Chapter 2

4.4K 540 0
                                    

Suasana makan malam kali ini sunyi seperti biasanya. Hanya ada denting antara pisau dan garpu yang terdengar. Raja Engrasia menatap y/n disela sela kegiatan nya memotong daging. Mulutnya terbuka sebentar seakan ingin mengucapkan sesuatu namun kembali tertutup lagi karena ragu.

"Ada apa ayah?" Y/n pada akhirnya membuka mulutnya. Dia mengaku geregetan pada kelakuan labil ayahnya.

"Mungkin sebaiknya malam ini kamu mempersiapkan barang yang ingin kamu bawa ke Obelia besok" Suara ayahnya kini terdengar. Y/n mengangguk menanggapi.

Suasana nya kembali sunyi. Sebelum lagi lagi y/n menyuarakan apa yang sejak berada di danau kemarin mengganggu pikirannya.

"Apa yang akan terjadi seandainya aku menolak pernikahan ini?" Ucap gadis itu.

Caius yang mendengar perkataan itu keluar dari mulut adiknya tersedak daging yang sedang ia makan.

"Maaf" Caius berujar. Mengetahui ia kini menjadi pusat perhatian di meja makan karena tersedak. Y/n menggeser gelas minuman nya ke arah kakak nya. Masih menunggu jawaban kedua orangtuanya.

"Perang antar Engrasia dan Obelia akan terjadi" Ibunya akhirnya menjawab. Y/n menatap ragu makanan nya sebentar sebelum kembali bersuara.

"Kenapa harus takut pada perang? Aku pasti akan memenangkan nya seperti perang perang sebelumnya" Suara itu keluar dengan nada tegas dan tentunya membawa rasa kepercayaan diri yang tinggi.

Wajar bagi y/n untuk percaya diri. Karena memang semua peperangan antara Engrasia dan negara lain berakhir kemenangan ketika y/n yang berada di bawah komando untuk pertempuran itu.

"Lebih baik kita menghindari perang y/n. Karena walaupun pada akhirnya Engrasia menang. Perang selalu memakan cukup banyak korban" Caius bersuara. Ia menatap adiknya. Berusaha memberi pengertian tanpa merusak kepercayaan diri sang adik.

Y/n terdiam. Mengiyakan perkataan kakak nya dalam hati. Karena sejujurnya bagi y/n, nyawanya bukan masalah besar. Ia lupa memikirkan bahaya nya bagi para bawahan dan rakyat biasa jika ia memilih berperang.

.
.
.

Sekembalinya gadis itu ke kamar nya. Y/n memanggil pelayan untuk membantu nya mempersiapkan gaun mana yang cocok untuk ia bawa ke Obelia.

"Anda memanggil saya tuan putri?" Ucap seorang pelayan bernama Julian yang sebelumnya membungkuk hormat ketika ia memasuki kamar y/n.

"Ah iya.. bisa tolong bantu aku memilih gaun untuk kubawa besok?" Y/n berucap sembari kembali menatap lemari besar berisi gaun gaun di depannya.

Julian mengangguk antusias. Ia senang karena tuan putri nya meminta bantuan nya. Perlu diketahui kalau y/n orang yang lebih mengandalkan diri sendiri ketimbang memilih meminta bantuan orang lain.

Jadi ketika y/n meminta pendapat orang lain atau meminta orang lain membantu nya. Orang yang diminta bantuan akan merasa sangat senang membantu gadis itu.

Tak perlu waktu lama. y/n dan Julian selesai mengemas. Menolak membawa banyak barang y/n hanya membawa satu tas yang tidak begitu besar.

Kini Julian sudah kembali ke kamarnya. namun bukannya tidur. Gadis itu malah bermain sihir di balkon.

Kebiasaan nya sejak kecil ketika tidak bisa tidur y/n akan membuat gelembung gelembung air dari sihir nya.

"Bintang nya indah ya.." Ucapnya pelan. Tersenyum menatap langit.

.
.
.

"Permisi tuan putri" Terdengar ketukan di pintu kamar y/n yang diikuti suara seorang perempuan.

Gladiolus || Claude x Reader [Suddenly, I Became a Princess]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang