Bagian 34

213 49 3
                                    

"Haqla sudah menikah."

Ya Tuhan, Dea merasa kakinya sangat lemas ketika mendengar ucapan Bu Rita. Untung saja dia berhasil duduk di sofa tanpa adanya drama jatuh ke lantai, yang mungkin akan membuat jahitan akibat operasinya terlepas.

Padahal saat di rumah sakit dan beberapa menit waktu perjalanan mereka tadi, Haqla sama sekali tak mengatakan apapun soal pernikahannya. Bahkan sekedar menyinggung ke arah sana pun tidak.

Jadi saat mendengarnya dari Bu Rita, Dea merasa dirinya kecolongan. Dia biarkan Haqla pergi kemana pun lelaki itu mau karena dia yakin tidak akan ada perempuan lain disisi Haqla selain dirinya.

Tentu saja Dea tak pernah berpikir kalau dalam beberapa bulan saja Haqla sudah berubah status, dari bujangan menjadi seorang suami. Dan perempuan cantik yang diseret Haqla pergi tadi ternyata adalah istrinya.

Bukannya pacar tapi melainkan seorang istri? Hah! Yang benar saja!

Kapan Haqla bertemu dengan perempuan itu? Dimana mereka berkenalan? Sejak kapan mereka dekat? Kenapa semudah itu Haqla menerima orang baru untuk masuk ke dalam hidupnya sedangkan Dea saja sampai sekarang masih belum bisa? Dan banyak pertanyaan lainnya yang berada didalam kepala Dea.

Seolah-olah bisa membaca pikirannya, Bu Rita mampu menjawab semua itu dengan mudah. Cerita yang pada akhirnya membuat Dea merasa kehilangan kata-kata.

Sekarang Dea punya jawaban, tentang alasan kenapa Haqla bisa sangat percaya diri saat memberinya pilihan akan nasib anak mereka. Karena Haqla sudah memiliki seorang perempuan yang dianggapnya sebagai calon ibu yang baik. Lelaki itu dan istrinya akan merawat anak yang dilahirkan Dea bersama-sama.

Baru membayangkannya saja Dea merasa teramat tidak senang. Darahnya mendidih karena marah. Kecemburuannya membludak. Apalagi jika hal itu benar-benar terjadi? Dia tentu tidak akan pernah ikhlas.

Anaknya dan Haqla seharusnya dia besarkan dengan lelaki itu. Mereka harus membentuk keluarga kecil bersama. Tanpa adanya variabel baru yang disebut sebagai istri Haqla. Kehadiran perempuan itu semakin mempersulitnya untuk membujuk Haqla.

Sial memang! Kenapa jalan hidupnya tak pernah sesuai dengan kehendaknya sendiri? Dosa besar apa yang pernah dia lakukan?

"Kamu yakin Haqla menawarkan diri untuk merawat anak kalian bersama dengan istrinya?" tanya Bu Rita terdengar tak percaya pada apa yang diceritakan Dea. Tentang pertemuannya dengan Haqla di rumah sakit tadi.

Dea pun mengangguk lemah. Habis sudah tenaganya setelah apa yang terjadi sepanjang siang ini. Dia merasa tak berdaya.

"Mas Haqla bilang akan mencarikan seorang ibu yang baik untuk anak kami, Bu. Tapi aku bilang aku yang akan merawatnya. Aku nggak mau anakku dibawa pergi dan dirawat oleh orang asing. Setelah aku tau Mas Haqla sudah nikah, pasti perempuan itu yang dia maksud."

Bu Rita mengernyit heran. "Tapi saya rasa Inayah belum tau soal keberadaan anak kalian."

"Maksud Ibu apa?"

"Aah.... Tapi saya juga tidak yakin kalau dia tidak tau. Entahlah! Inayah tidak bertanya sedikit pun tentang kamu tadi. Dan saya pun sengaja tidak memberitahunya."

Dea mengangkat kepalanya yang sejak tadi menunduk lesu. "Ibu ada nomornya?" tanyanya tertarik.

"Ada," jawab Bu Rita membuat senyum Dea mengembang. "Tapi saya tidak akan memberikannya ke kamu."

Senyum itu menghilang secepat saat datang, berganti dengan cemberut. "Kenapa, Bu? Ini menyangkut nasib anak aku dan Mas Haqla kedepannya loh. Cucu Ibu juga."

"Karena dia anak kamu bersama Haqla, kamu cukup bicara dengannya saja. Bukan dengan istrinya secara langsung."

"Sekarang Ibu nggak ada di pihakku lagi?" tanya Dea terperangah. Punggungnya bersandar lemah.

Billing My PromiseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang