Bab 20. (C) Doa di Sepertiga Malam

380 502 0
                                    


Rabu, 20 Januari 2016-Pukul 01.03 WIB.



Malam ini hening sekali. Kini aku tiba-tiba terbangun dari tidur lelapku, karena tidak sengaja, aku mendengar doa yang diucapkan oleh suamiku seusai beliau salat tahajud. Memang biasanya beliau selalu membangunkan aku untuk salat tahajud berjamaah. Namun, sekarang beliau tidak membangunkan aku, karena pasti beliau sudah mengerti bahwa kini aku sedang haid baru 2 hari-dengan hari ini.


Aku cermati isi doanya dan kuperhatikan ekspresinya sendu sambil menengadah ke langit seraya mengangkat kedua tangannya di atas kepalanya. Beginilah isi doanya yang sempat kudengarkan ketika aku baru sadar dari tidur. "... Ya Allah, jadikanlah rasa sakit ini sebagai penggugur dosa-dosa hamba dan jadikanlah sakit ini sebagai pahala untuk hamba dan ampunilah semua dosa-dosa hamba serta keluarga hamba. Allahumma, Laa Ilaha Illa Anta Subhanaka Inni Kuntu Minadzholimin. Ya Allah, tinggikan derajat kami. Muliakanlah kami di dunia dan juga di akhirat. Ya Allah, bila kami masih diberi waktu yang panjang untuk hidup bersama di dunia fana ini, maka mudahkanlah segala urusan kami, Ya Rabb. Dan lindungilah hati kami dari sifat putus asa. Ya Allah, hamba mohon, angkatlah semua penyakit lahir dan batin hamba," menghela dan mengembuskan napas dulu sambil meneteskan air mata. Lalu melanjutkan, "Ya Allah, tetapkanlah pikiran hamba untuk selalu mengingat-Mu dan sempatkanlah hamba untuk mengucapkan dua kalimat syahadat terlebih dahulu sebelum hamba kembali kepada-Mu, dan wafatkanlah hamba dalam keadaan husnulkhatimah. Ya Allah, hamba sungguh rida atas segala ketetapan-Mu. Karena yang Engkau berikan pasti yang terbaik untuk hamba. Ya Allah, berikanlah kepada kami hikmah dan masukkanlah kami ke dalam golongan orang-orang yang saleh. Ya Allah, terima kasih banyak atas nikmat tak terhingga yang telah Engkau berikan kepada kami. Kami mohon rida-Mu, Ya Rabb. Asyhaduallaa Ilaaha Illallah, Astagfirullah, As'aluka Ridhoka Wal Jannah, Wa Au'dzubika min Syahotika Wannaar, Allahumma Innaka Afuwwun Karim Tuhibbul Afwa fa'fuanna, Ya Kariim. Allaahumma Shalli Alaa Sayyidinaa Muhammadin Shalaatar-Ridhoo Wardho'an Ash-habihir-Ridhoo Arridhoo. Rabbana atina fiddunya hasanah wa fil akhiroti hasanah waqina 'adzabannar. Aamiin Ya Arhamar Rahimin," ucapnya dengan nada sendu dan berlinang air mata. Seusai berdoa itu, beliau lalu mengusap muka dengan kedua tangannya, terus kedua tangannya itu menutup mukanya sambil menangis tersedu-sedu.

Aku pun mengaminkan doanya dengan suara lirih.


Aku yang iba melihatnya, lantas aku menghambur ke arahnya. "Cahaya sayang banget sama Kang Kuat," ucapku dengan suara bergetar lara sambil memeluknya dari belakang.


Tegar lalu membalikkan badannya menghadapku. "Kamu kok bangun, Sayang. Lho-lho, kenapa nangis?" tanyanya sambil mengangkat daguku, begitu air mataku menetes. Tegar lalu menghapus air mataku.


"Hatiku sangat tersentuh, begitu mendengar doa-doamu, Sayang," aku lalu memegang pipi kanannya dengan tangan kananku, sedangkan tangan kiriku menggenggam kedua tangannya, "Kang Kuat yang Hatinya Tegar, Muhammad Tegar Khoiron Zamzami. Karena Allah, aku sungguh menyayangi dan mencintaimu tak terhingga. Suamiku Sayang, aku sungguh ingin tetap bersamamu dan enggan berpisah darimu. Jadi, bagaimana caranya supaya maut tidak bisa memisahkan kita, supaya kita mampu bertahan hidup dalam dua alam, yaitu hidup di dunia dan surga?" tanyaku dengan hati yang bergetar kasih sayang dan disertai air mata.


"Kalau kamu ingin kita bersama sampai surga, maka jikalau nanti aku meninggal duluan, maka kamu jangan menikah lagi. Kamu harus tetap menjaga kesucianmu dan kamu harus bisa tahan banting terhadap segala godaan nafsu dunia. Dan kalau kamu menikah lagi setelah aku meninggal, maka suamimu yang terakhir itu yang akan bersamamu di surga, jadi bukan bersamaku. Tapi, kalau kamu bisa sabar menjadi janda seumur hidupmu tanpa mau menikah lagi, maka niscaya Allah akan menyatukan kamu bersama aku di surga nanti."


"Aku berjanji, Sayang. Demi Allah, kesetiaanku sungguh tak terbatas alam dan waktu, aku pasti mampu bertahan hidup bersamamu dalam dua alam yakni di dunia dan surga. Dan ketahuilah, Kang Kuat Sayang, bahwa cintaku padamu tak akan pernah habis layaknya air zamzam yang tetap terjaga kesuciannya tanpa ada akhir." Aku lantas memeluk suamiku.


"Iya, Cahaya Hatiku Sayang. Kang Kuat Percaya." Tegar sambil mengelus-elus rambut dan punggungku.



Cahaya untuk Tegar (SEASON 2) - TAMAT ✔️ | BELUM TERBIT.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang