Bab 8. (E) Ini Takdir, Bukan Kebetulan (Selesai)

644 910 9
                                    


Kamis, 4 September 2014 Pukul 09.09 WIB-di Rumah.

Memang tadi subuh perut mual dan muntah-muntah disertai diare. Aku kena gejala muntaber, makanya Bibi dan Mamang sepakat untuk membawaku ke rumah sakit. Akan tetapi, aku menolak. Lebih baik dirawat di rumah daripada di rumah sakit. Bagiku rumah sakit adalah tempat yang horor, bukan karena ada hantunya, tapi banyak pemandangan-pemandangan yang memilukan. Banyak air mata duka yang membanjiri tempat itu. Tempat di mana banyak suara ngeri dari orang-orang yang kesakitan dan sekarat. Aku tak ingin mengalaminya, kecuali datang ke sana untuk menjenguk orang yang sakit. Itu tidak masalah dan tak boleh tak mau.

Alhamdulillah, sakitku tidak begitu parah. Di puskesmas itu aku tidak perlu diinfus. Hanya disuntik, ditensi, dan dikasih obat, serta diberi surat cuti kerja selama tiga hari. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan, cuma aku diharuskan istirahat di rumah dan minum obatnya sesuai anjuran dokter.

Setelah di rumah, pagi sekitar pukul 10.37 WIB, usai pulang dari puskesmas. Desi, Fitriani, dan Tegar menjenguk aku. Aku yang mengabari Fitriani dan Desi. Katanya kedua gadis itu tidak sengaja bertemu Tegar di tengah jalan. Setelah Tegar nanya mau ke mana? Mereka menjawab mau menjenguk aku yang lagi sakit. Sehingga lelaki itu ikut menengok juga. Kebetulan Tegar dan Desi ada kelas kuliah siang. Sedangkan Fitriani belum menerima kerjaan dari majikannya.

"Kenapa kamu gak dirawat aja di rumah sakit, Ri?" tanya Desi.

"Ah, nggak perlu. Lagian sakitku gak parah, kok. Hanya kecapean, cuma perlu istirahat dan minum obat." Aku seraya menegakan posisi dudukku.

"Eh, semenjak kerja, badanmu jadi kurusan, deh. Kerjanya cape banget emang?" tanya Fitriani.

"Iya, pasti dia kecapean, Fit. Pantes aja, karena dia udah kerja dari jam tujuh pagi sampe pulangnya jam sepuluh malem," Tegar menjelaskan.

"What! Aih ... seekstrem itukah?" respons Desi histeris. Sedangkan Fitriani malah menjawab 'wah'.

"Itu kerja yang gak sehat. Normalnya kerja tuh selama delapan jam udah cukup. Maaf, kalau boleh ngasih saran, lebih baik resign aja, Nur. Daripada kerjaan itu mengancam kesehatanmu. Apalagi kamu baru aja berkiprah di dunia kerja. Menurutku pekerjaan itu terlalu keras bagi pekerja pemula seperti kamu," usul Tegar.

"Kalau gitu ngeri juga, sih. Ya, Ri. Sarannya Kak Tegar itu perlu dipertimbangkan. Harusnya kesehatanlah yang diprioritaskan daripada uang. Percuma aja kamu menerima upah yang gede, tapi kerjaan itu bisa jadi mudarat buat kesehatanmu. Terus kalau kamu udah sakit jadi gak bisa kerja lagi, kan?" tutur Fitriani.

"Heu'euh bener, Neng, Jang. Kata Bibi juga gitu. Dia teh udah disuruh keluar tuh sama orang tuanya sama Bibi dan Mamang juga. Eh, tapi da keukeuh anaknya keras kepala. Padahal udah sakit mah Bibi yang harus tanggung jawab," Bibi ikut bicara. Sementara aku diam saja, tidak membantah perkataan Bibi. Bukan! Bukannya menjaga pencitraan di depan sahabat-sahabatku. Tapi, aku diam karena merasa bersalah. Seharusnya sebelum sakit, aku menuruti nasihat orang tua dan Bibi serta Mamang.

"Ya, bekerjalah sesuai kapasitas imunitas tubuhmu, Nur. Kalau badanmu udah gak kuat melakukan pekerjaan itu, maka jangan dipaksakan. Sebaiknya diakhiri aja. Lagian orang tua, bibi, dan mamangmu udah nyuruh begitu," nasihat Tegar lagi.

Ya, dipikir-pikir benar juga. Daripada aku menzalimi diriku sendiri dengan bekerja yang abnormal begitu, terus juga tidak mau merepotkan Mamang terus yang selalu menjemput aku pulang kerja malam-malam. Apa aku mengundurkan diri saja? Ah, tapi ... selanjutnya bagaimana? Masa iya harus menganggur, atau cari pekerjaan lagi yang lain kan itu susah banget. Aku sudah cukup merasakannya.

Kemarin-kemarin sejujurnya sempat frustrasi, lantaran gagal terus. Terus sekarang mata pencaharian ini harus dilepaskan begitu saja, setelah aku susah payah meraihnya. Rasa tanggung jawab pun sudah melekat di hatiku. Namun, masalahnya di satu sisi merasa jenuh dan sangat berat dilalui dari hari ke hari.

Cahaya untuk Tegar (SEASON 2) - TAMAT ✔️ | BELUM TERBIT.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang