22.15

18.4K 1.1K 33
                                    

"Sudah semestinya sebuah pemahaman menjadi hubungan timbal balik dari suatu komunikasi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Sudah semestinya sebuah pemahaman menjadi hubungan timbal balik dari suatu komunikasi."
— Razandra Alvaskara Adzillio

🪐🪐🪐

Aleska sedang mengusap perutnya yang kini sudah membesar, usia kandungannya sudah dua puluh lima minggu.

"Sayang kapan mau kontrolnya?" tanya Razan yang kini ikut duduk di sebelah kanan Aleska dengan tangannya yang juga ikut mengusap perut buncit Aleska.

"Jam sembilan aja soalnya aku udah buat janjinya jam sepuluh."

Razan mengangguk singkat, kemudian ia menundukkan kepalanya ke arah perut Aleska untuk ia berikan kecupan-kecupan singkat yang sejak kehamilan Aleska sudah menjadi kebiasaan untuk Razan di pagi hari.

"Bochil, denger papah gak?" tanya Razan mencoba berbicara meskipun tidak ada jawabannya.

"Denger papah," jawab Aleska yang malah menyamar seakan menjadi bayinya yang sedang menjawab.

Razan terkekeh kecil mendengar jawaban itu, ia merasakan sangat gemas dan hangat dalam satu waktu.

Razan tidak bisa membayangkan seperti apa bahagia dirinya ketika nanti anaknya mengucapkan kata papah ketika memanggil dirinya. Rasa tidak menyangka memang terkadang selalu menghampirinya, membuat Razan seketika merasa ragu saat sadar jika sebentar lagi ia akan menjadi seorang papah. Razan takut ia gagal menjadi seorang papah di usianya yang terbilang sangat muda, sembilan belas tahun.

"Bochil kesayangannya papah sama mamah, kamu harus tau, kalau papah sama mamah itu sayang banget sama kamu. Kamu harus baik-baik di dalem sana, jangan bandel tendangin lambung sama ginjal mamah terus, kasian mamah," ucap Razan dengan begitu polosnya.

Aleska hampir saja tertawa kencang detik itu juga kalau ia tidak menahan tawanya setelah mendengar ucapan Razan barusan.

"Kamu ngomong apa? Dia tendangin lambung sama ginjal aku?" tanya Aleska dengan tawa kecilnya.

"Hm, dia kan suka nendang perut kamu."

"Tapi dia gak tendangin organ-organ tubuh aku Razan, dia ada tempatnya sendiri di dalam sana," kata Aleska menjelaskannya.

Razan yang mendengar itu seakan tidak peduli dengan penjelasan Aleska, malah terlihat jika lelaki itu mendekatkan telinganya pada perut Aleska sambil terus mengusap lembut perut besar yang seperti balon itu.

"Tetep aja, ini bochil udah nendang-nendang perut kamu sampai kadang kamu kesakitan, kan? Makanya ini aku mau nasihatin dia kalau itu gak baik, dosa."

Tangan mungil Aleska terulur pelan menyurai rambut hitam Razan, di usapnya pelan dengan penuh kelembutan dan kasih sayangnya pada Razan. Sedangkan senyumannya sejak tadi tidak ada henti-hentinya untuk terus melengkung indah di bibir mungilnya.

RAZANDRA [ ON GOING ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang