Cale tidak punya pilihan lain. Mustahil dia melewatkan begitu saja sesuatu seperti wasiat penting ibunya. Dengan demikian, di sinilah dirinya sekarang. Pergi berkunjung tanpa pemberitahuan sebelumnya ke Gereja Dewa Kematian.
Kehadirannya yang mendadak serta tidak diperkirakan oleh siapa pun menjadikan gereja dipenuhi hiruk pikuk. Cale sendiri belum tahu jika keramahan yang ditawarkan kepadanya bukan karena dia sudah membantu gereja dalam serangan penganut kegelapan setahun yang lalu seperti yang dia kira, melainkan sebab Cale sudah dianggap sebagai Utusan Dewa oleh semua Priest dan Priestess yang mengabdi pada Dewa Kematian. Posisinya meski tak resmi sudah bisa setara dengan Paus.
Nyatanya, dalam sudut pandang semua orang di gereja, dia telah melonjak ke prioritas tertinggi bahkan Tujuh Pedang Kematian sekali pun harus menunduk sopan di hadapannya. Status anak itu bukan lagi putra bangsawan setempat belaka.
—Manusia, semua orang di sini sangat baik! Mereka semua memperlakukanmu dengan sangat ramah dan sopan! Oh, mereka bahkan menyajikan kue untukmu!
Menanggapi pernyataan riang naga kecil yang mempertahankan wujud tak terlihatnya, Cale dibuat tidak berdaya di hati. Dia mengunjungi gereja didampingi oleh Ron. Saat ini, Cale duduk di sebuah gazebo bagian taman dalam gereja yang konon tak sembarangan orang bisa masuk ke area tersebut sebab lokasinya yang dekat dengan pusat gereja—yang mana menjadi tempat berbagai upacara penting diselenggarakan.
Kalau boleh jujur, Cale cukup nyaman dengan tempatnya dijamu. Ada air terjun artifisial setinggi tiga meter yang disematkan ke dinding batu. Penataan tamannya juga amat rapi serta tertata anggun dengan penampilan barisan semak bunga. Entah mengapa gereja di wilayah ini dibangun kembali dengan penampilan serta interior yang jauh lebih berkelas dibanding yang diingat Cale tahun lalu. Tempat ini tidak lagi terlihat sebagai gereja cabang tapi mirip dengan Katedral utama yang mewah, bedanya cuma berukuran lebih kecil.
Cale kira dia akan dibawa ke ruang doa lebih dulu untuk menghormati sang Dewa, siapa sangka ketika dia menyatakan keinginannya mengajukan pertemuan dengan Pedang Ketiga, dia segera dituntun ke gazebo ini dan diberi jamuan kue serta minuman. Kesannya seolah dia tidak mendatangi gereja tetapi sebuah kediaman bangsawan lain. Cale diminta menunggu oleh seorang Priest bernama Kris yang menyatakan jika seorang Tuan akan menemuinya untuk membahas lebih lanjut perihal keinginannya.
Meskipun selama melangkah masuk ada banyak tatapan yang memusat padanya, Cale sekarang bisa tenang karena area taman begitu sepi sampai ke titik menentramkan.
Berselang lima menit, seorang pria berjubah putih formal menghampirinya. Rambut coklat panjang yang diikat di tengkuk leher serta perawakan tinggi nan tegap, Cale segera mengenali pria itu sebagai Silas si Pedang Ketujuh.
"Mohon maafkan keterlambatan saya dalam menyapa Anda, Tuan Muda." Silas meletakkan tangan kanannya ke dada secara menyilang dengan sikap hormat yang tampak berlebih di mata Cale.
Orang seperti Silas digambarkan di dalam novel [The Heart of a Hero] sebagai eksistensi kuat yang enggan mendengarkan orang lain. Dia keras kepala dan sulit diatur, seringnya menjadi pemberontak dibanding bersikap layaknya ksatria seperti gelarnya. Kendati demikian, tampaknya novel itu sedikit keliru. Silas yang berdiri di hadapannya memberi kesan pria dewasa yang matang. Auranya terkendali dan ekspresi di wajahnya tidak terlihat seperti kesopanan yang sengaja dibuat-buat.
Cale mengenyahkan perbandingan itu dari benaknya, dia berpikir memang tidak seharusnya menilai seseorang lewat narasi di lembaran keras. "Tidak masalah, Tuan. Saya yang harus meminta maaf sudah datang mendadak mengajukan permintaan yang berlebih."
Silas tersenyum tipis, menganggap anak bangsawan itu masih saja rendah hati. Karakternya benar-benar menuai kekaguman Silas.
"Mohon Tuan Muda tidak mengatakan demikian, kami tentu dengan senang hati membantu apa pun yang Tuan Muda butuhkan."
KAMU SEDANG MEMBACA
[BL] The Bride of Crown Prince (AlCale)
Fanfic[Lout of Count's Family Fanfiction] Setelah lama berduka, Cale Henituse mendapatkan kenangan tentang kehidupan sebelumnya. Rupanya dia telah bereinkarnasi dalam tubuh seorang bangsawan sampah. Tentu saja, itu adalah keberuntungan terbesar menjadi pe...