Di atas gundukan tanah, seorang remaja laki-laki masih lengkap dengan seragam sekolahnya tengah menangis. Itu adalah Jeno yang menangis di atas makam bundanya. Ia menangis sambil memeluk makam bundanya. Di atas gundukan itu terdapat batu nisan yang bertuliskan nama Tiffany.
"Hiks.. bunda.. maafin Jeno.. maafin Jeno karena dulu Jeno baru lahir aja udah durhaka sama bunda.. Jeno udah bikin bunda pergi.. hiks.. maafin Jeno, bunda.. hiks.. Bunda, harusnya Jeno ngga usah lahir dari pada Jeno harus lahir tapi ngga punya bunda.. hiks.. ", ucap Jeno sambil menangis.
"Bunda.. Jeno salah apa? Ayah bilang, bunda meninggal setelah lahirin Jeno.. kenapa bunda pergi setelah Jeno lahir? Hiks.. bunda ngga seneng yah punya anak kayak Jeno? Hiks.. Jeno pengen ngerasain disayang sama bunda.. hiks.. Jeno pengen dipeluk sama bunda.. hiks.. Jeno bahkan belum sempat jadi anak yang berbakti sama bundanya.. Jeno selalu dikatain anak pembawa sial, bunda.. hiks.. Jeno dikatain pembunuh, bunda.. hiks.. Jeno dikatain anak yang udah bunuh bundanya sendiri.. hiks..hiks..", adu Jeno pada bundanya sambil menangis.
Ia memeluk makam bundanya sambil menangis dan tidak peduli seragam putih sekolahnya itu kini kotor karena memeluk tanah makam bundanya. Ia hanya ingin meluapkan rasa sedihnya. Ia memang sering berkunjung ke makam bundanya. Ia sering bercerita tentang apa yang dirasakannya, seolah ia tengah mengadu pada bundanya bagaimana perasaannya saat ini.
Ia lalu mencium batu nisan yang ada di atas makam itu sambil menangis.
"Hiks.. bunda.. Jeno mau peluk bunda.. hiks.. hiks.. tolong balas pelukan Jeno, bunda.. hiks.. Jeno mohon.. hiks.. gimana caranya Jeno minta sama Tuhan buat izinin Jeno peluk bunda? hiks.. Tolong bilang pada Tuhan untuk bolehin Jeno peluk bunda sebentar.. hiks..", ucap Jeno.
Remaja itu terus menangisi bundanya. Ia butuh kehangatan dan kasih sayang bundanya. Kenapa ia tidak bisa merasakan itu barang sebentar saja? Ia terus menangis sambil mengatakan bahwa ia ingin sekali dipeluk bundanya. Tapi itu mustahil. Bundanya itu tidak akan pernah bisa memeluknya. Bundanya telah tiada. Ia bahkan tidak mempunyai kesempatan apapun untuk menyentuh bundanya oleh semesta.
Tak lama, langit menurunkan air hujan mengguyur tubuh laki-laki yang masih berada di atas makam bundanya itu dengan derasnya. Seolah langit itu juga ikut menangis menyaksikan betapa dunia begitu kejam pada anak laki-laki itu karena memisahkannya dari sosok bundanya yang begitu amat ia cintai namun tidak pernah ia lihat nyata sosoknya. Anak laki-laki itu mencintai bundanya yang sudah tak berwujud.
•••
Di ruang kerjanya, terlihat Devan sedang menyiapkan berkas untuk meeting bersama dengan Mahesa dan rekannya yang lain. Ia terlihat sibuk menyiapkan semuanya demi kelancaran meeting siang itu."Di ruang meeting semuanya udah siap, Dev. Gua duluan ke sana. Oh, iya itu berkas yang tadi gua ajuin nanti dibahas lagi pas meeting, sekalian bahas buat program kerja selanjutnya mau bikin perubahan lagi apa engga", ucap Mahesa yang masih berada di ruang kerja Devan.
"Ok, lu buka dulu aja ngga pa-pa. Gua masih selesain ini dulu. Nanti gua nyusul. Ngga lama, cuma 10 menit kurang lebih", ucap Devan.
Setelah itu, Mahesa pun beranjak dari sofa yang ia duduki di ruang kerja Devan.
"Eh, Sa! Sama satu lagi", ucap Devan.
"Apa?", tanya Mahesa.
"Soal yang gua omongin tadi, gua minta maaf kalo lu tersinggung karena gua kesannya kayak nyalahin Mahen. Bukannya gitu, Sa.. tapi gua ngerasa ngga adil aja buat Jeno. Bundanya sekarang jadi milik Mahen, Sa.. Jeno udah hancur dari kecil. Tolong jangan makin bikin dia ngerasa lebih hancur lagi sekarang", ucap Devan.
"Iya, Dev.. gua ngerti. Lagian ini emang salah Mahen, Dev.. gua minta maaf, Dev.. anak gua sering bikin Jeno sedih apalagi sama omongannya yang kadang pasti nyakitin Jeno", ucap Mahesa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Peluk Aku, Bunda√
Novela JuvenilDILARANG PLAGIAT!!! ❌ (𝐿𝐸𝑁𝐺𝐾𝐴𝑃 !!) "Ayah, bisakah ayah kembalikan bunda? Aku butuh bunda,"