Makan Siang

697 41 113
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

. . .

"Makasih ya, Mbak." Nadia terlihat begitu senang saat aku memberinya oleh-oleh dari Jogja.

"Sama-sama, Nad. Yang ada kantong merah itu memang buat kamu, tapi yang kantong putih nanti tolong di bagikan ya sama yang lain. Sudah saya kasih nama kok," jelasku.

"Baik, Mbak." Ia mengangguk seraya tersenyum. "Wah, pasti mereka seneng banget ini."

Aku tersenyum lega. "Ya sudah. Saya ke dalam dulu ya."

"Iya, Mbak. Makasih sekali lagi."

Aku bergegas berjalan menuju ruang kerjaku setelah tahu jika sample sepatu untuk edisi tahun depan sudah jadi semua. Saat aku lihat, seperti biasa, aku selalu puas dengan hasil kerja keras karyawanku yang tidak pernah gagal mewujudkan sepatu impianku. Untuk edisi tahun depan, sesuai dengan temanya yaitu tentang pernikahan, aku memilih warna pastel untuk dasaran dan berbagai macam warna payet berbentuk bunga maupun abstrak untuk aksennya.

Aku hanya ingin mempelai wanita yang akan memakai sepatu ini merasa dirinya anggun di hari istimewanya. Sepatu ini mempunyai dua tipe; yaitu flatshoes tinggi 1cm dan high heels dengan tinggi 5cm serta 7cm. Alasanku memilih hak yang tidak begitu tinggi sebenarnya hanya simple, agar mempelai wanita tidak pegal menggunakan sepatu rancanganku walaupun dalam jangka waktu yang lama.

"Gue lihat lo tadi bagi-bagi bingkisan," ucap Stella ketika memasuki ruang kerja. Ia menaruh gelas di meja yang ada di tengah ruangan.

"Selamat pagi," sapaku dengan senyuman. "Dari mana lo?"

"Abis ambil minum."

"Oh. Iya, tadi gue kasih karyawan kita oleh-oleh. Yang lo minta kemarin ada di meja ya semuanya." Aku menujuk ke arah meja kerjanya.

Stella tersenyum puas melihat tumpukan tas karton yang berisikan pesanannya. "Wow, banyak banget. Makasih ya, Babe. Lo emang The Best."

"Sama-sama." Aku terkekeh.

Lalu Stella berjalan dan terhenti di depan mejaku, seringgai jahil terbentuk di bibirnya. "Tunggu, tunggu. Kok lo glowing banget sih? Wah, abis dapat suntikan vitamin D ya di Jogja?" Lalu ia mengedipkan sebelah matanya kepadaku.

Mataku terbuka lebar dan wajahku memanas, syok oleh kata-kata yang keluar dari mulut kotornya. "Stella!"

"Apaan? Ih, pikiran lo yang kotor. Vitamin D kan bagus buat kekebalan tubuh. Ngeres aja otak lo masih pagi gini." Bibir Stella bergetar menahan tawa.

Aku mendengus kesal. "Gue tahu isi otak lo ya. Enggak jauh-jauh dari aktivitas ranjang."

"Siapa bilang aktivitas gue cuma di ranjang doang? Bisa aja di dapur, di ruang tamu, di kamar mandi..." Ia mengedipkan sebelah matanya lagi.

Aku melihatnya dengan horor. "Ewww...gue enggak mau dengar soal itu."

Raut wajah Stella tiba-tiba menjadi serius. "Dion jadi ambil sikap kemarin?" tanyanya.

Steph & DionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang