Pesan Suara

938 62 115
                                    

Sudah direvisi.

Suara lembut dari pendingin ruangan terdengar sangat keras jika kamu tiba-tiba terbangun dari mimpi yang tidak masuk akal

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Suara lembut dari pendingin ruangan terdengar sangat keras jika kamu tiba-tiba terbangun dari mimpi yang tidak masuk akal. Aku menoleh ke arah jam yang menunjukan pukul 05:36 pagi. Mataku menatap langit-langit kamar yang polos, sedangkan otakku kembali memutar adegan dalam mimpi yang baru saja aku alami.

Dion. Aku kembali bermimpi tentangnya.

Di dalam mimpiku, aku dan Dion kembali ke masa saat kami SMA dulu.

Kami berada di ruang kelas dengan memakai seragam putih abu-abu. Aku dan Dion duduk berhadapan dengan meja sebagai pembatas, tapi tidak saling berbicara, hanya saja kami saling tersenyum.

Lalu ia mengajakku keluar kelas dan menuju tempat yang gelap, seperti basement. Ia menggandeng tanganku saat kami melewati tempat itu, tempat yang penuh dengan wajah-wajah asing, sepertinya mereka memperhatikan setiap langkah kami.

Aku menunduk, menghindari tatapan menilai mereka. Sesaat setelah itu, kami berada di tempat yang luas, seperti tanah lapang. Lalu Dion berbicara padaku, tetapi aku tidak bisa mendengar suaranya. Ia membelai wajahku dan mengusap lembut bibirku, lalu menarik tangan kananku untuk mendaratkan kecupan di sana.

Setelah itu ia pergi menjauh, berjalan menuju cahaya yang sangat terang dan menghilang di sana. Aku panik, ingin sekali menyusulnya, tetapi kakiku tertahan. Hujan mulai turun dengan derasnya, dari arah sampingku sekelompok anak balita berjalan beriringan. Mereka memakai topeng yang menyeramkan dan memakai baju tradisional lengkap dengan tombak tajam yang berukuran mini.

Salah satu di antara mereka mencoba menghampiriku dengan tombak yang menjurus ke arah dadaku. Aku berteriak memanggil nama Dion, memohon pertolongannya. Aku menutup mata dengan ketakutan yang luar biasa.

Sedetik kemudian hujan mulai berhenti dan aku sudah berada di dalam dekapan hangat seseorang yang sampai sekarang masih membuatku takjub akan pesonanya.

"Shh, ini aku."

Aku menghela napas panjang lalu mendudukkan diri di pinggir tempat tidurku. Mengusap wajahku dan pergi menuju kamar Adrian untuk membangunkannya.

Semalam sebelum aku tertidur, mama menghubungiku karena tidak bisa menelepon anak lelakinya. Mama mengingatkan bahwa pesawat yang akan mengangkut kami menuju Jogja berangkat pukul 11 siang. Barang-barang yang akan kubawa sudah siap di dalam koper.

Mengingat Adrian sangat susah bangun pagi akhir-akhir ini, aku diberi tugas untuk menyeretnya keluar dari tempat tidur.

Yang benar saja.

Aku mengetuk pintu kamar Adrian. "Mas?"

Untuk ketiga kalinya masih belum ada jawaban dari sang pemilik kamar. Aku mendorong pintunya dan melesat masuk ke dalam. Dengan hati-hati aku berjalan menuju tempat tidurnya karena Adrian memiliki kebiasaan menaruh sepatu tidak pada tempatnya, ia biarkan begitu saja berserakkan di lantai bersama beberapa pakaian kotor. Lalu ditambah lagi ia lebih memilih tidur dalam keremangan lampu kecil yang tidak lebih dari 2,5 volt.

Steph & DionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang