ZiBos : Sippin' |61|

6 0 0
                                    

"Gue nggak bisa lupain lo."

Zian menghentikan langkah kala suara itu menyapanya tidak lama setelah pulang. Cowok itu mengedarkan pandang, lalu menemukan Ileana di dapur apartemen. Ilen masih sama seperti tiga jam lalu ia meninggalkannya.

Zian tidak percaya cewek itu tetap tinggal dan menunggunya.

Ada beberapa makanan di atas meja. Sepertinya cewek itu baru saja membuatnya. Cahaya di dalam juga sudah membuat ruangan terlihat hidup sebab semua tirai dibuka. Debu-debu kecil juga hilang. Sudah lebih rapi. Sudah dihidupkan kembali rumah ini.

"Udah makan malam? Gue buat--"

"Apa rencana lo?"

Zian bertanya tanpa membiarkan Ilen menyelesaikan kalimatnya. Cowok itu mendekat, sedangkan Ilen melepaskan tangan dari mug delima yang baru ia raih. Ia letakkan di atas meja.

"Gue mau peduli sama lo." Ilen berhenti melangkah saat jarak di antara mereka tersisa sekitar lima langkah. "Lo sakit, 'kan? Gue tau lo lagi demam."

"Lo pikir semuanya bisa balik semudah itu?" Zian menunduk. "Lo harus bilang lebih jelas soal apa yang lo mau sekarang."

Perpisahan mereka yang tadi sudah lebih dari cukup untuk menjelaskan keadaan mereka sekarang. Ilen berkata ingin melupakan dan menghilangkan seluruh jejak akan Zian. Cowok itu mendengarkannya, kemudian mematuhinya. Harusnya Ilen tidak berada di sini dan membuat semuanya terlihat samar lagi.

Ilen mendengkus. Ini memang sedikit terburu-buru dan terdengar egois untuk dirinya sendiri. Ia hanya ingin kembali sekalipun Zian tidak menginginkan itu.

"Tiga bulan udah cukup buat gue sadar. Hidup gue nggak bisa hancur lebih lama dari itu." Ilen mendecak kesal. "Gue cinta sama lo dan gue tau itu nggak bisa berubah. Gue nggak bisa kalo lo pergi."

"Gue nggak punya perasaan yang sama. Lo nggak bisa ada di sini."

"Soal malam itu." Ilen memaksa Zian mengingat kembali apa yang terjadi. Waktu dimana mereka dipaksa merasakan kehilangan. "Gue yakin itu bukan sebuah kesalahan."

"Lo tau siapa pelakunya malam itu."

Ilen mengangguk. "Tapi itu nggak ada hubungannya sama kita."

Zian mengalihkan pandang pada perut Ilen. "Lo luka."

"Gue maupun lo nggak punya kesalahan atas itu." Ilen menghela napas panjang, merasa sedikit frustasi. "Bukan lo yang harus tanggung jawab atas luka gue. Bukan kesalahan lo karena nggak bisa cegah hal gila itu."

Zian menciptakan jeda sebentar untuk memahami lebih dalam satu sama lain. Apa yang sebenarnya Ilen inginkan saat ini.

Cowok itu mengungkap, "Ada satu hal lain yang bisa lukain lo. Kalo lo tau tentang ini, lo bakal sadar gue nggak ada pengaruh apa pun di hidup lo. Lo nggak bakal hancur sekalipun gue nggak ada sama lo."

"Gue nggak peduli." Tidak ada yang mampu menghancurkan Ilen sebab perlahan kehancuran itu sendiri berubah menjadi sebuah kekuatan. Ilen tidak takut terhadap rasa sakit yang lebih besar dari ini. "Gue nggak peduli."

"Bilang gitu setelah lo tau semuanya." Zian menekankan.

"Apa pun itu, enggak akan bisa kalahin apa yang udah jadi hidup gue sekarang. Kehidupan gue cuma tentang lo." Ilen mengungkapkannya dengan lantang. Mengakuinya penuh keyakinan. "Lo juga sama, 'kan? Gue tau siapa yang ada di kepala lo selama ini. Gue tau cinta lo ada sama siapa sekarang."

Ilen mengetahuinya setelah menyadari tetes air mata yang pernah lolos dari netra Zian. Di beberapa waktu yang jarang itu, hanya disebabkan oleh ia dan Zio. Dan air mata adalah sebuah kejujuran. Sebuah ketulusan yang nyata. Sebuah ungkapan perasaan yang berasal jauh di dalam hati.

ZiBos : Sippin' [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang