ZiBos : Sippin' |13|

31 1 0
                                    

Zian pergi entah pada pukul berapa, yang pasti saat Ilen sudah terlelap dalam tidurnya. Entah bagaimana pula cowok itu keluar dari kamarnya dengan selamat, dari cctv yang Mba Adel pasang di depan rumah. Entah bagaimana Zian pergi tanpa menimbulkan suara, seakan kehadiran dan pelukan mereka hanya mimpi belaka.

Namun, tentu saja tidak. Tadi malam benar-benar nyata, karena bahkan jaket blouson Zian masih berada di atas ranjang Ilen. Ilen juga tak tahu jaket itu tergeletak di tempatnya tidur, ia baru sadar saat terbangun. Jaket gelap itu pasti sudah ada sejak pertama kali Zian masuk ke kamar.

Ilen sebenarnya tertidur lelap, tetapi terbangun saat jam menunjukkan pukul tiga. Yang lain dari hal pasti yang Ilen ingat, Zian berada di sini lebih dari jam dua belas. Mungkin ia hanya tertidur dua-tiga jam, tetapi tak dapat terpejam lagi.

Jadi Ilen hanya duduk bersandar pada ranjangnya sembari memperhatikan jaket blouson gelap yang berada di sisi ranjang lain. Pasti tak ada hal yang salah jika Ilen tak menemukan jendela kamarnya yang tak terkunci. Tempat tidur Ilen menempel pada dinding, hanya beberapa senti lebih ke atas terdapat jendela kaca berukuran tak lebih dari 100×50 cm.

Jendela itu dibuka dari bawah, tetapi Zian tak akan mau keluar lewat sana. Zian harus berhati-hati kalau tidak mau membuat Ilen terbangun dari tidurnya. Sekelebat hal konyol Ilen pikirkan tiba-tiba, lalu di ujungnya teringat bagaimana ia yang lupa mengunci jendela tadi petang.

Lalu pandangannya sudah jatuh pada pintu kamar yang tak tertutup sempurna. Ia kontan bangun dan memeriksa, bibirnya tersenyum begitu tipis sembari menutupnya perlahan. Entah bagaimana cara Zian keluar, bahkan berhasil melewati gerbang depan yang terkunci juga, Ilen tak mau peduli. Ingin tahu pun, ia dapat bertanya nanti.

Ilen mengetahui sisi hangat Zian tadi malam. Atau perlakuan Zian yang berbeda dari biasanya dan tak berlaku kasar padanya. Ilen merasa, baru pertama kali ini ia ingin menemui Zian dan melihat kondisi cowok itu. Dari waktu-waktu dimana Ilen ingin selalu lepas dari Zian, untuk pertama kalinya, Ilen ingin tersenyum di depan cowok itu.

÷÷÷

Namun tetap saja, masih ada banyak hal yang terjadi tak sesuai harapan. Tak berselang lama setelah Ilen datang ke sekolah, Ilen langsung tahu semuanya menjadi lebih berbeda. Hampir setiap siswa yang berlalu di sekitarnya, memandang Ilen luar biasa aneh dan menyebalkan. Ada yang seperti mengasihani, mencemooh, dan beberapa ekspresi tak suka yang lain.

Ia hanya bolos sekolah satu hari, tetapi sekolah seakan ia tinggalkan selama berbulan-bulan. Ilen seperti anak bodoh yang tak tahu apa yang terjadi.

Lalu saat Ilen melintasi dinding mading saat akan sampai di kelasnya, dua orang siswi berbicara keras agar ia mampu mendengar.

"Lo masih punya muka buat dateng ke sekolah?"

"Ya kalo dia, masih punya, kali," sahut salah satu siswi yang lain.

"Iya juga, sih. Buat apa dia malu sama kelakuan pacarnya? Orang dari dulu aja, dia keliatan nggak suka gitu pacaran sama Zian."

"Atau bisa aja dia udah pernah ngalamin, lagi? Ih, bahkan bisa aja semua mantan Zian kayak gitu juga. Wow ... sekolah kita jadi jelek banget karna ini. Tapi Desi masih punya muka aja buat dateng ke sekolah."

Satu siswi yang lain melirik Ilen sinis. "Ya pasti cuma orang-orang bego aja, lah, yang bangga atas kelakuan mereka sama Zian itu."

Mereka membicarakan hal yang terdengar ambigu, Ilen tak mau asal menyimpulkan dan malah menjadi salah paham. Ilen ingin mengatakan bahwa Nusa Indonesia sudah tahu Zian bagaimana, mungkin beberapa hal yang menunjukkan seberapa bebas Zian, tetapi Ilen tak mau memilih yang mana. Hal seperti apa yang membuat pandangan Nusa Indonesia menjadi buruk ke seseorang yang banyak dikagumi sebelumnya.

ZiBos : Sippin' [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang