ZiBos : Sippin' |26|

24 0 0
                                    

Aroma alkohol seketika tercium, menjadi yang paling familiar saat Ilen turun dari lantai atas. Rambutnya yang masih sedikit basah ia biarkan tergerai. Zian mengikuti dari belakang, memperhatikan langkah gadis itu.

Zian mendengkus geli. Gadis di depannya adalah gadis menggemaskan yang memiliki ide-ide brilian, juga setengah tak masuk akal. Ilen mengajak Zian pergi ke bar, kemudian membawa Zio bersama mereka juga. Ilen yang bersikeras menggendong Zio yang tertidur pulas, dari apartemen lantai 17 sampai basement mobil Zian berada. Ilen tak merasa panik, karena alih-alih terbangun, Zio terlihat lebih nyaman di pelukan Ilen.

Zian lalu mengemudikan mobil ke bar, bersamaan dengan Ilen yang merasa lega karena hujan sudah reda. Sudah hampir tengah malam, hingga mereka tiba dalam waktu yang tak lama. Ilen membenarkan posisi Zio dalam pelukannya terlebih dahulu, baru berusaha membuka pintu mobil. Zian ternyata sudah keluar, lebih dulu membukakan pintu untuk Ilen.

Zian menunduk, meraih Zio dari dekapan Ilen.

"Eh, biar gue aja," bisik Ilen pelan, "kalo Zio kebangun, gimana?"

Zian menggeleng pelan, memaksa Ilen agar menurut. Seharusnya, dari apartemen saja, Zian yang harus menggendong Zio. Kaki Ilen sedang terluka, Zian tidak ingin menjadi lebih parah. Cewek itu sudah lelah berlarian saat menghindar dari suruhan papa, lalu jika saat ini Zian mampu melakukan, mengapa Ilen harus menolak? Lagi pula, mereka harus naik ke lantai atas.

Ditatap seperti itu, Ilen hanya bisa menggangguk pasrah. Sangat hati-hati memindahkan Zio ke pelukan Zian, beserta jaket anak itu yang ia sampirkan di bahu. Ilen mengusap belakang rambut Zio sebentar.

"Ambil kunci di dasbor mobil."

Ilen menurut, kemudian menutup pintu mobil dengan pelan sekali. "Pintu samping, yang mana?" tanya gadis itu, lalu mengikuti Zian yang melangkah dengan lambat.

Begitu, Ilen mengarahkan saat lebih dulu memastikan jika bar memiliki akses masuk lain selain pintu utama. Ilen berani membawa Zio ke bar asalkan mereka tak perlu melewati lantai dasar. Zian tentu mengangguk, mengatakan jika pintu samping yang berada hampir di sisi belakang bar mampu membawa mereka naik tanpa harus menghirup aroma alkohol. Yang memiliki anak tangga, langsung terhubung dengan lantai atas.

Zian membaringkan Zio di kamar tempo hari Ilen pijaki, melakukannya dengan hati-hati. Ilen menyelimuti Zio, baru sekarang terlihat khawatir.

"Zi, kalo ini nggak aman, gimana? Kalo ada orang yang nekat naik terus bawa Zio?"

"Nggak ada," jawab Zian pendek, "nggak ada tangga lain selain pintu samping sama tangga deket bartender station. Pintu samping selalu dikunci."

Ilen mengangguk pelan, berusaha percaya. "Oke ... terus sama bar?" Kemudian teringat dengan kondisi di bawah. "Musiknya pasti kedengeran sampai sini, 'kan? Gue inget kamar ini nggak kedap suara."

Saat seseorang menggedor-gedor pintu kamar kala itu. Saat Bondan dan Salsa membuat masalah di bar ini.

"Gue bisa minta Arlo buat non-aktif musik khusus malam ini."

"Oke ...." Tetap saja, rasa khawatir Ilen belum hilang. "Tapi apa salah, ya, bawa Zio ke sini? Lo ... pasti nggak mau Zio ke sini juga, 'kan?"

Zian menekuk satu lututnya di samping ranjang, sedang Ilen duduk di sisi ranjang dekat cowok itu. Zian menatap Ilen lekat, "Nggak akan baik kalo Zio udah tahu apa tempat ini, padahal usianya belum genap 10 tahun. Zio selalu gue larang buat nggak dateng ke sini." Cowok itu mendesis, "Tapi gue pernah ketemu Zio sehabis minum. Zio pinter, dia pergi dulu karna paham dia nggak seharusnya 'tau' apa itu. Baru nemuin gue setelah gue mandi."

Zian menjeda, kemudian mengujar sebuah kesimpulan. "Zio lebih aman di sini, karena satu tempat sama gue. Zio nggak berani buat turun ke bawah juga."

Ilen meredupkan pandangan, masih berpikir ragu. "Ehm, ya udah. Kita minum sebentar aja, terus mandi, terus temenin Zio tidur."

ZiBos : Sippin' [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang