Fitting

135 6 0
                                    

Kesibukan benar-benar menyita waktuku selama dua minggu belakangan ini

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kesibukan benar-benar menyita waktuku selama dua minggu belakangan ini. Baru kemarin aku meluangkan waktu untuk menemani sepasang suami istri yang berminat untuk membeli rumah milik Karina. Mereka mengatakan jika desain dan harganya sudah cocok, jadi sore siang kemarin sudah terjadi persetujuan. Tinggal mengadakan akad jual-beli dan pergi ke notaris untuk mengurus surat-suratnya. Itu semua kulakukan karena aku menyayangi Karina layaknya kakakku sendiri. Aku ingin ia segera memulai kehidupan yang baru di tempat yang baru juga. Setidaknya dengan terjualnya rumah tersebut, kenangan buruk itu bisa sedikit berkurang.

Memejamkan mata diatas jam satu pagi menjadi kebiasaan baruku. Selain membantu Karina menjualkan rumahnya, sebagai penanggung jawab utama dalam membuat sketsa gambar produk di Louroose, aku berusaha mungkin menyelesaikan permintaan pelanggan dengan cepat dan tepat. Hal itu yang membuat Dion agak kesal. Ia menemukanku masih tertidur pulas saat matahari sudah tinggi di Minggu pagi dan semua orang menunggu kedatanganku untuk membahas pertunangan kami.

Aku ingat betul bagaimana ia tidak henti-hentinya menceramahiku mengenai masalah kesehatan yang akan kudapat jika terus menerus begadang. Jujur itu membuatku naik darah. Siapa yang suka mendengar ocehan ketika baru saja mendapatkan empat jam tidur?

"Kamu bisa enggak sih sedikit aja mengerti gitu tentang kerjaan aku?" tanyaku sambil mengancingkan kemeja warna putih tulang dengan tergesa-gesa, lalu memasukkannya ke dalam celana oversize warna sage. Raut wajah yang lelah dan jengkel tidak bisa kututupi lagi.

"Ini semua enggak ada hubungannya sama aku ngerti atau enggak soal pekerjaan kamu, Sayang," jawab Dion dengan nada datar dan raut wajah yang masih kesal. Meskipun begitu, ia tetap mengambilkan sepasang sneaker putih yang ada di rak sepatu untuk kupakai.

"Oke, terus kenapa kamu jadi sewot gini sih?" Aku menghela napas panjang yang entah sudah keberapa kalinya dalam setengah jam terakhir. "Dion, aku itu bukan sengaja begadang cuma buat main-main, aku ini kerja. Revisi desain yang diminta sama orang-orang itu enggak akan selesai sendiri tanpa aku kerjain."

"Aku cuma nggak mau kamu sakit, itu aja. Dua hari yang lalu kamu ngeluh kepalanya sakit, terus pas dicek ternyata darah rendah kan," jelasnya dengan nada yang sedikit lebih tenang.

Iya, dan sekarang jadi naik darahku gara-gara kamu!

Dion berlutut di hadapanku seraya meraih sepatu sneaker itu, lalu memakaikan untukku. Meskipun kami sedang berargumen, tetapi ia masih bisa bersikap manis seperti ini. Entah ini salah satu siasat agar aku menurutinya atau ini caranya meminta maaf karena sudah mengomel padaku.

"Aku itu dari kemarin sibuk di kantor, persiapan launching belum seratus persen siap. Apalagi kami sepakat acaranya dimajuin sebulan, soalnya kalau nggak gitu bakalan tabrakan sama brand pesaing. Belum lagi harus cross check sama model-modelnya lagi, siapin dana buat bayar sisa sewa gedung yang di Bandung. Terus mendesain gaun-gaun yang customer yang baru," ucapku panjang lebar. "Jadi aku harap kamu lebih bisa sedikit paham. Aku bukannya nggak mau nurut sama kamu, enggak … bukan gitu. Tapi ini tuntutan kerjaan, Dion. Lebih ke tanggung jawab."

Steph & DionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang