Naga Hitam mengetukkan cakarnya ke meja bertatakan emas. "Kakek Goldie, berapa lama lagi kamu selesai? Sudah dua belas jam aku meninggalkan manusia yang lemah itu! Aku harus segera kembali!"
Eruhaben membalas ringan, "Dia tidak akan mati sekali pun kamu meninggalkannya seminggu penuh."
"Seminggu?! Kamu sudah gila, di mana hati nuranimu? Aku mau pulang!"
Eruhaben mengembuskan napas lelah. Seekor naga yang baru berusia setahun sudah mengajak berdebat tentang hati nurani. "Kita naga, bukan manusia dan naga tidak butuh hal sepele semacam itu."
"Kamu Naga Tua yang berhati sempit. Justru karena kita adalah ras naga, mustahil orang-orang bisa punya hal yang tidak kita miliki! Kalau mereka punya hati nurani maka aku juga harus punya."
Eruhaben sang naga emas yang hingga detik ini mengadopsi penampilan elf merasa kepalanya seperti berdenyut hebat. "Iya, iya, terserah padamu."
"Hmph, inilah mengapa aku jauh lebih hebat dan perkasa dibandingkanmu."
Naga Hitam merentangkan sayapnya kemudian kembali membawa dirinya terbang melintasi ruang mewah yang tak lain merupakan bagian sarang Naga Emas. Naga kecil itu mendaratkan dirinya di bahu Eruhaben.
"Berapa lama lagi?"
"Sudah selesai, kamu anak nakal yang berisik."
Naga Hitam menyengir lebar. Dia tak ambil hati pada komentar Naga Emas, sempurna terpaku pada pernyataan selesai. "Beritahu aku apa yang kamu dapatkan."
"Seharusnya, kamu yang memberitahuku dari mana kamu mendapatkan benda semacam ini." Wajah tampan Eruhaben menatap serius naga kecil itu.
"Aku sudah ke sini tanpa izin karena kupikir dapat kembali sebelum manusia itu bangun, tetapi semuanya malah kacau balau. Jadi harus kutegaskan, aku tak mau menjawabmu karena itu akan menambah pelanggaranku."
"Anak itu tak akan menghukummu jika kamu mengatakan yang sejujurnya padaku," bujuk Eruhaben.
Naga Hitam mengangguk. "Memang benar, Manusia bahkan tak pernah marah biar pun aku menyisakan makanan. Dia selalu mengajariku dengan sabar—tapi! Tetap saja, aku tidak akan memberitahumu jika belum mendapat izin darinya. Dia masih memintaku merahasiakan ini."
"Tapi kamu datang ke sini dan menyuruhku meneliti mutiara ini." Menurut Eruhaben, kerahasiaan itu sudah lama berujung sia-sia.
"Dia bilang aku harus merahasiakannya, Manusia tidak pernah bilang aku tak boleh menyelidikinya atau meminta bantuan orang lain untuk menelitinya."
Andai Cale mendengar pernyataan Naga Hitam yang sudah pandai berkelit, sudah pasti bangsawan muda itu diberi satu lagi pekerjaan tambahan untuk memberi pengertian pada naga kecil yang polos.
Eruhaben menyerah menggali jawaban. Naga muda ini sangat keras kepala, jika dilanjutkan justru kesabarannya yang diuji di sini. "Baik, aku tidak akan bertanya padamu lagi. Sebagai gantinya, dengarkan aku baik-baik dan beri tahu semua yang kukatakan padamu ke anak itu."
Naga Hitam menurunkan dirinya ke atas meja di mana sebutir mutiara yang disimpan Cale dari ujian masuk tahun lalu kini terbaring di dalam sebuah kotak beludru.
"Baik, aku mendengarkanmu. Bicaralah."
Eruhaben menyampaikan, "Kemampuanku dalam alkemis sangat baik jadi bisa kupastikan jikalau mutiara ini dibuat oleh campur tangan seorang alkemis yang cukup ahli."
"Aku tahu, Manusia sudah mengatakan itu padaku."
"Hm?" Selintas keheranan menghinggapi sang naga kuno.
Naga Hitam dengan bangga menyatakan, "Sebelum kamu, Manusia sudah menjelaskan itu padaku di hari ketika dia mendapatkan mutiara itu. Katanya, benda itu hanya dapat dibuat oleh seorang Alkemis yang kemungkinan besar punya wawasan luas tentang sihir."

KAMU SEDANG MEMBACA
[BL] The Bride of Crown Prince (AlCale)
Fiksi Penggemar[Lout of Count's Family Fanfiction] Setelah lama berduka, Cale Henituse mendapatkan kenangan tentang kehidupan sebelumnya. Rupanya dia telah bereinkarnasi dalam tubuh seorang bangsawan sampah. Tentu saja, itu adalah keberuntungan terbesar menjadi pe...