35

543 40 0
                                    




Hancur, tempat tinggal yang selama ini disembunyikan oleh Seunghyun telah hancur sepenuhnya. Puing-puingnya berserakan dimana-mana, serta masih ada bara api yang membakar beberapa puing bangunan.

Bangunan yang kini telah rata dengan tanah itu masih dipandangi oleh para penghuninya yang berhasil keluar tepat beberapa menit sebelum semua bom meledak.

"Mengerikan..." Jaehyuk berujar tanpa melepaskan pandangan matanya dari mansion.

Tidak jauh dari Jaehyuk, Yoshi duduk dengan tangan memeluk kedua kakinya. Kedua matanya tampak berkaca-kaca, tentu karena perasaan sedih akibat bangunan yang sudah menjadi rumahnya kini hancur lebur.

Seluruh kenangannya telah hancur bersama dengan runtuhnya mansion.

Haruto yang juga merupakan penghuni mansion itu kini menoleh pelan ke arah belakang, dimana disana Junkyu masih menangis tersedu-sedu dengan Lucy yang memeluk Junkyu.

Ada perasaan senang di hati Haruto karena ia berhasil menyelamatkan Junkyu. Tetapi rasa sakit di hatinya jauh lebih terasa karena sosok yang ia selamatkan itu terus menangis ketakutan.

Kini Haruto menyadari rasa sakit itu adalah perasaan bersalah untuk semua yang sudah ia lakukan. Walaupun tidak sepenuhnya semua kesalahan ada di diri Haruto, tetap saja Haruto mengambil peran yang cukup besar untuk menambah penderitaan Junkyu.

Tidak ia sangka akhirnya menjadi seperti ini.

Tidak ia sangka prinsip yang selama ini ia agung-agungkan kini menjadi senjata menyerang tuannya sendiri.

"Kita tidak bisa berlama-lama disini." Perhatian seluruh orang di tempat itu seketika tertuju pada Doyoung yang baru saja bersuara.

Doyoung bangkit berdiri, kemudian memasukan kedua tangannya ke dalam saku coat yang membalut tubuhnya.

"Tugasku sudah selesai. Kalian semua sudah selamat. Setelah ini, aku sudah tidak terikat hubungan apapun dengan kalian. Status kita sebagai saudara dan rekan kerja sudah berakhir. Kalau kalian ingin balas dendam pada ayah, lakukan saja. Aku tidak peduli," ujar Doyoung.

Dengusan sinis terdengar dari mulut Jaehyuk. Lelaki kelahiran bulan Juli itu lantas menatap sinis pada Doyoung.

"Percuma. Ayah sudah mati. Kita tidak bisa balas dendam pada dia," ungkap Jaehyuk, membuat Doyoung, Jaehyuk serta Yoshi terbelalak.

"M—mati?" beo Doyoung.

Jaehyuk mengangguk. "Ada seseorang yang datang ke kamar rawat ayah dan membunuh ayah pagi tadi. Orang itu juga mensabotase CCTV rumah sakit sehingga rumah sakit tidak punya rekaman rekaman 3 jam aksi pembunuh itu," tutur Jaehyuk dengan sebelah tangan yang meraih tangan Yoshi, mencoba menenangkan pemuda berdarah Jepang itu karena Jaehyuk tahu Yoshi pasti sangat sedih.

Dugaannya pun benar, Yoshi kembali menitikan air matanya. Pribadinya yang cenderung ceria sekarang seperti sosok yang telah kehilangan senyuman dalam hidupnya. Hanya ada air mata yang terus mengalir dari matanya.

Sebagai seseorang yang merupakan putra kandung Choi Seunghyun, Doyoung menarik nafasnya lalu menghelanya.

"Baguslah. Dengan begitu dia tidak perlu melakukan hal bodoh lagi di masa depan," ucap Doyoung, yang bersyukur atas kematian ayahnya sendiri, tetapi disaat yang bersamaan ia berduka.

Tidak ada air mata yang Doyoung keluarkan. Doyoung tetap setia memasang ekspresi wajah datar seolah berita tentang kematian ayahnya sendiri tidak membawa dampak emosional dalam dirinya.

Eagle and MarigoldTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang