Bab 23. (B) Siwak yang Kering

412 518 3
                                    


Pukul 21.00 WIB—di Kamar Kami.

Malam ini baru aku masuk ke kamarku dan Tegar, karena dari pagi dan siang aku belum masuk ke kamar kami. Karena rasanya aku tidak kuat menerima kenyataan, bahwa sekarang aku harus tidur tanpa Tegar. Begitu aku masuk kamar ini, maka tangisku pun langsung pecah dengan posisi duduk di bagian kasur yang biasa ditidurinya.

Aku lalu mengguguk menangis sambil memeluk bantal yang selalu dipakai suamiku dengan cukup lama, sehingga ketiga sahabatku itu memelukku sambil mengusap bahuku agar aku tenang. Tapi, mereka tidak berkata apa-apa.

Namun, aku menguatkan diri untuk mengungkapkan perasaanku saat ini. “Mulai sekarang dan seterusnya aku harus tidur sendiri tanpa Kak Tegar. Aku udah gak bisa lagi dengerin detak jantungnya sebelum aku tidur, itu berarti aku gak akan bisa tidur lagi dengan nyaman, dong. Dan pasti aku tidur kedinginan, karena biasanya di setiap aku tidur, di sampingku itu selalu ada seorang pangeran tampan yang suka memeluk aku, tapi sekarang pangeran itu udah hilang direnggut takdir setelah sembilan tahun lebih beliau berjuang melawan penyakitnya dan juga membereskan ujian-ujian hidupnya yang lain,” ucapku dengan nada sendu sambil meneteskan air mata.

“Ri, kamu gak akan tidur sendiri, kok. Karena nanti meski kita udah gak nginep di sini, tapi kamu akan segera punya anak. Nanti anakmulah yang akan menemanimu dan akan menjaga serta merawatmu setelah kelak dia dewasa. Kamu pasti akan bahagia setelah dia lahir, ya walaupun kebahagiaannya gak sama dengan kayak dulu.” Fitriani sambil mengusap bahuku.

“Ri, kita ngerti perasaanmu, dan kita sebagai sahabatnya juga sayang sama Kak Tegar dan merasa kehilangannya. Yes, kita juga merasakan sakit kehilangannya, tapi mungkin sakitnya itu gak sama dengan yang kamu rasain.” Desi dengan menatapku serius.

Namun, tumben Aulia tidak menimbrung. Dia malah diam termenung.

Lalu Desi menepuk pundaknya, terus berkata, “Ya! Kamu kenapa bengong? Dari tadi gak nimbrung omongan kita. Kamu lagi mikirin apa, sih?”

Hemmm, sebenernya di benakku dari tadi terbayang Kak Tegar sama aku dulu, waktu zaman SMP, dan dia merupakan kakak kelas baru di SMP-ku. Dan aku emang tipe orang yang cuek sama cowok, tapi buat bisa mengenal Kak Tegar itu karena awalnya aku merasa simpati sama dia. Karena saking seringnya aku nyaksiin dia yang selalu di-bully dan dihina dikatai vampir atau siswa tua oleh temen-temen yang sekelasnya, tapi dia gak pernah melawan mereka. Dan awalnya aku gak ngerti, kenapa Kak Tegar diejek dengan kata-kata itu, dan saat itu aku pikir mungkin karena wajahnya yang selalu kelihatan pucat kali, ya dan karena emang dia merupakan siswa yang paling dewasa di sekolah kita. Dan awalnya aku emang gak peduli sama Kak Tegar, tapi entahlah tiba-tiba aku merasa kasihan sama dia, aku jadi merasa khawatir sama dia, jadi aku merasa pengen peduliin dia terus. Sampe pada suatu hari, kala itu aku pernah memergoki Gino CS yang lagi menjahili Kak Tegar sepulang sekolah, terus mereka membawa Kak Tegar secara paksa dan entah akan dibawa ke mana, lalu aku mengikuti mereka dan ternyata mereka mau mengurung Kak Tegar di gudang sekolah. Ya, tentu aja aku membela Kak Tegar, lalu aku mengancam mereka dengan melaporkannya ke pak kepsek, apalagi aku udah merekam perbuatan jahat mereka dalam video, ya biar mereka dikeluarin dari sekolah. Nah, oleh sebab itu, mereka melepaskan Kak Tegar dan mereka pun pada kabur, jadi di tempat itu tinggallah aku berdua sama Kak Tegar. Dan pada saat itu aku belum tahu namanya siapa, terus kita kenalan. Oh, ya. Aku inget dialog kita gini setelah dia ngucapin makasih sama aku. Kataku, ‘Aku Aulia, biasa dipanggil Iya. Terus nama Kakak siapa?’ Terus dia jawab, ‘Namaku Tegar,’ ucapnya sambil senyum malu gitu, terus dia menunduk. Lalu aku respons lagi, ‘Oh, setegar hatimu dalam menghadapi setiap perlakuan jahat mereka, gitu. Kenapa sih Kak Tegar gak pernah melawan mereka? Seharusnya Kakak lawan merekalah.’ Terus dia jawab lagi dengan tersenyum, ‘Sebenarnya aku bisa aja melawan mereka. Tapi, aku gak ingin mengumbar nafsu amarah. Karena bagiku melawan nafsu amarah itu adalah sebenar-benarnya pendekar sejati, dan justru dengan tersakiti oleh orang-orang zalim itu malah bisa membuatnya menjadi orang yang sakti. Dan aku diam gak melawan itu, bukannya aku pengecut, tapi aku ingin meneladani sifat Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam yang gak pernah membalas keburukan orang yang menyakiti beliau dengan keburukan lagi, tetapi beliau justru memaafkannya. Dan aku tahu bela diri itu boleh malah wajib, tetapi aku gak ingin berkelahi dengan mereka di sekolah, aku gak ingin orang-orang mengira aku sebagai pelajar yang gak terpelajar.’ Begitulah kata bijaknya yang berhasil buat hatiku tersentuh dan kagum padanya, aku pun gak bisa berkata apa-apa lagi setelah itu. Terus waktu itu dia mimisan dan tubuhnya lemas nyaris pingsan, dan itu penyebabnya pasti gara-gara si Gino CS itu. Nah, semenjak itu aku mulai bersahabat sama Kak Tegar dan walaupun dia hatinya tegar, tapi terkadang dia rapuh, bahkan dia pernah memutuskan untuk homeschooling aja, itu karena dia minder gara-gara penyakitnya. Tapi, aku selalu men-support dia dan akhirnya dia tetap sekolah biasa aja,” ucap Aulia, matanya pun berkaca-kaca.

Selagi Aulia mengatakan demikian, seketika aku jadi ingat perkataan ibu mertuaku waktu di ruang ICCU itu, sehingga dadaku semakin sesak dan tenggorokanku terasa tersekat. Aulia, Fitriani, dan Desi pun menitikkan air mata.

Kemudian secara tak sengaja, aku melihat siwak di atas meja samping ranjang, di situ ada kumpulan siwak yang biasa dipakai di setiap kali Tegar hendak salat, makan, dan tidur. Siwak-siwak itu tersimpan rapi dalam gelas. Lalu aku mengambil salah satu siwak itu dengan perasaan pilu, terus berkata, “Sekarang siwak-siwak ini jadi kering gak basah lagi oleh ludahnya. Ah, Kang Kuat Sayang ... aku kangen banget ciuman unik versimu, di mana dengan siwak itu bibir kita bertemu secara berjarak, tapi bisa membuatmu kenikmatan hingga terlelap tidur. Tapi, kini rasanya seperti mimpi buruk yang menjadi kenyataan, aku gak bisa lihat kamu bersiwak lagi dan aku juga gak bisa menyiwaki kamu lagi.”

Aku lalu menangis lagi tersedu-sedu.

Cahaya untuk Tegar (SEASON 2) - TAMAT ✔️ | BELUM TERBIT.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang