"Semuanya ada di sini, 'kan, Kra?" tanya Ilen setelah turun dari motor. Ia menyerahkan helm pada cowok itu, merapikan pula rambutnya yang sedikit berantakan.
Cakra mengambil helm yang Ilen sodorkan, memperhatikan Ilen dengan datar. Lalu mengedik, "Zian ada."
Ilen mengangguk pelan dengan ragu. Cakra yang pertama masuk ke basecamp ZiBos, diikuti Ilen di belakang. Tak ada hal yang berbeda di sini, kecuali Seth dan Bagas yang sedang tidak bermain ps. Janu baru datang dari dalam, matanya begitu berbinar melihat Ilen datang.
"Wah, Len, pas banget lo udah nyampe. Bikinin kita minum, dong. Bagas bangke banget nggak nyisain cola buat gue," celetuk Janu sesaat setelah duduk pada lantai dekat sofa.
Bagas mendecak, bersamaan dengan tangannya yang menangkap lemparan kunci motor dari Cakra. "Itu cuma tinggal satu, kali. Lo-nya aja yang kurang cepet lari."
Bagas, Seth, dan Janu sepertinya baru sampai juga, mereka terlihat kecapekan hingga menarik beberapa napas panjang. Ilen melirik Cakra, lalu pada Bagas yang memainkan kunci motor pada tangannya. Mungkin Cakra meminjam motor milik cowok itu.
"Kiddo udah ada?" tanya Cakra.
Seth menggeleng. "Kayaknya di arah yang Zian ambil. Kita nggak liat mobil bokapnya Kiddo."
Sebelum Ilen masuk, sudah ada mobil yang terparkir di depan. Mobil yang pernah ia lihat kala datang ke tempat ini terakhir kali.
Cakra sepertinya hanya mengangguk, Ilen tak melihatnya karena bingung atas apa yang tengah ZiBos bicarakan.
"Eh, tapi apa yang bisa lo bikin kalo di kulkas nggak ada apa-apa?" Janu tiba-tiba mengeluh, merasa heran sendiri. "Tapi nggak mau tau, loh, Len. Bikinin minum, yang dingin, seger, yang bisa bikin kepala gue adem. Padahal kita nyari dari dalem mobil loh, tadi. Kok panasnya kayak nembus dari atas, ya?"
Iya, Janu benar. Pagi ini entah mengapa terasa lebih panas, apalagi sejak ia dan Zahra bertengkar di sekolah tadi. Gadis itu terinterupsi oleh tanggapan Bagas sebelum lebih jauh melamun lagi.
"Pergi aja, dah, Len. Nggak usah dengerin Janu," sela Bagas yang duduk menyandar pada sofa, menengadahkan kepalanya.
Ilen memang melihat wajah kusut tiga orang itu, jadi akan melakukan apa yang mereka mau saja. Lagian, Ilen juga tak mempunyai alasan untuk menolak. Walaupun satu orang yang lain belum terlihat berada dimana, padahal Cakra mengatakan dia ada.
Ilen melangkah menuju dapur, meletakkan paper bag yang sedari tadi ia genggam di atas meja. Ia melepas tas-nya pula, dikalungkan pada punggung kursi. Gadis itu lalu melihat apa yang ada di kulkas, dan apa yang dikatakan Janu benar. Kulkas di sini maupun di apartemen tak ada yang lengkap, bahkan soda yang selalunya ada, kali ini sedang habis.
Namun, saat matanya menangkap beberapa kotak susu berukuran sedang di bagian pintu kulkas, ia teringat sesuatu. Ia buru-buru mencari bahan lain yang dibutuhkan, lalu merasa lega menemukannya di antara kopi instan yang berantakan. Ilen tahu harus membuat apa, yang cepat dan mudah berhubung tiga orang itu sedang menunggu, serta seperti yang Janu inginkan juga.
Thai tea.
Ilen segera mendidihkan air lalu menyeduh bubuk teh hitam hingga sedikit kental. Menambahkan gula, susu, dan susu cair pada wadah yang lain, lalu menyiapkan beberapa gelas berukuran panjang. Teh hitam Ilen tuang pertama, lalu campuran susu, serta es batu secara bergiliran.
"Leeen," panggil Janu panjang, "belum selese apa? Jangan lama-lamaaa."
Ilen sedang mencoba di gelas berukuran kecil, hampir tersedak karena keluhan Janu. Ia menelan dengan benar terlebih dahulu lalu membalas, "Iya, bentar!"
KAMU SEDANG MEMBACA
ZiBos : Sippin' [END]
Teen Fiction"Zi, kita mau ke mana?" tanya Ilen, "lo mau bawa gue ke mana lagi?" "Masuk." "Nggak." Zian sudah berada di sisi pintu kemudi, pergerakannya terhenti. "Masuk, Ilen." "Gue bisa lari dari sini." - Ilen hampir memberikan segalanya pada Zian. Ilen te...