⚠️ :
17+, harsh words, swear words, rough fight, intimate skin contact, kissing, etc.Ileana hanya mengikuti, sekalipun petunjuk yang Zian berikan hanya itu. Ilen tak bisa bertanya lebih karena ponselnya pun masih ada pada Zian.
Ileana sampai rumah pukul setengah enam petang. Itu saja harus bergegas, agar jam tujuh nanti Ilen bisa sampai di apartemen Zian. Ileana hanya sempat mandi dan meminum air dingin dari kulkas.
Ilen tak tahu mengapa ia harus seperti ini, padahal tak ada gunanya sama sekali baginya. Tubuhnya bergerak cepat, padahal otaknya meminta berhenti.
Lalu, Ilen sudah sampai di lantai tujuh belas. Ia melihat sekitar ragu, Zian tak memberitahu apapun lagi. Ileana jadi tak tahu harus berjalan kemana.
"Masuk."
Ileana menoleh ke belakang, ada Zian yang baru keluar dari elevator. Mereka bertatapan sebentar, lalu Zian berjalan memimpin dan Ilen mengikuti. Ilen tahu ada yang Zian tak suka darinya. Tatapan dan nada bicara yang Zian tujukan saat berhadapan dengannya, adalah sesuatu yang Ilen pikir buruk.
Namun, Ilen pun tak bisa menolak. Akan ada lebih banyak hal tak baik nanti yang malah akan merepotkan.
Zian masuk ke salah satu pintu, terlihat satu set ps dan sofa, tetapi Ilen tak melihat ada manusia lain di sini. Ilen tiba-tiba gugup dan menghentikan langkahnya.
Zian berbalik. Ilen pikir Zian ingin mengatakan sesuatu, tetapi tak jadi. Zian melihatnya dari atas ke bawah, memindai dalam kejapan mata. Cowok itu berdecak. Zian menatapnya tajam.
"Pake." Zian mengambil paper bag dari sofa, memberikannya pada Ilen. "Gue tunggu di luar."
"T-tapi--"
Zian berlalu tanpa mempedulikan wajah Ilen yang berubah kesal. Ilen ingin ponsel, miliknya, yang Zian tak mempunyai hak sama sekali. Namun, sekarang Ilen harus mengganti baju yang entah apa maksudnya. Zahra dan Luna bilang, Zian paling menyuruh membersihkan tempat ini. Apakah hanya itu, Ilen harus berganti baju?
"Jangan gila! Lo inget terakhir kali bawa cewek ke sana? Bos, dia bahkan nggak kenal apa-apa soal lo."
Ilen keluar setelah mengganti baju, Zian ada tepat di depan pintu. Ilen dengar Zian sedang berbicara di telepon, dengan salah satu temannya yang Ilen pikir mungkin Seth.
Zian sepertinya menyadari Ilen ada di belakang, cowok itu mematikan telepon. Ia melirik, memandang Ilen yang menggerai rambutnya. Gadis itu terlihat tak nyaman dengan pakaian yang dipakai, tetapi Zian tak peduli. Zian mendecak karena posisi mereka cukup dekat, ia bisa mencium aroma parfum Ilen.
"Omong-omong, bisa balikin hp gue, nggak, Zi?" Ilen bertanya pelan, takut membuat Zian kesal. "Mungkin, ada hal penting yang harus gue tau."
Ilen sendiri bahkan jarang membuka ponsel. Paling sering berbalas pesan dengan Zahra dan Luna, yang tak ada sesuatu penting sama sekali. Namun, di situasi ini, Ilen bisa bertanya harus melakukan apa pada Zahra dan Luna. Itu penting, karena mereka tak pernah bilang Ilen harus memakai rok pendek seperti ini.
Ilen memakai kemeja hitam lengan panjang dengan rok pendek putih yang mencapai pangkal paha. Micro skirt yang memperlihatkan paha cukup jelas, apalagi Ilen tak mempunyai apa-apa untuk menutupi. Ilen tak membawa apapun dari rumah, sekalipun dompet, karena Ilen berjalan kaki untuk pergi ke sini. Hanya membutuhkan waktu sepuluh menit dari rumah jika Ilen bergegas, melewati jalan besar yang ramai orang.
Ilen mengedip, terkejut saat tiba-tiba Zian mencekal tangannya. Ilen ditarik turun ke lantai bawah, masuk mobil, dan membiarkan Zian membawanya entah kemana.
KAMU SEDANG MEMBACA
ZiBos : Sippin' [END]
Teen Fiction"Zi, kita mau ke mana?" tanya Ilen, "lo mau bawa gue ke mana lagi?" "Masuk." "Nggak." Zian sudah berada di sisi pintu kemudi, pergerakannya terhenti. "Masuk, Ilen." "Gue bisa lari dari sini." - Ilen hampir memberikan segalanya pada Zian. Ilen te...