Teman Gila

2.8K 163 218
                                    

Sudah direvisi.

Sesampainya di apartmen Stella, segera kuceritakan tentang pertemuanku dengan Randi di bank tadi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sesampainya di apartmen Stella, segera kuceritakan tentang pertemuanku dengan Randi di bank tadi. Sama kagetnya denganku yang tidak menduga jika Randi ada di Indonesia dan sudah memiliki anak, Stella pun tidak habis pikir jika Randi memutuskan untuk menikah di bawah usia 30 tahun.

Gelak tawanya menggema di penjuru kamarnya yang luas ini. "Lo masih ingat kan kalau dia dulu pernah taruhan sama gue soal siapa yang bakalan nikah duluan, terus gue ngotot kalau dia pasti bakalan hamilin cewek dan nikahin siapapun orangnya itu. Enggak perduli mau kayak gimana mukanya atau orang mana. Terbuktikan, gue yang menang." Stella tersenyum miring.

"Kalo menurut gue sih, kayaknya Randi beneran nikah duluan deh sama cewek itu," kataku kepada Stella sambil berbaring ditempat tidur queen size nya.

"Ceweknya kaya orang baik-baik kok dari penampilannya, enggak kaya mantan-mantannya dulu yang muka-muka hypersex," cibirku yang kemudian disambut gelak tawa renyah dari Stella. Aku pun ikut terkekeh.

"Iya sih mantan-mantannya dulu hampir semuanya berdada bantal. Dulu itu orang enggak punya selera yang bagus. Gue yang bening gini aja ditolak dulu sama dia. Padahal punya gue asli kenceng dari sananya," ucap Stella dengan percaya dirinya yang berlebih.

Salah satu kelakuan Stella yang sukses membuatku geleng-geleng kepala, yaitu kepercayaan dirinya yang terlalu tinggi.

"Oh iya, Randi sempet ngomongin soal dia gak? Gimana kabarnya sekarang?" tanyanya dengan menaikan satu alisnya yang sudah melengkung alami.

Stella selalu bermulut frontal sejak dulu, bahkan di depan guru saat kami SMP pun begitu. Salah satu guru yang terkenal galak menyuruhnya mengepel lantai aula sekolah yang luas karena Stella ketahuan berpelukan dengan Andi, mantan pacarnya dulu yang sekaligus ketua OSIS saat itu. Namun bukannya menuruti perintah guru, Stella malah membantah dan mengelak bahwa dia tidak berpelukan, tapi hanya merangkul pundak sang ketua OSIS karena dia terlalu gemas dengan Andi yang dia juluki sebagai Lee Min Hoo nya Indonesia. Kadang celotehnya sangat sukses menghiburku, tetapi saat Stella membahas soal dia, ingin rasanya aku tutup kuping dan kabur.

Aku menggelengkan kepala, mataku beralih memperhatikan lampu crystal yang berada di atas tempat tidur Stella seolah itu hal yang lebih menarik dari pada membicarakan masa laluku yang kurang beruntung. Bukannya aku tidak mau move on atau apalah, tapi bayangan dirinya selalu saja menghantuiku dan itu sangat mengganggu. Otak ini seolah menolak untuk menghapus memori-memori tentang dirinya dan malah mengingat hampir setiap detail kenangan yang dulu pernah kami lalui bersama.

Stella beranjak dari kursi riasnya dan menghampiriku. "Mau sampai kapan lo kaya gini, Babe? Kejadian itu udah enam tahun ... hampir tujuh tahun yang lalu dan lo juga udah engak pernah lagi ketemu sama Dion."

Aku menghela napas panjang, seolah mendengar namanya saja begitu menyesakan. "Apaan sih? Gue gapapa kok."

"Kita itu temenan dari TK, dari sebelum lo berani ngomong di depan orang banyak sampai gue pun tau kapan lo menstruasi pertama kali. Gue juga satu-satunya orang yang tau kalo lo pernah mimpi mesum sama Dion. Inget kan lo pernah cerita itu pas-" Aku mengambil bantal lalu melemparkannya ke arah Stella untuk memotong ucapannya. Bisa kurasakan wajahku tiba-tiba memanas.

Steph & DionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang