Bab 13. (B) Kejutan Terindah (Selesai)

651 895 21
                                    


Sabtu, 7 Februari 2015 Pukul 10.03 WIB-di Ruang Tamu Rumah Bibi.

Kini Tegar bersama ibunya baru saja tiba di rumah ini. Sebelumnya, pada hari Kamis kemarin setelah lelaki itu pulang dari rumah sakit, dia lalu menginformasikan akan datang ke sini pada hari Sabtu, terus aku memberitahu Bibi soal itu. Lalu sekarang kami berada di ruang tamu. Posisi aku berseberangan dengan Tegar dan ibunya yang duduk di kursi agak panjang, sedangkan Bibi duduk di kursi tengah. Tapi, sayangnya Mamang tidak ada di sini, karena lagi bekerja. Sedangkan aku akan masuk kerja pada pukul 17.00 WIB, karena bagian shift 3 (malam).

Lalu Bibi berdiri di dekat meja ruang tamu, terus membuka tutup stoples-stoples yang berisi makanan ringan dan menuangkan air jernih ke dalam dua gelas, setelah itu berkata, "Sok mangga, ngopi dulu, Ibu, Ujang! Dari tadi ini teh udah disiapin. Sengaja atuh da udah tahu Ibu dan Ujang Tegar teh akan datang ke sini."

Lalu Bibi duduk di kursinya lagi.

"Padahal mah gak usah repot-repot atuh, Bi," ucap Tegar.

"Iya, gak usah repot-repot atuh, Nyai," tutur Ibu Nenden.

"Ah, nggak papa. Gak repot sama sekali, kok. Justru saya teh senang kita bisa ketemu. Lagian kita udah lama gak ketemu lagi ya kan, Bu. Setelah pertama ketemu teh di mana? Waktu di rumah sakit ya, Bu?" tanya Bibi dengan ekspresi ramah pada Ibu Nenden.

"Iya, Nyai. Waktu Tegar kena musibah itu," jawab Ibu Nenden.

"Tapi, Alhamdulillah ya, Ujang Tegarnya meuni kuat pisan dan sabar, lagi. Muji da saya mah. Tuh sekarang juga habis pulang dari rumah sakit, ya kata Neneng mah gitu?" Bibi sambil menatap Tegar.

"Iya, Bi. Alhamdulillah sekarang kondisi kesehatan saya udah mendingan," jawab Tegar dengan tersenyum takzim.

Setelah itu mereka berdua makan makanan yang telah disuguhkan. Sedangkan aku dari tadi menunduk, tapi tetap saja aku refleks memandang Tegar, walaupun memandangnya sekilas, tapi membuat perasaanku tidak keruan. Sekarang saja aku refleks lagi menatap Tegar yang sedang mengambil makanan yang disuguhkan itu, aku memerhatikan dia baca doa lalu makan, namun tiba-tiba hatiku berasa berdenyut lagi.

Kak Tegar, akhirnya aku bisa ketemu kamu lagi, setelah selama ini kita gak ketemu. Kak, kamu tahu gak sih bahwa aku kangen banget sama kamu. Kamu gak tahu, bahwa dari kemarin-kemarin aku udah memendam rasa cinta, sayang, dan rindu ini yang seolah-olah menggigit hatiku terus. Ini rasanya sakit banget, Kak. Aku selalu menangis karena itu. Ya Allah ... terima kasih, Engkau telah mempertemukan hamba dengannya lagi. (Aku sambil masih memerhatikan Tegar sedang makan keripik pisang yang disuguhkan itu. Aku juga melihat plester di bekas tusukan jarum infus di punggung telapak tangan kanannya).

"Ngopi, Nur," tawar Tegar padaku sambil tersenyum dan mengangguk sopan. Namun, aku sontak kaget karena aku sudah ketahuan memerhatikannya, serta merta aku menunduk.

"Iya, Neng. Sok ikut ngopi juga atuh," tawar Ibu Nenden juga.

Aku lalu mengangguk dan tersenyum takzim pada Ibu Nenden sambil berkata, "Mangga-mangga, biar Ibu dan Kak Tegar aja yang ngopi." Lalu aku menunduk lagi.

Duh ... Kak Tegar pasti nyadar deh, bahwa aku dari tadi udah memerhatikannya. Duh ... aku jadi malu. Gimana ya kalau dia sampe mikir macem-macem setelah itu? (Aku masih menunduk sambil menggigit bibir).

Terus aku tak sengaja melirik Ibu Nenden sekilas yang sedang mengobrol dengan anaknya serta Bibi, tapi aku diam saja dan berkata dalam hati-tapi ... kenapa ya sekarang sikap Ibu Nenden jadi aneh gitu, deh? Tadi pas baru nyampe di halaman rumah ini, tiba-tiba beliau langsung peluk dan mengusap kepalaku serta mencium keningku, Bibi pun kayaknya heran melihat adegan tersebut, ya apalagi aku. Aku sontak kagetlah dan bingung juga. Terlebih selagi beliau memeluk aku, beliau gak ngomong apa-apa. Tapi, aku merasa pelukannya itu penuh arti seperti mengungkapkan sesuatu yang aku sendiri gak tahu itu maknanya apa?

Cahaya untuk Tegar (SEASON 2) - TAMAT ✔️ | BELUM TERBIT.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang