Hancur

2K 192 120
                                    

Di ruang ICU, tampak Jeno terbaring di atas brankar sambil menangis. Ia menangis sambil menatap tangannya yang terlilit perban. Dari kaca jendela luar ruangan, tampak Tian tengah memperhatikannya dengan wajah khawatir karena melihat putra majikannya yang sudah ia anggap seperti adiknya sendiri itu menangis sendirian.

Jeno menangis dengan sedikit membuka mulutnya yang terhalang masker oksigen. Ia membuka mulutnya, karena ia merasa sesak. Itu pasti karena dirinya banyak menangis. Namun, ia biarkan saja dan terus saja menangis.

"Ayah kenapa tega bikin tangan Jeno kayak gini? Ayah ngga sayang lagi yah sama Jeno?", ucap Jeno dalam hati.

Jeno kecewa pada sang ayah yang sudah membuat tangannya terluka dan berdarah. Bukankah ayahnya itu tahu bahwa dirinya sangat takut darah? Kenapa ayahnya malah membuat tangannya berdarah sampai sebanyak itu? Menurutnya, untuk ukuran jari tangan yang teriris pisau saja baginya sudah luar biasa sakit dan menakutkan. Tapi kenapa ayahnya itu malah dengan sengaja membuat tangannya terluka? Apa ayahnya sekarang membencinya? Apa ayahnya ingin dia mati? Kenapa semuanya sangat berbeda dengan Jeno yang dulu begitu disayangi ayahnya? Kenapa ayahnya sekarang berubah dan malah lebih suka menyakiti anaknya? Kenapa ayahnya tidak bisa dijadikan rumah dan tempat berteduh di saat semua orang menyalahkannya? Siapa lagi yang bisa dijadikan tempat bersandar untuknya jika bukan ayahnya? Siapa lagi yang bisa dijadikan tempat untuk berbagi cerita dan masalah yang sedang mengganggunya jika bukan ayahnya? Siapa lagi yang bisa ia jadikan sebagai penenang hatinya yang gundah jika bukan ayahnya? Bukankah hanya ayahnya yang dia miliki? Kenapa ayahnya juga sama-sama ingin menyakitinya? Apa seperti itu tugas ayah menjadi orang tua untuk anaknya? Kenapa harus memukul? Kenapa harus melukai? Kenapa harus menyakiti? Jika memang itu adalah bentuk kasih sayang ayahnya padanya, kenapa ia harus mendapat kasih sayangnya dengan cara yang kejam?

"Ayah.. Jeno sakit.. semuanya sakit.. apa dengan pukul Jeno ayah merasa bahagia? Kalo Jeno pulang ke rumah bunda, apa ayah lebih bahagia? Jeno banyak ngerepotin ayah di sini. Jeno cuma bikin ayah tambah pusing karena harus ngurus Jeno. Maafin Jeno, ayah.. harusnya Jeno ngga buat masalah terus. Ayah capek karena banyak kerjaan di kantor, tapi harus turun tangan lagi ngurusin Jeno. Daripada Jeno makin bikin ayah malu dan ngerepotin ayah, lebih baik Jeno pergi kan, ayah?", ucap Jeno dalam hati.

"Kenapa ayah ngga percaya sama Jeno? Ayah ngerti ngga sih perasaan Jeno?! Hancur, ayah! Jeno harus gimana biar ayah mau percaya? Bukan Jeno yang lakuin itu ke Mahen, ayah..", batin Jeno.

Jeno menangis mengingat perlakuan kasar ayahnya beberapa hari terakhir ini setelah kejadian malam itu. Ia kecewa pada ayahnya yang tidak mau percaya padanya. Ia kecewa ayahnya lebih mengkhawatirkan Mahen daripada dirinya yang justru nyaris mati saat itu. Yang ia ingat saat itu bahkan hanya ayahnya. Ia ingat janjinya pada ayahnya bahwa dirinya tidak boleh meninggalkan ayahnya sendirian. Ia harus hidup untuk ayahnya. Tapi setelah ia mendapat perlakuan kasar dari ayahnya dan mendapat cacian dari ayahnya, semua janjinya seolah ingin ia akhiri. Sakit sekali rasanya, ayahnya sendiri tidak percaya padanya dan lebih percaya dengan orang lain. Sakit sekali rasanya, dirinya disebut sebagai pembunuh oleh ayahnya sendiri. Sakit sekali rasanya, dirinya disebut anak yang hanya bisa bikin malu dan pembuat masalah. Apa seburuk itu? Ia merasa gagal menjadi anak yang berbakti pada orang tuanya. Sudah membuat bundanya pergi, sekarang ia juga gagal menjadi anak yang baik untuk ayahnya. 

"Jeno kangen ayah yang dulu.. Jeno mau ayah Devan yang dulu..", ucap Jeno dalam hati.

Flashback on :

Pagi itu, terlihat Jeno kecil terbangun dari tidurnya. Saat itu Jeno kecil masih berusia 4 tahun. Ia mengucek matanya dan ia merasa ada sesuatu yang menindihi perut kecilnya. Ternyata, itu adalah tangan besar milik ayahnya yang tengah memeluknya. Ia melirik ke arah ayahnya yang tidur di sebelahnya.

Peluk Aku, Bunda√Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang