Ledakan bergema tiap kali anak panah yang ditarik Choi Han melesat memecahkan satu per satu sasaran. Bola-bola yang tergantung di atas papan meletus berurutan dengan presisi sempurna. Dalam kurang semenit singkat, anak laki-laki itu berhasil membabat habis 72 bola, memicu tepuk tangan penonton di sekitarnya.
Penjaga toko pun sama terkesiapnya. "Kamu pemanah jenius, Nak."
Choi Han tersenyum rendah hati. "Bolehkah aku mendapatkan hadiahku sekarang?" tanyanya mengatensikan hadiah yang dijajarkan penjaga toko.
"Tentu saja!" Penjaga toko dengan semangat meraih satu set panah berkualitas ketika anak laki-laki berambut merah yang berbakat itu menyelanya.
"Maaf, tapi apa aku bisa menukar hadiahnya dengan yang lain?"
"Eh? Menukar?"
Menjawab kebingungan pria itu, Choi Han menunjuk pada sebuah buku tebal. "Aku ingin itu."
Keheranan melintasi netra pria paruh baya yang baru kali ini menemukan ada pelanggan kiosnya yang tak menginginkan hadiah utama. Sayangnya, tidak ada yang bisa mengubah keputusan Choi Han saat ini.
"Tolong hadiahkan saja bukunya untukku," pintanya tampak teguh.
Pria itu meraih buku yang diinginkan si anak. Kedua alisnya terangkat serius. "Kamu yakin hanya menginginkan buku ini?"
Choi Han mengangguk dan menerima buku tebal dengan sampul kulit yang terkelupas. Sejak awal setelah mendengar ada hadiah buku jurnal peninggalan seorang Spiritualist, keinginannya untuk menang sudah tersulut.
Melihat bagaimana anak laki-laki itu mengusap sampul buku tua di tangannya dengan hati-hati, sang penjaga jadi tak tega sendiri. "Itu bukan buku istimewa, Nak. Mendiang ayahku dulu seorang pustakawan dan itu hanyalah salah satu buku tua yang dia simpan acak di dalam peti koleksinya. Aku tak bisa membaca isinya sebab ditulis dengan bahasa kuno tapi menurut seorang temanku yang bisa sedikit menerjemahkannya, itu hanya catatan harian tak berguna dari seorang Spiritualist tak bernama."
Choi Han memegang buku itu erat. "Tidak masalah, Pak. Aku menginginkan ini."
Mendapati kekeraskepalaan anak itu, si pria menghela napas tak berdaya. "Baiklah, bawa saja itu sebagai bonus. Tetap ambil hadiah panah ini untuk kamu bawa pulang. Kamu anak yang berbakat, panah ini jatuh ke tangan yang tepat."
Si pria bisa menilai dari penampilan Choi Han yang tampak sederhana dan datang sendirian di festival, dia mengukurnya sepihak bahwa identitas anak itu pastilah salah satu dari yatim piatu di wilayah ini. Beberapa anak punya bakat tapi tidak memiliki alat berkualitas untuk berlatih, jadi akan sangat pas jika anak itu membawa pulang hadiahnya. Sebagai orang tua yang telah lama menetap di wilayah Henituse yang damai, sudah jadi sebuah kebiasaan untuk mengayomi anak-anak yang kekurangan.
Choi Han tidak bisa menolak setelah didesak jadi dia mendapatkan bungkusan panah di punggungnya dan pergi kembali menyusuri jalan ramai festival dengan sumringah di wajah.
—Choi Han, kamu luar biasa! Tadi itu menyenangkan! Ah, aku juga ingin meledakkan bola itu.
Suara Naga Hitam tak hentinya berceloteh riang di dalam benak Choi Han.
—Kamu mengambil langkah tepat untuk buku itu! Manusia pasti akan menyukainya, dia membaca sangat banyak buku semacam itu.
Choi Han mengangguk sependapat. Dia akan senang memberikan ini pada Cale, dia juga yakin apa pun tentang Spiritualist pasti disukai oleh Cale mengingat sekarang bangsawan muda itu telah menjadi Spiritualist.
"Mari kita kembali," lirih Choi Han menjauhi kerumunan.
Sudah hampir sejam mereka berkeliling, dia membawa Naga Hitam mencoba berbagai permainan, meski naga kecil itu hanya bisa menonton dan bersorak dalam benak Choi Han tapi hal itu saja sudah membuat Naga Hitam senang. Terlebih, Choi Han membeli semua kudapan serta jajanan yang diinginkan oleh Naga Hitam. Mereka berdua sepakat akan memakannya bersama dengan Cale sembari menikmati acara utama.

KAMU SEDANG MEMBACA
[BL] The Bride of Crown Prince (AlCale)
Fanfiction[Lout of Count's Family Fanfiction] Setelah lama berduka, Cale Henituse mendapatkan kenangan tentang kehidupan sebelumnya. Rupanya dia telah bereinkarnasi dalam tubuh seorang bangsawan sampah. Tentu saja, itu adalah keberuntungan terbesar menjadi pe...