Senin yang Berat

581 30 33
                                    

Hari ini aku berangkat ke Louroose lebih pagi dari biasanya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Hari ini aku berangkat ke Louroose lebih pagi dari biasanya. Pukul 8 pagi nanti, aku sudah dijadwalkan untuk bertemu dengan seorang selebritis yang memesan baju pengantin. Rencananya ia juga akan memesan seragam untuk pengiring pengantinnya di Louroose. Namun, aku juga belum tahu pasti berapa orang yang akan datang hari ini.

Sambil menunggu tamu yang akan datang, aku duduk di meja kerjaku sambil menikmati sebotol jus alpukat yang kubawa dari rumah. Jam menunjukkan pukul 07:40, Stella bahkan belum datang. Untuk mengusir rasa bosan, aku membuka situs jual beli rumah dan memasang iklan di sana.

Aku sudah menghubungi beberapa kenalanku dan menawarkan rumah milik Karina yang akan dijual. Namun, belum ada tanggapan yang pasti dari mereka. Jadi, berbekal beberapa foto yang Adrian kirimkan kemarin, aku berinisiatif memasang iklan di situs jual beli agar semakin banyak orang yang tahu tentang rumah Karina.

Saat aku sedang mengetik spesifikasi yang rumah Karina ketika pintu ruanganku terbuka tanpa adanya ketukan terlebih dulu. Adrian begitu saja masuk ke dalam ruang kerjaku dengan santai, seperti ia yang mempunyai kantor ini.

"Pagi, Steph," sapanya dengan ceria.

"Aku kirain Stella. Ada apa kamu pagi-pagi ke sini, Mas?" Aku mengerutkan dahi.

"Kayak enggak suka gitu aku datang," ucap Adrian sambil duduk di depanku.

"Bukan gitu. Tumben aja kamu ke sini," jelasku. Sebuah map berwarna merah yang Adrian letakkan di meja, menarik perhatianku. "Kamu bawa apa itu, Mas?"

"Sertifikat rumahnya Karina," jawab Adrian sambil menyodorkan map tersebut padaku. "Kalau ada yang mau beli pasti tanya soal sertifikat kan? Tadi Karina suruh aku ambil ini di rumahnya."

Aku membuka map tersebut dan menemukan buku sertifikat asli dan tiga buah kopiannya. "Ya enggak yang asli jugalah, Mas. Yang udah difotokopi aja. Ini, bawa pulang lagi yang asli." Aku mengembalikan map tersebut pada Adrian setelah mengambil salah satu dari kopiannya.

"Tahu gitu tadi aku bawa satu aja," keluh Adrian.

"Salah sendiri enggak tanya dulu," balasku. "Ngomong-ngomong, aku kemarin udah tawarin rumahnya ke beberapa relasi aku. Belum ada respon sih, Mas. Kebanyakan jawabnya sama, kalau enggak mau tanya dulu ke suami atau istri, ya lihat budget. Masalahnya sekarang ini bulan Agustus, banyak yang baru aja melunasi biaya anak sekolah."

Adrian menatapku dengan bingung. "Emang bulan mempengaruhi?"

"Iyalah. Bayangin aja, kamu habis daftar sekolah atau kuliah yang dananya enggak sedikit. Kalau ada tabungan sih enggak masalah, tapi kalau dana mepet? Ya terpaksa diundur buat beli propertinya, walaupun sebenarnya ada keinginan."

"Oh, iya juga ya," respon Adrian dengan singkat.

Aku mengambil ponselku dan memfoto sertifikat yang Adrian beri. Sertifikat tanah atau rumah itu penting saat mengiklankan properti, agar calon pembeli tahu status barang yang kita jual. Sertifikat Hak Milik (SHM), Hak Guna Bangun (HGB), atau Hak Satuan Rumah Susun (HSRS).

Steph & DionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang