Ilen benar-benar di sini. Setelah menghindar--atau mungkin mengabaikan terlalu lama, akhirnya ia berdiri di depan rumah ini. Rumah dengan pagar besi yang sudah lama berkarat, serta pohon mangga besar yang dedaunannya kebanyakan gugur meninggalkan ranting. Cat biru muda yang mengelupas, pula teras yang kotor oleh tapak kaki sepatu seseorang.
Ilen pernah meminta Ibu untuk memangkas dahan pohon mangga yang sudah mati. Ia juga meminta Ibu mengganti gembok pagar baru, sebab yang lama sulit digunakan karena berkarat. Ia paling sering meminta Ibu mengecat ulang dinding rumah, atau setidaknya dinding di luar yang dilihat orang-orang. Ilen pikir, agar orang asing tahu jika rumah sederhana ini dihuni dua orang perempuan.
Permintaan-permintaan itu diucapkan kala Ilen sekolah menengah pertama. Sampai sekarang belum ada satu pun yang berubah, padahal Ilen katakan semata-mata agar Ibu aman. Agar dahan pohon tak tiba-tiba jatuh, apalagi saat Ibu berjalan di depan. Agar pagar terkunci dengan benar saat malam.
Ilen lama tak datang, rumput-rumput di halaman rumah bahkan sudah terlihat memanjang.
Di satu bagian dengan rerumputan yang sedikit masih pendek, terdapat satu motor terparkir. Ilen melihat motor itu cukup sering, dulu, bahkan pernah menaikinya di jok belakang. Sekarang si pemilik motor tengah berada di dalam, berbicara dengan Ibu entah tentang apa.
Rasa percaya diri Ilen tiba-tiba mengikis sampai benar-benar habis, tak tersisa. Ia merasakan sebuah pengkhianatan, bukan untuknya, melainkan Ibu yang harus terima. Ilen keluar dari lingkup pelindung yang terasa hangat. Ditarik menjauh ke ujung sisi perbandingan, hingga berubah begitu asing kala kembali ke tempat semula.
Hati Ilen berdesir nyeri, sebab ia tahu ia telah melakukan kesalahan.
"Gue di sini."
Ilen menghela napas panjang. "Tapi sekarang, Ibu punya pemikiran kalo lo orang yang udah buat gue ngelawan. Ibu lihat lo udah lebih buruk sebelum kalian ketemu."
Ilen menoleh, memandang Zian tanpa ingin memperhatikan lebih bagaimana respon cowok itu. Ilen tak mau mendapatkan apa pun dari netra itu. Oleh karena itu, pandangan Ilen menurun, mengambil alih kotak kue serta susu jahe dari tangan Zian.
"Gue nggak tau seburuk apa yang bakal terjadi nanti, tapi gue janji, pertahanan gue lebih kuat dari yang gue sendiri bayangin."
Satu tangan Ilen menyusup di sela-sela jemari Zian, menggenggam telapak tangan itu dan melangkah ke dalam. Gadis itu menyempatkan diri memperhatikan penampilannya sendiri, lalu Zian. Sebelum benar-benar masuk ke dalam, ia melepaskan genggaman sebentar untuk merapikan rambut Zian. Setelah selesai, ia genggam kembali telapak tangan itu.
Dengan perlahan ia menarik seulas senyuman, berharap semua keburukan yang mungkin, tenggelam hilang. Lalu senyum tipis yang balas Zian tampilkan berpengaruh lebih dari yang ia bayangkan.
"Ibu nggak perlu setuju sama kita. Ibu cuma harus paham, sisanya biar gue yang urus."
Ilen membawa Zian masuk setelah berkata dengan lebih ringan. Mereka segera saja menarik perhatian seseorang yang duduk sendirian di sofa ruang tamu. Kala pandangan mereka bertiga bertemu, muncul getaran aneh yang menghimpit perasaan Ilen menjadi sesak. Reaksi ini sedikit terlalu cepat dari yang Ilen perkirakan.
"Maaf, ya, Ibu ninggalin kamu--"
Wanita dengan raut wajah lelah dan beberapa kerutan tipis yang muncul di dahi, menghentikan langkah pula terpaku di tempat. Ibu datang dari dalam, kedua tangan wanita itu membawa nampan kecil berisi sepiring nasi goreng dan segelas air putih.
Widya memakai pakaian rumahan yang seringkali dipakai hingga Ilen dan Rania sudah hapal bagaimana motif bajunya. Kala itu Ilen yang paling semangat menunggu nasi goreng buatan Ibu, spesial tambahan udang yang khusus disisakan kala akhir pekan. Setiap Widya libur, masakan dadakan ala kadarnya itu sudah cukup membuat pagi mereka hangat.
KAMU SEDANG MEMBACA
ZiBos : Sippin' [END]
Ficção Adolescente"Zi, kita mau ke mana?" tanya Ilen, "lo mau bawa gue ke mana lagi?" "Masuk." "Nggak." Zian sudah berada di sisi pintu kemudi, pergerakannya terhenti. "Masuk, Ilen." "Gue bisa lari dari sini." - Ilen hampir memberikan segalanya pada Zian. Ilen te...