terima kasih masih menunggu mereka<3
ini lanjutan dari kegilaan kemarin^.^⚠️
Seperti mimpi buruk yang tidak Ilen harapkan, semua hal berubah mengerikan. Tidak lama setelah Zian membuka pintu, orang-orang menemukan mereka. Keadaan lebih buruk sebab genggaman mereka terlepas. Mereka terpisah.
Zian bergerak ke arah kiri, sedangkan Ilen sebaliknya. Hanya butuh beberapa langkah untuknya mencapai pintu ruang sebelah. Neraka yang sesungguhnya. Apa yang sedang menanti mereka, sebuah kehancuran akan terjadi di sana.
Dan Ilen memasukinya tanpa perlindungan apa-apa.
Debar jantung yang bertalu sakit, napas memburu, serta perih saat darah di kaki harus dipaksa menapak. Ilen tidak mengenakan alas kaki. Hak tinggi sialan itu hanya menganggu pergerakan. Dan taruhannya adalah luka akibat pecahan kaca tajam, kemungkinan iritasi sebab debu di sini tidak main-main.
Kebisingan terdengar di setiap sudut. Maka, saat ia memasuki titik utama 'penyerangan', seulas senyum miring kontan hadir menyapa. Kemudian kekeh takjub seolah tidak percaya si target datang sendirinya.
Zian bilang, jika kemungkinan terburuk adalah mereka ditemukan lalu terpisah, Zian akan berbalik untuk menyusulnya. Zian bilang takkan meninggalkannya sendirian.
Riuh gemuruh akan amarah datang di hati. Satu kenyataan menghimpit rongga dada sesak sekali. Tetes air hujan menitik di sini, bangunan tua dengan atap rusak pula rapuh. Petir menggelegar di atas langit, memperingatkan Ilen bahwa ini adalah batas antara hidup dan mati yang sebenarnya. Perwujudan mimpi paling buruk dalam hidup.
Benar. Salsa adalah bos yang menurunkan perintah penangkapan ini. Di sebelah Salsa, ada Bondan dengan senyum miring kemenangan. Dua orang itu tidak sendiri, terdapat anak tikus yang mengitari. Manusia-manusia bodoh yang hanya tahu tentang uang, satu kali uang bekerja, satu nyawa melayang.
Dua tikus mendekat. Segera mencekal di masing-masing sisi tubuh, menarik Ilen paksa agar menghadap Salsa. Mendorong Ilen paksa agar berlutut di depan Salsa.
"Bunuh gue, tapi Zio harus lepas."
Di sudut tepat air hujan turun deras, Zio duduk dengan kedua tangan terikat. Dengan wajah menunduk, pakaian tidur basah serta gerak tubuh sarat kedinginan. Sampai anak itu mendengar suara Ilen, kepalanya mendongak, wajah pucat penuh tangis itu terlihat.
"Kakak," lirih anak itu, memanggil Ilen meminta tolong.
Ilen melepas paksa cekalan tangannya dari orang-orang besar itu, tidak peduli meninggalkan bekas kemerahan. Sekuat tenaga ia melakukannya sekalipun hampir terdengar mustahil, sampai ia berhasil lalu berlari menghampiri anak itu.
Tangannya segera mencari ikatan tali, berusaha melepaskan. Akan tetapi, belum menyentuh tangan Zio, tubuhnya digapai begitu cepat. Didorong hingga terjatuh, menimbulkan bunyi keras pertanda tubuhnya tidak akan baik-baik saja.
Ilen meringis. Zio menjerit keras, memanggil namanya. Namun, ia takkan menangis. Kala tangannya diraih, diikat begitu kuat di belakang tubuh, ia tersenyum sepanjang Zio menatapnya. Ia berkata jika mereka akan baik-baik saja.
"Lo bakal mati kalo Zian tau lo nyakitin Zio."
Salsa melangkah sembari tertatih-tatih, menghampiri Ilen yang masih berani mengancam di situasi sekarang. Kebetulan ia mengenakan sepatu boots bahan keras, ia injak kaki telanjang Ilen kuat. Ilen menunduk menahan ringis sakit, sekaligus tidak membiarkan Zio melihatnya tak berdaya. Sekarang, benar-benar terlihat seperti ia tengah berlutut kepada Salsa.
"Oh, ya? Bukannya Zian akan tetap tunangan sama gue sekalipun Zio sekarat?"
Salsa menjadikan Zio sebagai taruhan. Sebagai ancaman agar Zian menuruti seluruh keinginannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
ZiBos : Sippin' [END]
Teen Fiction"Zi, kita mau ke mana?" tanya Ilen, "lo mau bawa gue ke mana lagi?" "Masuk." "Nggak." Zian sudah berada di sisi pintu kemudi, pergerakannya terhenti. "Masuk, Ilen." "Gue bisa lari dari sini." - Ilen hampir memberikan segalanya pada Zian. Ilen te...