A Toxic Parent

576 28 82
                                    

Pada hari Jumat selepas pulang dari Louroose, aku pulang ke rumah orang tuaku dengan maksud ingin menceritakan hubunganku dengan Dion sekaligus menjenguk Karina

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Pada hari Jumat selepas pulang dari Louroose, aku pulang ke rumah orang tuaku dengan maksud ingin menceritakan hubunganku dengan Dion sekaligus menjenguk Karina. Aku sungguh merasa gugup membayangkan reaksi orang tuaku ... apalagi reaksi Adrian.

Sesampainya di sana, kulihat papa sedang menyirami bonsai-bonsai kesayangannya di depan rumah saat aku memarkirkan mobil di depan pintu garasi. Saking terpusatnya perhatian papa pada tanaman itu, suara mobil dan langkah kakiku pun sama sekali tidak mengalihkan perhatian papa dari bonsai-bonsainya.

"Papa terlalu manjain bonsai, sampai-sampai anaknya datang enggak disambut," godaku saat berada di belakang papa yang sedang berjongkok.

Dengan spontan papa membalikkan tubuhnya dan tergelak. "Ah, anak kesayangan papa." Setelah meletakkan tanaman kerdil tersebut, papa segera menarikku ke dalam pelukan hangatnya.

"Aku kangen sama Papa." Mendengar itu, papa mengeratkan pelukankannya dan mengecup pelipis kananku. Sudah hampir sebulan aku tidak bertemu langsung dengan papa, hanya melalui video call atau telepon biasa karena papa sedang ada di Kalimantan untuk urusan bisnis propertinya.

"Papa juga kangen sama kamu, Sayang. Gimana kabar kamu? Sehat kan? Bisnis lancar?"

"Semua aman terkendali, Pa."

Aku melepaskan pelukan kami dan mengerutkan kening saat menatap wajah papaku. Wajah yang biasanya terlihat segar itu kini terdapat kantung mata yang menandakan kurangnya waktu untuk tidur. Walaupun sudah menginjak usia 49 tahun, papaku termasuk golongan orang yang awet muda. Di kepalanya sama sekali tidak ada sehelai pun rambut putih yang terlihat, kerutan halus hanya terlihat saat ia tersenyum saja. Bahkan, ketika Adrian dan papa pergi bersama, mereka sering dikira kakak dan adik.

Papaku terkekeh. "Kenapa lihatnya gitu, hm?"

"Papa kayak capek banget," jawabku.

Papa menghela napas. "Semua lagi capek di sini. Adrian jadi uring-uringan belakangan ini. Ditambah ibunya Karina .... "

"Kenapa?"

Papa mengusap air mukanya. "Adrian kemarin siang ribut sama ibunya Karina. Terus Bu Anita pulang ke Bandung kemarin malam. Papa heran ya, anak perempuannya lagi kena musibah, bukannya kasih dukungan, malah disalahkan-"

 Papa heran ya, anak perempuannya lagi kena musibah, bukannya kasih dukungan, malah disalahkan-"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Steph & DionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang