Eric baru saja turun dari bus sekolah yang ia tumpangi saat pemandangan yang sebenarnya tidak asing lagi terlihat dihadapannya.
Papanya sudah pulang lebih dulu daripada dia dan sekarang sedang duduk di kursi teras dengan dobok miliknya lengkap dengam sabuk hitam dengan strip delapan yang merupakan sabuk tertinggi dalam taekwondo.
Ah eric baru sadar kalau sekarang papanya libur. Pantas saja siang siang begini dia sudah duduk santai dan jika papanya sudah memakai pakaian putih bersabuk hitam tersebut artinya benar.
Dede eric akan dilatih oleh papa jeno.
"Siang papa. Dede pulang" eric berjalan mendekat ke arah jeno yang sedang meminum kopinya. Jeno tersenyum. "Oh udah pulang? Naik bus?"
Eric menganggukan kepalanya.
"Sekarang ganti baju nya eric. Latihan karena kebetulan papa lagi libur. Udah makan, kan?" Eric yang memang hari ini membawa bekal menganggukan kepalanya.
"Ganti sana papa tunggu disini" jeno menunjuk pintu rumah mereka memberi isyarat agar eric mengganti pakaiannya.
Eric menurut. Dengan membawa ransel miliknya masuk, eric mengganti pakaiannya dengan pakaian yang senada dengan papanya. Yang membedakkan adalah sabuk yang eric gunakan berwarna biru. Jangan tanya kenapa eric mendapat sabuk ini dengan cepat karena papanya rutin mengajaknya berlatih setiap hari sehingga dia bisa naik tingkat diusianya yang begitu muda.
Butuh waktu sepuluh menit bagi eric untuk mengganti pakaiannya sebelum ia turun.
"Pemanasan dulu, de" ujar jeno memberikan instruksi kepada putranya. Eric yang tahu pentingnya pemanasan sebelum sesi latihannya mengangguk dan menurut.
"Lari dulu yuk" jeno meletakkan kopinya yang sisa setengah kemudian menutup pintu rumah sebelum berjalan keluar rumah. Mulai berlari mengiringi eric yang sedikit meringis.
Bayangkan saja mereka berlari ketika jam menunjukkan pukul dua dan tanpa alas kaki pula. Eric sesekali meringis saat kakinya menginjak aspal yang panas. Biasanya papanya akan melatihnya di sore atau pagi hari dan jarang sekali melatih dirinya di siang hari seperti ini.
"Kuat ngga?" Jeno yang sedang berlari menoleh ke arah putranya yang sesekali meringis kesakitan. "Kuat, pa" ujar eric meringis kecil tapi tetap berlari mengimbangi langkah kaki papanya.
Mereka berlari mengelilingi kompleks hanya untuk melemaskan kaki mereka dan ketika mereka pulang, mobil yeji sudah berada di garasi pertanda mama eric baru saja pulang bekerja.
Yeji di dalam rumah yang mendengar suara suami dan anaknya yang baru saja kembali saat melakukan pemanasan hanya tersenyum pelan.
Shift nya baru saja selesai dan kebetulan suaminya hari ini libur jadi ia memutuskan untuk langsung pulang saja.
Yeji kemudian mengambil air minum dingin untuk dua pria kesayangannya yang sepertinya sudah mulai berlatih karena terdengar suara jeno hingga dapur.
Dengan membawa nampan berisi air mineral dingin, ia juga membawa beberapa potong buah sebagai camilan, yeji kemudian menyusul ke teras depan rumahnya. Menyaksikan bagaimana sang suami yang melatih anaknya dengan disiplin.
"NENDANG NYA YANG KUAT! JANGAN LEMAH!"
Baru saja yeji keluar dari pintu, suara keras jeno terdengar. Ia menggelengkan kepalanya saat jeno yang tidak pernah mengangkat nada suaranya kepada eric akan berubah seratus delapan puluh derajat.
Awalnya tentu saja eric kaget bukan main dan menangis begitu kencang karena dibentak papanya yang disebabkan ia tidak menguasai, bukannya ditenangkan, jeno malah menyuruh eric berlari keliling sendirian sambil menangis. Dan tugas yeji setelah itu bertambah karena harus memberikan pengertian kepada eric kalau papanya tidak marah, papanya hanya bersikap disiplin. Dan untungnya eric sudah kebal kena bentak papanya saat berlatih seperti saat ini.
"Papa, dede, minum dulu" yeji memanggil mereka yang sedang berlatih. Eric menatap papanya apakah dia boleh berhenti berlatih. Jeno mengangguk. "Istirahat dulu"
Keduanya berjalan menghampiri yeji yang sudah duduk di teras. Eric yang pertama kali meneguk airnya hingga tandas. "Pelan pelan minumnya sayang" yeji mengusap rambut eric yang basah karena keringat.
"Yang, ada es batu?" Jeno bertanya sebelum menenggak air minum nya. Yeji mendongak. "Buat apa?"
Jeno menelan minumnya kemudian menunjuk ke arah kaki eric yang lebam "buat ngompres kakinya" yeji menganggukan kepalanya. "Ada. Nanti aku ambil dulu" ujar yeji kemudian kembali ke dalam.
"Coba sini papa liat kakinya. Sakit ngga?" Eric menggelengkan kepalanya saat sang papa membasuh kakinya dengan air. "Nyeri dikit kaya waktu dede kejedot pintu, pa"
Jeno menipiskan bibirnya. Alasan macam apa itu?
"Ini" jeno langsung mengambil es batu yang diberikan yeji kemudian mengompres punggung kaki anaknya yang sedikit membiru. Eric hanya diam sambil memakan apel dan pir yang disediakan oleh mamanya.
"Gimana? Kamu jadi kerja lagi?" Yeji bertanya kepada jeno yang sedang mengompres kaki eric agar tidak membengkak. Jeno menganggukan kepalanya.
"Iya. Makanya aku bakal ngelatih eric lebih keras" jawab jeno sambil menatap putranya yang sedang mengunyah buahnya.
"Biar ngga kejadian kaya kevin?" Yeji bertanya sambil mengelap keringat eric dengan tissue.
Jeno tersenyum. "Salah satunya itu. Tujuan utamanya biar aku tenang kalau ninggalin kalian berdua. Eric sayang kamu banget jadi dia bisa jaga mamanya kedepannya kalau aku ngga ada"
***
Younghoon menguap merasa tidurnya terganggu karena guncangan keras. Ia melirik ke sampingnya dimana sang ayah tengah menyetir mobilnya dengan damai.
Benar. Kali ini taeyong tidak lagi menggunakan motor matic kesayangannya melainkan rubicon miliknya yang ia kendarai dan younghoon tidak tahu kemana papanya mengajaknya pergi.
"Masih lama, pa?" Younghoon bertanya sambil melihat ke sekeliling dimana dia berada. Tidak banyak yang bisa ia lihat selain pepohonan yang rindang.
Taeyong menoleh. "Sebentar lagi. Ngga nyampe lima menit juga nyampe" ujar taeyong sambil memutar kemudi menuju salah satu vila yang berada di pegunungan. Vila yang berjejer ini merupakan salah satu tempat 'penyimpanan' kepemilikan taeyong.
"Younghoon, kamu disini dulu ya. Papa mau nyari sesuatu di dalam. Ngga papa kan papa tinggal masuk?" Younghoon, dengan mata bulatnya menatap sang ayah bergantian dengan sebuah vila dimana mobil ayahnya terparkir. "Iya"
Taeyong mengacak rambut younghoon. "Good. Papa di dalam ya. Kalau ada apa apa panggil papa aja. Hati-hati jangan terlalu dekat dengan jurang" younghoon lagi lagi hanya menganggukan kepalanya saat taeyong memperingati dirinya. "Iya,pa"
Younghoon hanya menghela napas kemudian berjalan menyusuri jalan hingga ke ujung dekat jurang. Younghoon berdiri menatap pemandangan kota dari tempatnya berdiri sembari memasukkan kedua tangannya di saku hoodie putih miliknya.
"Hati-hati jangan terlalu dekat" younghoon menoleh saat mendengar seseorang memperingati dirinya.
"Jangan terlalu dekat nanti jatuh kata mama" younghoon memundurkan kakinya beberapa langkah saat seorang anak bertubuh kecil bermata besar menghampiri dirinya kemudian duduk di sebelahnya. Ikut menyaksikan pemandangan kota.
"Siapa namamu? Aku baru pertama kali melihatmu" tanya nya sambil mendongak ke arah tubuh jangkung younghoon.
Younghoon kemudian ikut duduk di samping anak yang sepertinya lebih muda darinya. "Younghoon. Kim younghoon. Aku ikut papa kesini. Papaku ada di vila sana" younghoon menunjuk vila dimana papanya memarkirkan mobil.
"Aaaah aku kesini juga dengan mamaku karena papaku belum pulang bekerja. Marga kita sama" pria disamping younghoon berujar membuat younghoon menoleh. "Siapa namamu?"
"Hongjoong. Kim hongjoong"
———
Jangan lupa untuk tinggalkan jejak disini ya bestie
KAMU SEDANG MEMBACA
KINGDOM [The beginning]
Fanfictionapakah ketika mereka mendapatkan kata 'normal' adalah sebuah akhir atau merupakan sebuah awal dari semuanya? Sequel of REGNO, read REGNO first before you read this story NCT ft TBZ, ATEEZ