Di ruang rawatnya, terlihat remaja laki-laki terbaring lemah di atas ranjang pesakitan. Malam itu, ia dilarikan ke rumah sakit setelah ditemukan pingsan di dalam kamarnya oleh ayahnya. Remaja laki-laki itu kini terbaring dengan mengenakan masker oksigen yang menutupi hidung dan mulutnya. Terlihat remaja itu masih menutup matanya dengan ditemani oleh sang ayah yang duduk di samping ranjangnya sambil menggenggam tangannya yang terbebas jarum infus. Sang ayah terlihat sedih melihat putra satu-satunya itu kini harus dirawat di rumah sakit lagi.
Suhu tubuh putranya bahkan kini masih tinggi. Putranya itu demam saat ia temukan pingsan di dalam kamarnya. Dokter mengatakan bahwa putranya itu kelelahan. Namun, sepertinya ada hal lain yang belum ia ketahui dalam diri putranya. Ia harus menanyakannya nanti setelah putranya itu sadar.
Tak lama, seseorang mengetuk pintu ruang rawat itu dari luar. Setelah ia mempersilahkannya untuk masuk, seseorang itu akhirnya memasuki ruangan itu.
"Sudah, Tian?", tanya Devan.
"Sudah, tuan. Ini baju untuk tuan muda Jeno dan juga tuan besar. Ada beberapa alat mandi juga yang sudah disiapkan oleh Bi Surti, tuan", ucap Tian sambil menyerahkan koper berisi keperluan Jeno selama dirawat di rumah sakit.
"Baiklah, terima kasih. Kamu boleh tidur di sofa sana. Ambil saja selimut yang ada di lemari laci sebelah sana", ucap Devan sambil menunjuk ke arah lemari laci yang ia maksud tadi pada Tian.
"Baik, tuan. Terima kasih", ucap Tian lalu mengambil selimut di lemari berlaci itu. Ia lalu pergi ke arah sofa kamar rawat Jeno dan mengistirahatkan tubuhnya di sana.
Devan kembali menatap putranya yang masih belum sadar itu. Meskipun sudah mengenakan masker oksigen, putranya sepertinya masih merasa sesak. Hal itu terlihat karena putranya tidur sambil membuka mulutnya sedikit. Meskipun terhalang masker oksigen, namun ia tetap melihatnya karena ia berada sangat dekat dengan putranya itu.
Tak lama setelah itu, Jeno mengernyitkan kepalanya dan bibirnya terlihat melengkung ke bawah.
"Ssstttt..... tidur lagi, sayang", ucap Devan lirih sambil mengelus lembut dada putranya.
Namun, ternyata Jeno malah membuka matanya setelah ia mengatakan itu.
Eughh..
"Ayah..", panggil Jeno.
"Iya, dek. Ayah di sini", ucap Devan.
"Ayah.. Jeno tadi sendirian.. ayah tadi di mana? Jeno panggil-panggil ayah ngga dateng-dateng", ucap Jeno lirih terhalang masker oksigen.
"Maafin ayah, Jeno.. Ayah tadi pulangnya kemaleman.. ayah ngga tahu Jeno kambuh lagi di kamar.. maafin ayah..", ucap Devan.
"Jeno maafin ayah kali ini.. tapi lain kali pulangnya jangan malem-malem, ya? Jeno takut sendirian..", ucap Jeno.
"Iya, dek.. ayah janji ngga akan pulang kemaleman lagi, ya?", ucap Devan.
Jeno menganggukkan kepalanya pelan menjawab ucapan Devan.
"Ayah..", panggil Jeno.
"Iya, kenapa dek?", ucap Devan.
"Pulang..", ucap Jeno.
"Besok saja, ya? Jeno masih sakit.. demamnya juga belum turun", ucap Devan.
"Jeno mau sekarang aja, ayah.. ", ucap Jeno.
"Jeno, kamu lihat kak Tian, tuh. Kasihan kak Tian pasti capek. Kak Tian lagi tidur di sofa masa mau dibangunin suruh anterin Jeno pulang?", ucap Devan menunjuk pada Tian yang tidur di atas sofa ruang rawat Jeno.
"Ya udah tapi kalo kak Tian udah bangun Jeno pulang, ya?", tanya Jeno.
"Iya, dek. Sekarang kamu tidur lagi, ya? Masih jam 1 malam", ucap Devan sambil membenarkan selimut Jeno sebatas perut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Peluk Aku, Bunda√
Ficção AdolescenteDILARANG PLAGIAT!!! ❌ (𝐿𝐸𝑁𝐺𝐾𝐴𝑃 !!) "Ayah, bisakah ayah kembalikan bunda? Aku butuh bunda,"