Bagian 2

1.3K 199 24
                                    

Bagian belakang bathrobe yang aku kenakan ditarik, sehingga aku terpaksa melangkah mundur. Saat mencoba mengendalikan keseimbangan kaki, aku dikejutkan suara bantingan pintu yang terdengar keras. Sejak bangun tidur hingga detik ini, entah berapa kali aku terkejut karena suatu hal.

Aku menatap punggung pelaku yang baru saja membuat suara gaduh itu dengan kesal. Kalau saja bathrobe sampai terlepas dari tubuhku karena tarikannya tadi, sudah pasti Indra akan aku habisi. Karena jujur, aku tidak mengenakan apapun dibaliknya.

"Hobi Kakak nggak pernah berubah ya? Suka banget lihat anunya orang. Heran!"

Ucapan sinis Indra sempat membuatku melongo. Antara yakin dan tidak yakin kalau kalimat itu baru saja keluar dari bibir Indra dan ditujukan kepadaku. Dia tidak serius bukan? Aku memiliki kegemaran melihat kelamin orang? Yang benar saja?

Tanganku terangkat, menunjuk wajah Indra yang kini sudah membalikkan badan sepenuhnya menghadap kerahku. "Kamu jangan sembarangan ya kalau bicara? Itu mulut tolong dijaga."

Tentu saja aku tak terima dengan tuduhan itu. Karena ucapan Indra seakan-akan menunjukkan bahwa aku memang gadis mesum yang suka melihat lelaki telanjang. Demi apapun, aku bukan perempuan seperti itu.

Indra berkacak pinggang. Ekspresi wajahnya terlihat menantang. "Lalu yang barusan itu apa? Kakak mau bilang nggak lihat anunya sama sekali?"

"Aku nggak sengaja lihat, oke?" ucapku membela diri. Aku tak bisa membantah karena aku memang tak sengaja melihatnya.

"Tapi keterusan kan?"

"Bukannya keterusan." Aku berujar geram. "Aku kaget sampai badanku rasanya membeku, nggak bisa gerak. Jadinya cuma refleks menutup mata."

"Alasan saja. Nyatanya Kakak tetap menikmati pemandangan anunya kan?"

Ekspresi tak yakin di wajah Indra membuatku menghela nafas kasar, mencoba bersabar. Sekarang pagi hari dimana aku terlambat bangun dan ada insiden menyebalkan yang seperti ini baru saja terjadi. Bisakah aku menahan diri lebih lama untuk tidak mengacak wajah menyebalkan adikku yang satu ini?

"Sudah aku bilang ya, jangan sembarangan kalau bicara. Kamu pikir aku gadis yang seperti apa, hah?"

"Gadis mesum kan? Apalagi?"

Tanganku melayang cepat, menampar lengan Indra. Menghasilkan bunyi 'plak' yang terdengar cukup keras. Namun apa yang aku lakukan ternyata tak bisa menghentikan Indra. Karena ucapan dari mulutnya itu kembali memojokkan ku.

"Kan memang benar begitu. Masih muda saja Kakak sudah mesum, apalagi sudah tua begini? Makin menjadi-jadi kan?"

Tak bisa lagi menahan diri, aku segera berinjit. Telapak tanganku meremas hingga menarik rambut pendek Indra dengan kuat hingga adikku yang berwajah biasa saja itu berteriak kesakitan.

Kepala Indra tertarik hingga dia terpaksa menunduk. Tangannya mencoba menggapai tanganku yang kini dua-duanya sudah berada diatas kepalanya. Aku menikmati ini. Apalagi tidak ada Bunda yang akan memukul pantat kami bergantian dengan tangkai sapu untuk menghentikan pertengkaran semacam ini.

"Yak! Sakit, sialan!" pekik Indra. Dia pasti lupa kalau ucapannya itu akan membuatku semakin meradang.

"Siapa yang kamu panggil sialan, hah? Makin hari makin hilang ya sopan santunmu? Apa perlu aku minta Ayah sama Bunda untuk mengajarimu etika dasar lagi?"

Billing My PromiseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang