Bersatu

1K 43 107
                                    

Chapter kali ini agak panjang ya ... No pun intended 😏😉
. . .

Baru saja aku ingin melesat ke kamar untuk mengambil robe atau apa pun itu, sebelum berhasil melangkah, bel kembali terdengar. Aku khawatir jika ia berdiri terlalu lama di luar, tetanggaku yang kepo akan menanyainya dan kemungkinan bisa saja sampai ke telinga kakakku. Rasanya ingin sekali aku menggerutui Dion untuk datang di waktu yang tidak tepat. Dengan kesal, aku segera membukakan pintu untuknya.

"Kamu kenapa malam-malam gini ke sini?" tanyaku tanpa basa-basi.

"Kenapa harus ada alasan buat ketemu kamu? Ini kenapa lagi cuma kepala doang yang keluar?" Dion mengerutkan keningnya. Tangan kanannya menunjuk ke arah kepalaku.

Aku berdeham untuk menyembunyikan kegugupanku. Memang benar aku tidak sepenuhnya membuka pintu dan hanya kepalaku saja yang keluar seperti sedang mengintip, dan ini terlihat sangat konyol.

"Gapapa."

Matanya bergerak menyelidikiku. "Boleh aku masuk?"

"Mm, oke .... "

Aku membuka pintunya sedikit lebih lebar agar Dion bisa melewatinya. Ia berjalan menuju ruang tamu dan baru kusadari jika ia menjinjing kantung kertas dengan sebuah kotak di dalamnya. Dengan canggung aku berjalan di belakangnya dan menyilangkan kedua lenganku di depan dada agar apa yang ada di balik oversized t-shirt ini tidak terlalu menonjol.

AC yang berada di ruang tamu ini hanya semakin memperburuk keadaan, karena secara alami milikku sudah mengeras di balik kaus krem ini. Ditambah lagi kini diriku sedang PMS, kalian perempuan pasti tahu rasa sakitnya dada ini ketika akan menstruasi. Rasanya aku ingin sekali bersembunyi dari Dion sekarang.

Dion menghadap ke arahku sambil mengulurkan tas kertas tersebut. "Aku bawain kamu martabak manis. Sesuai selera kamu, keju sama meses yang dikit aja, soalnya aku tahu kamu enggak suka kalau terlalu manis."

Aww, dia masih ingat kesukaanku.

"Makasih ya. Seharusnya kamu enggak usah repot-repot gini," ucapku sambil masih menyilangkan lenganku.

"Kamu kenapa sih? Enggak suka martabaknya? Mau aku beliin yang lain?" tanyanya ketika tanganku tidak menerima martabak darinya. Diletakkannya martabak tersebut di atas meja, di dekat pot putih berisi Aglonema Red Valentine, lalu ia berjalan ke arahku. Merenggangkan kedua lengannya seperti ingin memeluk, aku mundur selangkah menjauh darinya.

"Mm, aku ke kamar bentar ya .... " Segera saja aku berlari ke atas menuju kamarku. Mencari benda sialan itu di lemari, aku menemukan sport bra warna abu-abu lalu memakainya cepat dan segera kembali ke bawah untuk menemui Dion.

Aku berdeham saat menemukannya terduduk di sofa, tatapannya berhasil membuatku salah tingkah.

"Ada masalah?" tanyanya menyelidiki gerak-gerikku.

"Sama sekali enggak." Aku tersenyum kecil dan duduk di sampingnya. "Oh iya, kamu mau minum apa?"

"Nanti aja," jawabnya sambil menggeser duduknya dan merangkul pundakku.

"Oke." Tanganku membuka kardus martabak yang Dion bawa, mengambil satu potong dari sana dan memasukannya ke dalam mulutku. "Hmm, udah lama aku enggak makan kayak gini. Makasih ya."

Makanan tidak menyehatkan memang selalu terasa begitu nikmat. Sudah lebih dari 3 tahun ini aku berusaha membatasi asupan junk food dan fast food. Awalnya hanya untuk menurunkan berat badan agar menjadi ideal, tetapi lambat laun itu menjadi kebiasaan dan menjadikanku lebih sehat sekarang.

Steph & DionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang