggar peraturannya itu, maka aku bisa disebut anak durhaka dan aku tidak sudi disebut begitu. Terus aku juga bisa meminjam ponsel pada rekan-rekan kerjaku, ya setidaknya hanya untuk sekadar memberikan informasi tempat kediamanku kepada Tegar, akan tetapi aku tidak bisa melakukan itu, bukan tidak berani atau malu, tapi karena aku takut disebut anak durhaka oleh Bapak, karena beliau juga melarang aku untuk meminjam ponsel kepada teman-teman kerjaku. Aku memang bisa saja melakukan hal itu, lalu menutupi tindakan itu pada bapakku, tapi tetap saja aku tidak berani berbohong pada beliau.


Karena masalah tersebut, aku mengalami tekanan batin. Makan pun di rumah sangat sedikit, tapi kalau di tempat kerja aku sama sekali tidak makan. Apalagi selagi kerja pun aku banyak pikiran, sering melamun, sehingga bekerja pun tidak fokus dan kurang teliti, karena itulah dimarahi oleh atasan. Sampai akhirnya aku jatuh pingsan saat aku lagi bekerja dan tahu-tahu kemarin aku ada di bangsal rumah sakit ini dan tepat pada tengah malam aku sadar, karena di ruang medis tempat kerjaku, aku tidak sadar selama berjam-jam, oleh sebab itu pihak perusahaan melarikan aku ke rumah sakit ini yang terdekat dengan tempat kerja.Memang ini lebih parah dari yang dulu aku masuk rumah sakit karena terdampak bahan kimia di tempat kerjaku yang dulu. Tetapi, sekarang berbeda, karena aku stres akhirnya sakit. Dan di sini aku sudah dirawat 2 hari (dengan hari ini). Kata suster yang merawatku, semalaman aku mengigau menyebut nama 'Kak Tegar', tapi orang tuaku malah tidak memberitahuku demikian, padahal mereka berdua sudah menjagaku di sini semalaman.


Lalu di pagi ini, orang tuaku sedang keluar dulu, Mamah sedang membawakan pakaian ganti untukku di rumah, dan Bapak lagi belanja makanan dan segala keperluan untuk bekal di sini. Sedangkan kakakku, sudah dikabari oleh Bapak, bahwa aku sedang sakit, tetapi dia lagi bekerja di luar kota yang tidak mungkin meninggalkan pekerjaannya begitu saja. Terus ya aku dititipkan saja ke suster, dan sekarang susternya lagi mengambil makanan dan minuman buat sarapan, serta obat untuk aku. Sehingga sekarangrasanya aku jenuh dan kesepian, tidak ada sahabat-sahabatku yang menemani di sini. Aku sangat merindukan ketiga sahabatku, Fitriani, Desi, dan Aulia. Ya, walaupun sekarang Aulia belum mau berdamai denganku, tapi aku juga merindukannya. Dan tiba-tiba terbayang kenangan persahabatan kami pada masa-masa SMA, pada saat kami masih kompak bersama saling mengerti satu sama lain, walaupun karakter kami beraneka macam. Dan setelah itu sontak teringat Tegar, segala kenanganku bersamanya terus terbayang di benakku. Rasanya begitu hampa bila hidupku tanpa Tegar. Sungguh lelaki itu segalanya untukku, cuma dia yang jago mengambil sel-sel asmara di hatiku. Ya cuma dia. Bukan lelaki lain, karena hatiku cuma memiliki satu sel asmara yang hanya untuk Muhammad Tegar Khoiron Zamzami, dan itu cuma sekali seumur hidup bahkan sampai hatiku lenyap tertimbun lahad.


Kak Tegar, apa kabar, Sayang? Aku kangen banget sama kamu. Kak Tegar, aku ingin ketemu sama kamu dan ingin bersamamu selamanya, Sayang. Datanglah ke sini, Sayang. Tolonglah aku! Terbanglah dengan sayap-sayapkukuhmuke sini. Lalu bawalah aku terbang jauh ke negeri tak berpeta. Biar tangan-tangan keras mereka tak mampu menjangkau kita, Sayang. (Aku sambil menangis tersedu-sedu).


Aku tidak mau berpikir buruk bagaimana keadaan hidupnya setelah selama ini wujudku tak bercermin di netranya. Kasihan, pasti dia mencariku. Namun, tetap saja aku memikirkannya terus. Jujur, aku takut dia semakin sakit gara-gara memikirkan aku terus. Aku tak habis pikir, kenapa orang tuaku jadi bengis begini? Tega menganiaya sanubari anaknya yang menurut mereka itu adalah arti kasih sayangnya. Tapi, malah berdampak buruk bagi kelangsungan hidupku. Jelas-jelas mereka salah. Salahmemperlakukan putrinya begini. Harusnya orang tua percaya kemampuan kedewasaan aku. Aku sudah cukup matang untuk menjalin hidup baru ke jenjang lebih serius. Asumsinya aku tidak akan mampu mengangkat beban kehidupan yang teramatberat.


Kak Tegar ...


Lagi-lagi aku menyebut nama itu. Begitu namanya disebut, jantungku spontan bergetar keras dan hatikulinuserta pengap. Bukan apa-apa, ini karena aku teramat merindukannya. Sama seperti dulu, namun kini sakitnya berkali-kali lipat, bahkan yang sekarang sampai melumpuhkan kesadaranku. Ya, sesudah sadar ternyata aku berada di tempat yang tidak kusukai. Namun, aku harus menyukainya karena rumah sakit itu merupakan jembatan penyembuhan bagi penyakitnya Tegar. Ah, aku sangat merindukan lelaki itu, apalagi aku masih berada di rumah sakit. Tentu tempat semacam ini selalu mengingatkanku padanya.

Hemmm, Kak Tegar ... aku kangen banget sama kamu, Kak. Kangen denger tawamu yang renyah. Senyummu dan semuanya, Sayang. Ya Allah Gusti ... perih sekali batin ini. Hasrat hati ingin memeluknya, namun apalah daya tangan tak sampai? (Aku menangis semakin mengguguk).


Cahaya untuk Tegar (SEASON 2) - TAMAT ✔️ | BELUM TERBIT.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang