Bab 1. (C) Hari Pertama di Sekolah (Selesai)

1.1K 1.2K 147
                                    


Saat Waktu Istirahat Tiba.

Desi dan Fitriani menghampiri bangku kami.

"Ri, kamu udah tahu kan nama kita?" tanya Fitriani.

"Fitriani, Desi. Bener, kan," jawabku sambil menunjuk mereka.

"Iyes, Ri. Tapi, si Fitriani ini kalau malam namanya suka berubah jadi Fitriawan, tahu gak," canda Desi lalu menyeringai.

"Wah ... resek kamu. Mau aku karate kamu, hah." Fitriani membulatkan telapak tangannya dengan ekspresi kesal.

"Eh, ampun, Bu Sensei, ampun." Desi berlagak ketakutan.

"Ih ... apaan lagi manggilnya Bu Sensei-Bu Sensei." Fitriani berlagak sinis.

Aku malah diam, sedangkan Aulia menggeleng melihat kelakuan kedua temannya itu.

"Emmm, Nuri. Pasti kamu belum punya temen ya di sini. Gimana kalau kamu gabung sama kita aja? Jadi, kita bukan cuma anggap kamu sebagai temen aja, lho. Tapi, juga sebagai sahabat kita." Tawar Aulia sambil tersenyum.

"Iyes, Ri. Kamu jangan malu-malu sama kita mah. Yes, kalau kamu gak punya sahabat, itu bahaya, lho. Bisa-bisa kamu gak betah sekolah di sini, bisa cepet jenuh, lho nantinya," tutur Desi.

"Emang kalau hidup tanpa sahabat itu bagaikan bumi tanpa atmosfer," pendapat Fitriani.

"Eis! bahasanya geografi banget, yes," respons Desi.

"Ya jelaslah, kan bayangin aja kalau di planet bumi ini gak ada atmosfer, ya pasti gak ada kehidupanlah. Begitu pun di bumi ini bisa tercipta peradaban manusia dan populasi seluruh makhluk hidup itu karena adanya hubungan pertemanan dan persahabatan yang selalu bersosialisasi. Terus apa jadinya kalau kita gak saling bersosialisasi, coba?" Fitriani dengan gaya bicaranya yang khas.

"Nah, bener tuh, Fit. Yang namanya hidup bersosialisasi itu emang udah jadi ketentuan mutlak dari Allah," Aulia menyimpulkan.

"Yes jadi, Ri. Kamu teh jangan canggung gitu, jangan malu-malu, santai aja sama kita mah," ujar Desi.

"Heu'euh, dan jangan malu-maluin kayak si Desi, tuh," kata Fitriani.

"Yes, tapi walaupun aku malu-maluin gini, kalian tetep sayang kan sama aku yang cantik dan ngangenin ini?" Desi menyeringai centil.

"Ih ... tuh, kan tingkat kenarsisannya mengalami inflasi lagi," ujar Fitriani.

Sedangkan aku tersenyum.

"Inflasi, emangnya terjadi kenaikan harga-harga barang dan jasa, apa," Desi lalu manyun.

"Udah, udah. Apaan sih kalian ini ngoceh ... mulu. Udah deh kita ke kantin, yuk!" Ajak Aulia.

Tapi, ketika mereka hendak beranjak, aku malah berkata, "Tapi, aku mau ke toilet dulu, gimana?"

"Oh, ya udah. Eh, tapi kamu belum tahu di mana toiletnya, kan?" tanya Fitriani.

"Oke, dari sini lurus, terus turun tangga yes karena toilet yang ada di lantai dua ini lagi rusak dan mau direnovasi. Terus kalau udah di lantai satu, kamu belok kanan aja lurus, setelah nyampe pertigaan yang di pojok itu kamu belok kanan lagi, karena yang di koridor sebelah kirinya itu menuju taman sekolah. Setelah belok kanan terus ...," jelas Desi, namun kalimatnya ditukas oleh Aulia.

"Ah ... ribet banget penjelasanmu, Des ... Des. Mendingan gini, deh. Nuri kita anterin aja biar dia gak nyasar, gimana?" usul Aulia.

"Oke, setuju," respon Fitriani.

Cahaya untuk Tegar (SEASON 2) - TAMAT ✔️ | BELUM TERBIT.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang