Bonus Chapter 3

1K 68 13
                                    

Seorang wanita berjalan dengan langkah yang berat menuju pemakaman, hatinya terasa seperti dipenuhi oleh beban yang tak terbayangkan. Setiap langkahnya terasa seperti menempuh perjalanan menuju kehampaan yang tak terlukiskan. Ia tiba di samping makam Jeno, putranya yang telah meninggalkannya di usia yang terlalu muda, yakni di usianya yang masih remaja.

Dengan hati yang terasa hancur, wanita bernama Tiffany itu duduk di samping makam itu, membiarkan dirinya tenggelam dalam kesedihan yang melanda. Ia menatap nisan putranya dengan mata yang berkaca-kaca, mencoba menahan air mata yang ingin tumpah begitu saja. Meskipun ingin menangis dengan keras, ia menahan diri. Ia tidak ingin Jeno melihatnya hancur seperti ini, bahkan di tempat peristirahatan terakhirnya.

Ia memaksakan senyumnya, meskipun getir, karena ia tahu Jeno selalu ingin melihatnya bahagia. Senyum itu seolah menjadi persembahan terakhirnya untuk Jeno, sebagai pengingat bahwa meskipun ia telah kehilangan seorang anak yang luar biasa, cinta dan kenangan tentangnya akan tetap hidup di dalam hatinya.

Dalam keheningan yang menyelimuti, Tiffany membiarkan dirinya terbenam dalam kenangan indah bersama Jeno. Ia teringat akan senyum ceria putranya, suara tawanya yang menggema di udara, dan semua mimpi-mimpi yang ia ingin ciptakan bersama putranya. Meskipun Jeno telah pergi, kenangan itu tetap mengalir begitu kuat di dalam hatinya.

Tiffany duduk di samping makam Jeno, matanya terpaku pada nisan putranya yang berdiri tegak di depannya. "Assalamu'alaikum, Jeno..," bisiknya pelan, suaranya penuh dengan keheningan yang menyelimuti pemakaman itu.

Ia memegang tangannya yang gemetar di atas batu nisan itu, merasakan dinginnya batu yang menjadi saksi bisu atas kepergian Jeno. "Maafin bunda, sayang..," lanjutnya dengan suara yang hampir terputus-putus. "Bunda ngga bisa melindungi kamu seperti dulu lagi. Sekarang Jeno udah ngga lagi bisa bunda liat lagi.."

Tiffany menatap sekeliling, mencoba menangkap bayangan-bayangan Jeno di antara pepohonan yang merunduk. "Apa Jeno bisa liat bunda dari sana, nak?" tanyanya dengan nada yang penuh dengan harapan. "Bunda selalu berdo'a supaya Jeno selalu bahagia di tempat yang lebih baik di sana, di surga.."

Ia menyeka air mata yang mulai mengalir di pipinya dengan punggung tangannya. "Jeno.. bunda kangen..," lanjutnya, suaranya terasa tercekik oleh kesedihan yang begitu mendalam. "Tapi bunda janji, meskipun Jeno udah ngga lagi ada di sini, kenangan tentang Jeno semuanya akan selalu hidup di dalam hati bunda." 

Tiffany terdiam sejenak, mencoba menahan getaran yang mengguncang hatinya. "Jeno, sayang...," suaranya terdengar parau, terputus oleh rintihan kesedihan yang tak terlukiskan. "Ada begitu banyak hal yang ingin bunda ceritakan sama kamu, begitu banyak momen yang ingin bunda bagikan bersama kamu."

Ia merenggangkan jari-jarinya dan membiarkannya mengelus lembut permukaan batu nisan. "Kenapa Jeno harus pergi begitu cepat, nak?" bisiknya, suaranya penuh dengan penyesalan yang dalam. "Bunda hanya ingin melihatmu tumbuh dan menjalani hidupmu dengan bahagia. Tapi sekarang... sekarang bunda harus belajar hidup tanpa kamu."

Air mata semakin tak tertahankan, jatuh membasahi tanah di bawahnya. "Apa kamu tau, sayang? Setiap detik, setiap napas yang bunda hirup, di dalam hati bunda selalu penuh dengan kekosongan karena kepergian kamu," ucapnya sambil mencoba menahan napasnya yang terengah-engah. "Tapi meskipun begitu, cinta bunda ke Jeno ngga akan pernah pudar. Itu adalah satu-satunya hal yang masih bisa bikin bunda punya kekuatan untuk terus melangkah tanpa ada Jeno di samping bunda."

Tiffany lalu semakin membiarkan air mata yang tak terbendung lagi mengalir deras di pipinya.

Dalam keheningan yang menyelimuti, Tiffany membiarkan rintihan kesedihan mengisi udara di sekitarnya, membiarkan semua perasaannya yang terluka tersingkap tanpa cela. Meskipun hatinya hancur, ia tahu bahwa meskipun Jeno telah pergi, cintanya akan terus memandu langkahnya setiap hari, hingga mereka bertemu lagi di surga.

Peluk Aku, Bunda√Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang