Sebab dan Akibat

628 38 51
                                    

Harap membaca catatan yang ada di bawah!

Aku terbangun dari tidurku dengan kaki kiri yang terasa seperti tersentak, jantungku berdetak kencang karenanya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Aku terbangun dari tidurku dengan kaki kiri yang terasa seperti tersentak, jantungku berdetak kencang karenanya. Hal ini acap kali terjadi setiap aku tertidur di tempat asing, tempat yang dirasa belum pernah kudatangi.

Kupaksa kedua mataku yang masih terasa berat untuk terbuka, seketika aku menangkap bayangan seseorang yang sedang berdiri memunggungiku di sisi kanan tempat tidur. Butuh beberapa saat untukku tersadar jika aku sedang berada di kamar Dion, yang ada di kediaman Mahardika.

Lalu seseorang tersebut membalikkan tubuhnya, menghadapku. Ia tersenyum dan duduk di pinggiran tempat tidur. Ia masih mengenakan baju berwarna putih tulang yang lengannya ia gulung sampai siku dan celana panjang berwarna cokelat muda.

"Hai, kamu udah bangun," ucap Dion. Tangannya mengusap pipiku dengan lembut.

"Maaf ya, aku ketiduran," ucapku setelah menguap. Aku memegangi tangannya yang ada di pipiku, supaya tangan itu lebih mendekat lagi padaku. Kurasa Dion menyukai hal yang kulakukan, karena ia tidak bisa menyembunyikan senyuman itu.

"Enggak papa, kamu pasti capek. Mau minum dulu?"

"Boleh," jawabku.

Aku melepas tangannya supaya aku bisa bangun dan ia juga bisa mengambilkan segelas air putih yang ada di nakas. Ternyata ia sudah menyiapkan itu ketika menuju kemari, karena sebelum tidur tadi gelas itu tidak ada. Aku meminum air putih itu dan menghabiskannya seperempat gelas, lalu menaruhnya kembali di atas nakas.

Ekspresi yang ada di wajah Dion mengingatkanku pada pertengkaran tadi. Ia menatap jauh ke arah tirai warna keemasan yang tertutup rapat. Aku menyentuh tangannya yang ada di pangkuannya untuk menarik perhatiannya. "Gimana tadi?"

Dion melihat ke arahku sekilas, kedua matanya terlihat letih. Dari situ aku sudah bisa menebak jika masalah antara Randi dan Farah masih belum menemukan titik terang. Aku melipat kakiku ketika Dion menjauhkan dirinya di atas tempat tidur, terlentang dengan posisi vertikal, sementara kedua kakinya masih berada di lantai.

Ia mengusap air mukanya dan mengembuskan napas panjang. "Farah hamil dua bulan. Randi pergi dari rumah .... "

Aku hanya menatap ke arah Dion, menunggunya untuk melanjutkan ceritanya. Mungkin sekitar lima menit kami berdua saling diam, hanya suara kipas angin yang tergantung di atap kamar dan samar-samar suara air terjun buatan yang terdengar.

Dion melipat tangan kanannya di balik kepala sebelum berbicara lagi. "Farah sebenarnya udah tahu kalau dia hamil, seminggu setelah dia pulang dari rumah sakit. Salahnya dia, alat tes kehamilan yang menunjukan kalau dia positif disimpan di laci kamar mandi, tapi enggak ditunjukin ke Randi.

Kemarin, Randi menemukan itu, terus pas ditanya, Farah bohong kalau itu bukan punya dia. Dari situ Randi cerita kalau pas Farah keracunan kemarin, dokter sempat menduga kalau Farah hamil. Randi minta dia buat cek, siapa tahu rezekinya. Tapi Farah nolak … mereka sempat ribut kemarin."

Steph & DionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang