Lembaran Baru

783 47 114
                                    

Pernikahan.

Adalah sebuah fase yang akan di alami oleh manusia. Walaupun memang tidak semuanya bisa merasakan itu. Karena ada yang lebih memilih untuk melajang, ada yang memilih menjalin hubungan tanpa ikatan, ada juga yang belum sempat mencicipi indahnya pernikahan namun sudah kembali kepada-Nya.

Takdir memang benar-benar sebuah misteri. Misteri yang kadang membuatku takut akan hal yang menanti di depan. Aku bukan tipe orang yang senang berandai-andai, bagiku terlalu menakutkan untuk sekedar berangan-angan tentang hal di masa yang akan datang. Menyusun rencana tentu boleh, tapi jika terlalu jauh hingga kita membuat skenario sendiri, mendahului Sang Maha Pengatur Segala, rasanya tidak tepat. Karena sejatinya manusia tidak akan pernah tahu apa yang akan terjadi di masa depan. Yang kita yakini hanyalah satu, Sang Maha Pengatur Segala pasti akan memberikan yang terbaik untuk kita.

Seperti halnya pengantin baru yang sedang menyalami para tamu itu. Mereka mana mungkin pernah berpikiran bahwa jodoh mereka tidak lain dan tidak bukan adalah teman masa kecilnya. Iya, adik ipar sepupuku ini sama sekali tidak menyangka jika yang menjadi istrinya adalah orang yang paling dekat dengannya semasa di Medan dulu. Tuhan memang kadang 'bercanda' dengan kita, jauh-jauh dan mati-matian mencari pasangan di tempat lain, tapi nyatanya bagi sebagian orang, jodoh mereka adalah orang yang berada di sekitarnya.

Pesta yang bertemakan Jawa kental terasa sangat intim dan penuh tawa bahagia. Kami sekeluarga mengenakan baju tradisional Jogja, kebaya merah untuk saudara perempuan dan kain bercorak Lurik. Sedangkan beskap warna hitam untuk para lelaki lengkap dengan blangkon dan kain khas Jogja untuk bawahnya. Ini kali kedua aku memakai kebaya lengkap dengan sanggulnya, terakhir memakainya saat Hari Kartini di Sekolah Dasar dulu.

"Cantiknya adikku pakai kebaya gini," goda Adrian sambil merangkul pundakku.

Aku tersipu saat beberapa pasang mata milik saudara kami melihat ke arahku akibat suara Adrian yang terlalu keras. "Thanks, Mas. Cuma ini sanggulnya bikin pusing."

Jelas saja pusing, aku yang tidak biasa disanggul seperti ini sudah memakainya beserta pakaian lengkap sejak pukul enam pagi dan sekarang sudah sekitar pukul satu siang.

"Kamu berarti enggak cocok jadi keluarga Keraton," goda Adrian sambil tertawa.

Aku hanya memutar mata dan meminum segelas air lemon dan mint dingin yang menjadi salah satu sajian di resepsi ini. Sekitar delapan gubuk yang menyajikan makanan traditional maupun international berjejer di sebelah kiri dan kanan pintu masuk gedung. Walaupun kelihatannya menggugah selera, namun rasanya aku tidak tertarik untuk makan sekarang.

Ponselku bergetar di dalam tas, saat kubuka ternyata Stella mengirimkan beberapa pesan di WhatsApp.

Anjir!

Lo liat berita blm, Babe?

Ia juga mengirimkan sebuah tautan dengan judul yang membuat alis mataku berkerut. Terdapat nama Adrian di dalam headline berita tersebut yang semakin membuatku bingung.

 Terdapat nama Adrian di dalam headline berita tersebut yang semakin membuatku bingung

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Steph & DionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang