Teringat Lagi

1.6K 133 102
                                    

Sudah direvisi.

"Aku baru aja keluar dari kantor notaris, Pa."

"Gimana, lancar?"

"Iya, dong," jawabku dengan gembira seraya memasuki mobilku lalu menutup pintunya kembali. "Tadi udah sekalian dikasih kunci rumahnya. Kebetulan pengacara pemilik rumahnya bisa datang."

"Syukurlah. Selamat ya, Sayang," ucap papa. Bisa kudengar kebanggaan dari suaranya, itu membuatku tersenyum lebih lebar.

"Makasih, Pa," balasku sambil memasang sabuk pengaman. "Oh iya, Pa, nanti aku enggak pulang ke rumah ya."

"Kamu mau balik ke apartemen atau ke tempat Stella?"

"Aku pulang ke apartemen, Pa."

"Oke. Jangan lupa makan sama istirahat yang cukup ya, Sayang."

"Iya, Papa juga. Ya udah, aku harus pulang sekarang, Pa, soalnya masih harus antar Stella juga. Bilangin ke mama ya, Pa, tadi aku coba telepon tapi enggak bisa."

"Iya, nanti papa bilangin ke ama kamu. Paling juga lagi arisan dia. Salam buat Adrian, ya."

Aku tertawa pelan. "Iya, Pa … I love you."

"I love you too, Sayang." Lalu aku memutuskan sambungan teleponnya.

"Udah selesai sesi romantisnya sama bokap lo? Keburu malam ini," protes Stella yang duduk di kursi penumpang.

"Berisik, lo. Baru juga jam segini." Aku melirik jam digital yang ada di head unit mobil, itu menunjukan pukul 06:55 p.m.

Memang sudah menjadi kebiasaanku untuk selalu memberitahu orang tuaku setiap kali aku tidak pulang ke rumah mereka dan tidur di apartemen yang sudah kutempati selama hampir 2 tahun terakhir ini. Alasannya sederhana saja sebenarnya, karena jarak Louroose dan apartemenku lebih dekat daripada rumah orang tuaku.

"Ya tapi kan gue ada janji sama Niko buat dinner. Jadi nanti lo drop gue di La Fiesta aja ya," kata Stella dengan suara yang terlalu bersemangat.

"Oke," jawabku singkat, lalu menjalankan mobilku menuju restoran Meksiko yang Stella maksud.

Niko bukan pacar Stella, tapi mereka sudah kenal selama kurang lebih setahunan ini dan hanya begitu-begitu saja. They're fuck buddies, you could say that. Entahlah, aku tidak pernah mengerti jalan pikiran Stella mengenai percintaannya. Ia seperti tidak akan berhenti dan menetap dengan satu laki-laki ... at least for now.

Itu semua sudah berlangsung sejak awal is memiliki kekasih, di kelas 3 SMA, yang mana hanya bertahan selama satu bulan. Semenjak itu, ia terus menerus berganti pasangan dan lebih memilih menjalin hubungan tanpa status. Aku berusaha mengingatkan dia, tetapi tidak berpengaruh banyak. Jadi, aku hanya berpesan untuk selalu memakai pengaman, 'no glove no love' itu yang selalu aku ucapkan. Selebihnya aku yakin Stella sudah tahu konsekuensi apa yang akan ia dapat dari kelakuannya sekarang ini.

Steph & DionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang