Cale ingin membersihkan diri kemudian beristirahat. Namun, tubuhnya enggan mendengarkan. Kelelahan yang teramat akhirnya menahan langkah anak itu. Dia pun berhenti lalu mendudukkan diri di bawah rindangnya pepohonan tepian sungai.
Kelopak matanya kian berat, membujuknya untuk menyerah akan kantuk. Sang bangsawan muda tidak lagi bisa menguatkan diri, dia mulai berbaring di atas rerumputan sepenuhnya membiarkan dirinya tenggelam dalam buaian. Cale baru memejamkan mata dan yakin belum semenit ketika ada seruan panik yang menghambur ke arahnya.
"Manusia! Manusia!"
Cale mengerang samar, kesakitan karena wujud tak terlihat bergegas menghampiri dekapannya.
"Di mana kamu terluka? Aku ... aku memang tidak seharusnya meninggalkanmu! Kamu berdarah ... kamu terluka."
"Ah, naga kecil itu akhirnya kembali." Cale membuka perlahan kelopak matanya. Diulurkannya tangan ke depan, mengelus punggung naga yang menghapus sihir tak terlihat dan kini memunculkan diri di hadapannya.
"Dari mana saja kamu?" tanya Cale sedikit serak, tenggorokannya masih terasa sakit.
"Aku ... maafkan aku. Aku pergi begitu saja tanpa izinmu. Aku tidak semestinya meninggalkan sisimu."
Rasa bersalah Naga Hitam membuat Cale mengusap wajah naga kecil yang menatapnya cemas. "Aku baik-baik saja."
"Tidak, kamu tidak baik. Aroma darah ini adalah milikmu. Semua ini adalah lukamu. Aku salah, maafkan aku."
Cale tidak punya tenaga lagi untuk berdebat. "... Aku lelah," dia mengakui, "biarkan aku ... istirahat."
Matanya kembali terpejam erat. Dalam sekejap, napasnya yang teratur mengalun di udara. Naga Hitam meringkuk di dekatnya, menempel erat dengan penuh rasa bersalah. Sayangnya, naga kecil itu tidak punya waktu lebih lama. Dia segera menyembunyikan dirinya dalam sihir tak terlihat kemudian terbang ke langit menjaga jarak.
Dari arah hutan, sesosok pemuda berambut biru melangkah mendekat.
Dia adalah senior yang Cale temui di kereta, Euredian Callionase.
"Hei." Euredian berjongkok di sisi anak itu, memanggil datar.
Tidak ada jawaban.
Tangannya terulur ke depan menyentuh kening juniornya menggunakan ujung jari. "Bagaimana bisa kamu jadi seburuk ini?"
Pemuda itu lantas mengerluarkan sebuah ramuan dari dalam cincin penyimpanannya. Dia merasa tak bisa membiarkannya begitu saja, terlebih dalam keadaan begini. Diminumkannya ramuan itu ke bibir juniornya kemudian mendudukkan diri di samping anak yang kehilangan kesadaran.
"Kamu beruntung aku masih menyimpan ramuan penenang," gumam Euredian mengangkat kepala memaku kepulan awan di langit.
Tentu tak akan ada yang menjawabnya tetapi dia tidak peduli.
Euredian terus duduk di sana, bersandar di batang pohon dalam kesenyapan hingga dirasanya waktu sudah cukup berlalu. Ditepuknya lembut pipi sang bangsawan muda. "Kamu pasti bisa mendengar suaraku, jika iya maka ramuannya bekerja dengan baik. Jangan khawatir, ini hanyalah ramuan penenang yang sering dikonsumsi spiritualist untuk menenangkan tekanan mental mereka serta memulihkan kekuatan jiwa. Konsumsi jangka panjang jelas berefek buruk tetapi sesekali tidak masalah untuk pemulihan diri."
Pemuda itu lantas beranjak bangkit berdiri.
"Kalau kamu merasa sulit membuka mata dan tubuhmu sekarang lumpuh, itu hanyalah efek samping kecil. Kurang sepuluh menit lagi, sensasi mati rasa itu akan hilang. Bisa lebih cepat tergantung seberapa baik kamu mampu mengendalikan kekuatan jiwamu."

KAMU SEDANG MEMBACA
[BL] The Bride of Crown Prince (AlCale)
Fanfic[Lout of Count's Family Fanfiction] Setelah lama berduka, Cale Henituse mendapatkan kenangan tentang kehidupan sebelumnya. Rupanya dia telah bereinkarnasi dalam tubuh seorang bangsawan sampah. Tentu saja, itu adalah keberuntungan terbesar menjadi pe...