[76] "Transendensi"

3.4K 535 25
                                    

Cage tersenyum manis menyerahkan sekeranjang selimut yang baru diangkatnya dari jemuran di ruang kerja Nyonya Lian. Sudah tiga hari semenjak dia tiba di Geraja Kematian Wilayah Henituse. Sepanjang waktu, gadis muda tersebut banyak membantu nyonya tua yang menjadi penanggung jawab kediaman.

"Terima kasih, Cage." Nyonya Lian merasa sangat terbantu dengan kehadiran gadis remaja itu.

"Tidak masalah, Nyonya. Katakan langsung pada saya jika Anda butuh bantuan lain."

Nyonya Lian merupakan wanita yang menginjak usia enam puluh. Rambut hitamnya yang selalu disanggul rapi mulai diserabuti keabuan. Sudah lama sejak seorang wanita dikirim ke gereja mereka. Ini merupakan tambahan tenaga yang sangat dihargai oleh Nyonya Lian.

"Kamu sudah bekerja keras. Sejak tiba, waktumu hanya dihabiskan bolak-balik dari kediaman dan gereja. Semestinya, kamu lebih banyak memiliki kesempatan untuk berkeliling dan mengenal wilayah ini."

"Tidak apa, Nyonya. Saya sendiri tak pernah merasa tugas ini sebagai beban. Sebaliknya, ini adalah kehormatan bagi saya dalam berkontribusi pada gereja."

Kata-kata berlapis kerendahan hati menyentuh titik lemah di hati lembut Nyonya Lian. Dia sungguh tak tega anak gadis semuda ini harus bekerja tanpa mengenal waktu bermain.

"Hari ini, bagaimana kalau kamu yang pergi ke pasar? Belilah beberapa bahan makanan yang dibutuhkan dapur." Nyonya Lian beranjak mengambil kantong uangnya kemudian menyerahkan beberapa keping perak serta catatan. "Dapatkan sesuatu untuk dirimu juga."

Cage tentu menyadari ini adalah cara Nyonya Lian memberinya waktu bermain berkedok tugas. Dengan ini, tidak akan ada priestess yang menunjukkan rasa cemburu jika Cage pergi bermain di luar jadwal bekerja.

"Baik, Nyonya."

Nyonya Lian mengelus rambut hitam panjang yang jatuh ke punggung gadis muda itu. "Anak yang baik, berhati-hatilah."

Cage membungkuk sopan sebelum melangkah meninggalkan ruangan. Dia memasukkan koin-koin perak itu ke dalam saku lengannya lantas terkekeh gembira. "Akhirnya aku bisa bebas."

Tanpa penundaan, Cage berjalan riang kembali menuju kamarnya guna mengganti jubah priestessnya dengan sepasang pakaian kasual berupa gaun hijau di bawah lutut serta mengenakan sepasang sepatu bot. Gadis muda itu turut meraih jubah coklat untuk melengkapkan penampilannya. Langkah Cage gegas bergerak semangat meninggalkan area gereja yang sejujurnya sudah membuatnya muak.

Senyum manis yang selalu dia uarkan sepanjang waktu kini menghilang. Gadis itu mencebik menggumamkan keluhan, "Untung saja, aturannya tidak seketat Katedral. Aku sungguh akan kabur kalau mereka terus mengikat kakiku seperti itu."

Cage mengikat rambut panjangnya menjadi ekor kuda kemudian bertanya pada pejalan kaki yang ditemuinya perihal ke mana arah kantor pos terdekat. Dibanding ke pasar, Cage jauh lebih mementingkan tujuannya yang lain.

Kantor pos berjarak hampir satu kilometer dari gereja, setelah menimbang biaya Cage memutuskan untuk berjalan kaki saja sembari menikmati pemandangan di sepanjang jalan. Wilayah Henituse dikenal sebagai keluarga bangsawan terkaya di faksi Timur Laut Kerajaan Rowoon. Terlepas dari wilayah mereka yang dikelilingi pegunungan, para pedagang selalu rela melewati berbagai tempat yang pembangunan jalannya bahkan tak mulus demi mencapai Henituse.

Cage sangat penasaran tiap melewati bar yang menguarkan aroma anggur nan pekat. Kualitas wine dari Henituse konon yang terbaik di seluruh benua. Menahan keinginannya sendiri, Cage hanya dapat menggigit bibir dan melangkah cepat menjauhi godaan. Dia tidak boleh pulang dengan berorama alkohol atau sudah pasti akan dikenai hukuman yang amat berat.

[BL] The Bride of Crown Prince (AlCale)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang