[23] "Kesederhanaan"

7.1K 1.1K 105
                                        

Cale menyentuh bahunya, masih tidak percaya semua yang tengah berlangsung dan sedang disaksikannya. Gema keriuhan tidak serta-merta membuatnya mampu menerima kenyataan, oleh sebab itu di depan seluruh atensi yang menyambutnya, anak laki-laki tersebut beranjak melepas jubah yang ia kenakan.

Sikap mendadaknya lekas membawa tepuk tangan mereda, berganti banyak kebingungan yang merambati seisi grup. Di tengah keheningan yang kini menguasai seluruh ruang, Cale kembali menoleh pada Kepala Sekolah lantas berkata tegas, "Mohon maafkan kelancangan saya tapi saya tidak merasa layak menerima ini." Dia menggenggam jubahnya di kedua tangan kembali mengulurkannya kembali dengan sopan.

Kata-kata itu mengejutkan semua orang, belum sampai di sana, Cale terus menyuarakan semua yang ada di pikirannya tanpa kekangan.

"Peringkat pertama juga tidak pantas didapatkan oleh saya yang penuh kekurangan ini." Cale memalingkan pandangan kembali pada barisan kursi bangsawan, iris coklatnya mengunci sosok Adin yang duduk dengan wajah tenang, tidak ada yang tahu apa yang tengah mendiami isi benak putra kaisar itu saat ini. "Yang Mulia Putra Mahkota Kekaisaran jauh lebih memenuhi kelayakan dibanding saya."

Pernyataan itu membawa lebih banyak keterkesiapan. Tidak hanya Adin yang heran oleh pernyataan Cale tapi Witira dan semua peringkat teratas—sebagian yang merasa bangga pada hasil mereka dan sebagian lagi yang merasa kurang puas dengan hasil yang didapatkan—kini memandang satu-satunya anak di atas panggung.

Kepala Sekolah juga sama terkejutnya. Baru kali ini ditemuinya ada murid yang menolak peringkat yang didapatkan dengan sangat terang-terangan.

Meskipun demikian, Cale tidak menggoyahkan keputusannya. Dia jauh lebih mengutamakan kehidupan malas yang selalu didambakannya. Cale sungguh tidak membutuhkan perhatian macam ini. "Mohon atur kembali peringkatnya dengan tepat."

Ahn Roh Man memandang jubah yang diulurkan padanya dan tak tahu harus tersenyum atau bersedih karenanya. Pria itu memandang lekat anak laki-laki berambut merah yang dengan tegas menyuarakan pikirannya.

"Dia punya keberanian dan keteguhan yang kuat, kualitas sempurna untuk tak tergoyahkan pada kekuasaan."

Ahn Roh Man tidak segera menerima jubah itu, alih-alih dia menukas, "Aku yakin bukan hanya kamu tapi banyak orang di ruangan ini yang juga berpikir serupa denganmu."

Cale berdiri diam di sana, mendengarkan Kepala Sekolah yang beralih menyisir tatapan ke seisi ruang auditorium yang dirajai oleh senyap. Suara pria itu terdengar tenang dan menghanyutkan.

"Apa kualitas yang mesti kamu miliki sampai peringkat satu pantas kamu raih?"

Pertanyaan itu tidak hanya dia berikan pada Cale tapi juga diarahkannya pada semua murid di dalam ruangan.

Pandangan Ahn Roh Man kembali memaku pada Cale. "Nak, apa yang membuatmu merasa kamu tidak layak mendapatkannya?"

Cale tidak ragu untuk menjawab, "Karena saya lemah."

Pernyataan itu sungguh berani dan berkesan tak tahu diri. Namun, tidak seorang pun yang berpikir Cale tidak serius.

"Saya ... tidak punya bakat apa pun sebelum ini. Saya tidak bisa mengayunkan pedang dengan benar dan berhenti berlatih di usia tujuh tahun. Saya hanya suka membaca di dalam perpustakaan jadi saya punya kualitas fisik yang buruk. Saya bahkan bisa lelah hanya dengan berlari beberapa menit. Saya juga seorang bangsawan dan karena itu saya selalu dilayani, saya tidak tahu apa artinya berlatih keras."

Suara Cale mengalir di sepenjuru Auditorium, mengulas satu per satu kelemahannya tanpa merasa malu. Anak laki-laki itu menoleh untuk memandang semua murid lain di ruangan itu.

[BL] The Bride of Crown Prince (AlCale)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang